PWMU.CO– Surat Abasa inti pesannya, Allah mengingatkan Rasulullah Muhammad saw tentang skala prioritas menjalankan misi dakwah. Bahwa melayani rakyat miskin itu lebih utama daripada memperhatikan para pembesar, bangsawan, para kapitalis karena berharap keimanan mereka.
Demikian disampaikan pengasuh Pesantren Tahfidh Quran Serang, Banten, KH Sachroji Bisri, ketika mengupas tafsir Quran surat Abasa dengan Pendekatan Strategi Taktik. Kajian tafsir ini memakai kitab Jalalain karangan Jalaluddin Mahmud Mahaly dan Jalaluddin Abdurrahman Suyuthi.
Diterangkan, asbabun nuzul surat ini menjelaskan ketika Nabi Muhammad berbincang dengan pembesar Quraisy seperti Utbah bin Rabiah, Walid bin Mughirah, Abbas bin Abdul Muthalib, dan Abu Jahal tiba-tiba masuk Abdullah bin Ummi Makhtum yang buta memotong pembicaraan meminta pengajaran Islam. Wajah Nabi tampak cemberut karena pembicaraannya disela.
Bang Oji, demikian panggilan KH Sachrodji Bisri, menjelaskan, tafsir surat Abasa ini memang teguran kepada Nabi kalau datang rakyat miskin yang sudah jelas keislaman dan keimanannya agar diperhatikan meskipun saat itu ada pertemuan penting dengan para pembesar kafir.
”Ayat-ayat dalam surat ke-80 ini adalah gambaran cara Allah menegur dengan bahasa yang halus,” sambung dia. ”Coba perhatikan ayat pertama ‘abasa wa tawallaa yang artinya dia telah cemberut dan berpaling,” ujar dia.
Kalimat itu, sambung dia, disampaikan tanpa menyebut dhomir (subjek) secara langsung. Lantas siapakah yang dimaksud dia yang cemberut itu? Nabi Muhammad. Kenapa Allah tidak langsung menyebut nama nabi saja kalau ingin menegur? ”Itulah gaya bahasa yang dipakai Allah untuk mengingatkan. Meskipun teguran keras tapi tetap disampaikan dengan halus dengan tidak menyebut nama langsung,” tandasnya.
Pembesar Suka Abai
Dia juga menegaskan, meskipun surat ini berisi teguran namun bukan berarti Nabi Muhammad mempunyai kesalahan. ”Ayat itu menegaskan tentang mengutamakan orang muslim yang meminta pengajaran didahulukan daripada memperhatikan pembesar yang tidak jelas komitmennya,” kata dia.
Al-Quran, tambah dia, sesungguhnya peringatan bagi orang-orang yang mau diingatkan. Biasanya wong cilik dan miskin yang mau mendengar peringatan itu. Pembesar dan orang kaya suka abai dan meremehkan ajaran Islam.
Seperti disampaikan Allah dalam lanjutannya di ayat 2, 3 dan 4 bahwa orang buta yang yang datang itu ingin menyucikan dirinya atau mendapat pengajaran yang bermanfaat. Sedangkan orang-orang kaya yang mendapat perhatian namun tetap kafir (ayat 5,6,7).
عَبَسَ وَتَوَلّٰٓى ١
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
اَنْ جَآءَهُ الْاَعْمٰى ٢
2. karena telah datang seorang yang buta kepadanya.
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهٗ يَزَّكّٰى ٣
3. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرٰى ٤
4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
اَمَّا مَنِ اسْتَغْنٰى ٥
5. Adapun orang yang merasa dirinya cukup
فَأَنْتَ لَهٗ تَصَدّٰى ٦
6. maka kamu melayaninya.
وَمَا عَلَيْكَ اَلَّا يَزَّكّٰى ٧
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
Tafsir dari surat Abasa ini yang dapat diambil pelajaran adalah skala prioritas pembangunan adalah memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil bukan mengutamakan orang kaya. Dalam praktiknya, rakyat miskin yang memiliki militansi dan kesetiaan malah digusur demi memenuhi kenyamanan orang kaya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto