PWMU.CO – Perjuangan Jenderal Soedirman Berproses dari Muhammadiyah. Hal itu dipaparkan oleh Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Azhar Simanjuntak.
Dia menyampaikannya saat menjadi pemateri pada Dialog Kebangsaan yang digelar secara virtual oleh Kwartir Pusat Hizbul Wathan (HW), Ahad (24/1/2021).
Dialog Kebangsaan ini mengambil tema “Menumbuhkan Semangat Bela Negara Generasi Muda untuk Indonesia Berkemajuan”.
Pejabat Ketua Umum Kwartir Pusat HW Endro Widyarso dalam sambutan pembukaan acara menyampaikan kalau membicarakan sosok Jenderal Soedirman ibarat membahas kisah keteladanan yang tiada habisnya. Tokoh yang menjadi legenda dan inspirasi sepanjang masa.
“Jenderal Soedirman sudah melakukan pembinaan diri melalui Hizbul Wathan. Bahkan dalam perkemahan yang hujan lebat, beliau masih bertahan di tenda, tidak mau berteduh ke rumah penduduk,” ungkapnya.
Kepemimpinan Dimulai dari HW
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak semua aktivitas dan perjuangan Jenderal Soedirman dimulai dari Muhammadiyah dan dari sekolah Muhammadiyah. Secara spesifik proses kepemimpinan Jenderal Soedirman dimulai dari HW.
Seorang penulis Yudi Latif, lanjutnya, dalam buku Mata Air Keteladanan menerangkan Jenderal Soedirman merupakan simbol keberanian, simbol loyalitas, bahkan simbol kepemimpinan. Semua itu ditunjukkan oleh Jenderal Soedirman.
“Semua proses kepemimpinan Jenderal Soedirman dimulai dari HW. Bahkan dalam berbagai referensi semua proses kepemimpinan di tahap-tahap berikutnya diinspirasi oleh HW,” terangnya.
HW Gunakan Celana Panjang
Jiwa Jenderal Soedirman, menurutnya, dipengaruhi oleh tiga hal. Yaitu agama, pengorbanan, dan loyalitas.
“Pertama sejak kecil Jenderal Soedirman sangat tertarik dengan pelajaran agama, selain sejarah dan pelajaran lainnya. Jenderal Sudirman sering dipanggil Pak Kaji oleh teman-temannya karena memiliki kegemaran terhadap pelajaran agama Islam, bahkan memiliki kealiman lebih tinggi dari teman-temannya,” jelasnya.
Bahkan pada Kongres Muhammadiyah ke-29 di Yogyakarta, Jenderal Soedirman mengusulkan agar HW menggunakan celana panjang agar mudah digunakan untuk shalat. Pun juga dalam perjalanan perang gerilya, Jenderal Soedirman selalu membawa kendi agar mudah untuk berwudhu jika wudhunya batal.
“Dimensi keislamannya begitu menonjol sehingga mempengaruhi daya juang Jenderal Sudirman. Dimensi keagamaan ini sangat kental di HW. Dimensi tauhid, memperkuat tauhid dan memurnikan tauhid sangat kental diajarkan dalam mendidik anak-anak HW,” paparnya.
Jual Perhiasan untuk Perang Gerilya
Kedua, sambungnya, adalah dimensi pengorbanan. Jenderal Sudirman melakukan pengorbanan luar biasa. Melakukan perang gerilya dalam kondisi fisik kurang sehat dengan kondisi paru-paru tinggal satu.
“Juga berkorban harta benda selama perjalanan perang gerilya. Bahkan pernah mengutus anak buahnya untuk pulang menemui istrinya agar menjual perhiasan untuk biaya perang gerilya,” kenangnya.
Ketiga, ujarnya, adalah loyalitas kepada bangsa dan negara. Jenderal Soedirman pernah meminta Bung Karno dan Bung Hatta untuk ikut melakukan perang gerilya, namun ditolak. Jenderal Sudirman tetap melakukan perang gerilya karena ingin menunjukkan kepada dunia bahwa negara Indonesia masih eksis, Indonesia masih ada.
“Coba bayangkan jika Jenderal Soedirman tidak melakukan perang gerilya. Maka sudah bisa dipastikan negara Indonesia sudah tidak ada,” tegasnya.
Tentara Pertahankan Kedaulatan Negara
Perang gerilya, ungkapnya, yang dilakukan Jenderal Soedirman didukung oleh rakyat di manapun beliau singgah. Perang gerilya itu kemudian menjadi identitas perlawanan, menjadi doktrin pertahanan yang disebut pertahanan rakyat semesta.
“Ada kesemestaan antara tentara, TKR dengan rakyat sehingga berhasil menunjukkan eksistensi negara. Inilah loyalitas Jenderal Soedirman kepada negara,” urainya.
Bahkan dalam pidatonya Jenderal Soedirman menyatakan tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya.
“Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini. Lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapa pun juga. Tentara bukan menjadi kasta yang berdiri di atas masyarakat,” tutur Dahnil menirukan sang jenderal.
SK Panglima Diperlambat
Upaya bela negara, menurutnya, tidak sekedar simbol fisik. Tetapi ada dua dimensi perjuangan yaitu fisik dan diplomasi. Dua hal itu saling mendukung, bukan saling menegasikan.
“Bung Karno sempat khawatir dengan kekuatan yang dimiliki Jenderal Sudirman. Bahkan sempat memperlambat SK pengangkatan Panglima Sudirman. Ketika Jenderal Sudirman ke Jakarta naik kereta api, ia disambut luar biasa oleh masyarakat karena Jenderal Soedirman itu seperti legenda. Beliau tidak pernah ke Jakarta tapi ceritanya didengar oleh rakyat banyak,” paparnya.
Itu menunjukkan betapa Soedirman memiliki kekuatan luar biasa, bisa mengalahkan Bung Karno. Tetapi semua itu tidak digunakan oleh Sudirman, ia tetap loyal kepada pemerintah.
“Jenderal Sudirman menggunakan kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah. Inilah yang kemudian dikenal dengan pertahanan rakyat semesta. Kekuatan Jenderal Sudirman bukan pada kekuatan pendidikan militer, tapi dari sisi kepemimpinan,” tambahnya.
Komponen Pertahanan Negara
Dahnil menerangkan pertahanan rakyat semesta terdapat dalam UU Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. UU ini diturunkan dalam PP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pertahanan Negara juga.
“Dalam PP tersebut terdapat tiga komponen, yaitu bela negara, komponen pendukung dan komponen cadangan. Pertama bela negara yaitu upaya penyadaran tentang pentingnya bela negara yang dilakukan melalui pendidikan,” jelasnya.
Kedua, lanjutnya, komponen pendukung merupakan sumberdaya terlatih seperti polisi, satpam dan hansip yang disiapkan untuk mendukung pertananan negara.
“Dan ketiga adalah komponen cadangan merupakan tentara cadangan. Setiap negara memiliki tentara cadangan. Komcad merupakan relawan yang mendaftar kemudian dilatih sehingga menjadi tentara cadangan,” terangnya.
Selesai pelatihan, sambungnya, komcad kembali ke profesi masing-masing, tidak bertugas sebagai tentara.
“Jika kondisi negara genting, seperti ada ancaman perang maka komcad dikerahkan atas intruksi presiden dan persetujuan DPR. Jadi tidak benar bahwa komcad itu angkatan V yang disiapkan oleh PKI. Ini hoax,” tegasnya. (*)
Penulis Ernam. Editor Sugiran.