Kaum Pengeluh dan Pengumpat oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO-Tausiyah ulama tidak mendamaikan. Kebijakan umara tidak menyejahterakan. Musibah dan bencana silih berganti. Sebab ulama ’menjual’ agamanya, umara ’menjual’ negaranya. Rakyat terus mengeluh tak tahan dihimpit sulit.
Ulama mengeluhkan umaranya. Umara mengeluhkan ulamanya. Rakyat mengeluhkan keduanya. Prasangka buruk menjadi bagian hidup ketiganya. Bagaimana damai tercipta bila ulama dan umara saling menyalahkan. Ulamanya suka mengumpat dan berkata kasar, umaranya membalas beringas. Rakyatnya tebar fitnah, hoax dan doa buruk.
Yang suka mengeluh biasanya kikir lagi pelit. Suka menyalahkan dan cari kambing hitam, merasa lebih baik tapi tidak melakukan apapun kecuali keluh kesah sambung menyambung. Begitulah dosa ditimbun tidak berasa, pikiran butek karena semua dipandang ruwet. Ia suka menyalahkan karena merasa dirinya lebih baik. Lengkap sudah, dosa dianak-pinak.
Rasulullah saw sangat tak suka dengan kaum pengeluh yang berpangku tangan. Jika lihat kemungkaran ubah dengan tangan, kekuatan atau kekuasaan. Kalau tak mampu ubah dengan lisan, gagasan, ide atau konsep yang solutif. Kalau juga tak mampu ubah dengan doa atau kata-kata yang baik. Meski selemah-lemah iman, tapi masih mending daripada terus mengeluh tanpa ujung.
Prasangka
Apa yang didapat dari mengeluh? Apa bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik? Terus menyalahkan rezim, menyalahkan keadaan, menyalahkan pasar, menyalahkan vaksin, menyalahkan sistem, menyalahkan alam, menyalahkan siapa pun yang tidak sepandangan. Tapi tidak melakukan apapun, tidak membantu apapun, dan tidak bekerja untuk kebaikan yang bisa mengubah.
Ia hanya menumpuk prasangka buruk. Dapat jelas melihat kekurangan orang lain tapi lupa dengan amanah yang diberikan. Amanah sendiri belum juga tunai, tapi sibuk melihat kekurangan amanah orang lain. Betapa culasnya.
Orang macam begini pasti hidupnya berat, pikirannya susah, hatinya gelisah karena dibenam cemas. Ia berpikir melampaui kemampuannya. Ia membebani dirinya dengan beban yang bukan bagiannya.
Pikirannya ruwet karena mikir urusan negara yang bukan wewenangnya. Tahu sedikit tapi berkata sangat banyak. Para pengeluh tak punya apapun, selain pikiran buruk karena prasangka. Kebaikannya habis seperti kayu bakar dimakan api. Ia terus menimbun dosa, karena mengeluh yang sangat banyak. Hidupnya tak pernah selesai karena mengurus yang bukan urusannya.
Sungguh indah kehidupan orang mukmin itu. Bila mendapat musibah ia bersabar. Bila mendapat senang ia bersyukur. Keduanya baik baginya. (Hadits Nabi Muhammad saw)
Editor Sugeng Purwanto