PWMU.CO – Abdul Manan adalah satu dari ribuan umat Islam yang berangkat ke Jakarta untuk mengikuti aksi Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), 4 November 2016. Tapi, tidak seperti peserta lainnya yang menggunakan moda transportasi umum seperti bus, kereta api, pesawat, atau mobil pribadi, pria berusia 70 tahun ini melakukan perjalanan ekstrim dengan sepeda motor Honda Grand 96.
Berangkat dari kediamannya Jalan Sidomakmur 99 Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Selasa (1/11) sore, master pendidikan ini sudah sampai Bekasi pada Rabu (2/11) malam. Saat dihubungi pwmu.co, dia sedang bersiap melaksanakan shalat Isya di Masjid Attaqwa. Kabar terakhir yang diterima pwmu.co Kamis pagi, dia sudah sampai Jakarta semalam sekitar pukul 22.00.
(Baca: 6 Sikap Muhammadiyah Tanggapi Rencana Demo 4 November dan Himbauan Muhammadiyah Jatim Terkait Aksi 4 November)
Dengan nada bicara yang penuh semangat, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Malang ini menceritakan bagaimana pengalamannya dalam perjalanan. “Alhamdulillah dalam perjalanan ini tidak ada aral sedikit pun. Santai saja. Waktunya shalat, cari masjid. Waktunya makan tinggal cari warung. Kalau mau mandi ya ke SPBU. Saya istirahat cuma 2 jam di SPBU Kendal sore (Rabu, red) tadi,” kisahnya.
Waktu ‘istirahat’ lainnya, kata Manan, adalah saat berhenti di lintasan kereta api, seperti yang terjadi di depan Kantor Primkopabri Jalan Selamet No 3, Pekalongan. Manan juga sempat sarapan di Tegal dengan menu telur bali dan segelas teh seharga Rp 9.500.
(Baca juga: Ini 5 Pesan Menyejukkan Ketua Muhammadiyah Jatim untuk Peserta Aksi 4 November dan Mendikbud: Demo 4 November Jangan Sampai Ganggu Anak Sekolah)
Perjalanan yang lumayan berat itu tidak menjadi beban bagi Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang yang membidangi LPCR ini. Ketika ditanya pwmu.co, berapa banyak bahan bakar yang dihabiskan dalam perjalanan Malang-Jakarta, Manan hanya tertawa lepas. “Soal itu saya tidak menghitungnya. Yang penting bisa sampai tujuan dan bisa mengikuti aksi untuk izul islam wal muslimin,” ujarnya.
Anggota Corp Mubaligh Muhammadiyah ini mengatakan, keikutsertaaanya ke Jakarta didorong oleh idealisme dan rasa keterpanggilan untuk ikut membela Islam. “Saya kok alhamdulillah merasa diberi fisik yang agak lumayan sehingga merasa wajib memanfaatkan untuk perjuangan fisabilillah.”
(Baca juga: Simpati pada Aksi 4 November, Keluarga Islam Britania Raya Beri Dukungan Doa dan Fenomena Ghazwul Fikr dan Ketidaksiapan Generasi Bangsa)
Pria kelahiran Batu ini memang terkenal selalu bersemangat dan punya mobilitas dakwah yang tinggi. Dengan Vespa atau Honda ‘Ulung’ dan sepatu boot-nya, Manan tiap bulan berkeliling ke Cabang-Cabang Muhammadiyah se-Kabupaten Malang. Manan juga menginisiasi berdirinya beberapa masjid di pelosok Kabupaten Malang.
Manan menuturkan bahwa dia terdorong oleh ayat-ayat dan hadist soal pentingnya berjihad di jalan Allah. Teguran, ancaman, peringatan, perintah untuk infiru… (berangkat berjihad), banyak disebutkan di situ. “Saya ini hafal surat At Taubah ayat 38-41 atau surat Annisa ayat 95. Ayat-ayat itu sering saya sampaikan dan baca saat ngimami. Maka perlu contoh agar saya tidak dipaido (disalahkan) Allah dan warga,” tuturnya.
Manan lalu memberikan resep bagaimana agar selalu semangat berjuang. “Selain ikhlas, kita harus siap berkorban. Dan resep yang tidak mudah adalah rela menerima apapun yang ditetapkan Allah. Insyaallah dengan tiga hal itu kita akan bersemangat, tidak menggerutu atau ngersula (mengeluh),” ungkapnya. “Sebagai pimpinan Muhammadiyah, saya harus selalu muda dalam semangat dakwah.”
Pantas jika dia menjadi panutan bagi Corp Mubaligh Muhammadiyah (CMM) dan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) se-Malang Raya. Selamat berjuang Pak Manan! (Uzlifah)