Heboh Wakaf di Tengah Pandemi oleh Heppy Trenggono, pengusaha, Presiden Indonesia Islamic Business Forum.
PWMU.CO- Heboh! Baru kali ini masyarakat heboh ketika membicarakan wakaf. Padahal konsep wakaf bukan hal baru, masyarakat sudah sangat akrab dengannya.
Menjadi pertanyaan karena justru heboh ketika yang berbicara pemerintah. Presiden dengan beberapa menterinya melalui pencanangan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU).
Dalam situasi krisis yang kita hadapi saat ini, jika melihat potensi penerimaan dan kebutuhan pengeluaran negara maka cash flow negara memang benar benar hopeless. Utang sudah banyak dan tidak mudah untuk didapatkan lagi. Mencetak uang berlebihan tidak mungkin dilakukan. Paling genjot pajak di tengah masyarakat yang sedang susah.
Lantas, apakah wakaf bisa menjadi solusi dalam pembangunan ekonomi?
Pertama
Wakaf ini konsep yang luar biasa. Dalam Islam wakaf merupakan souverign fund, merupakan dana kedaulatan. Dalam pembangunan ekonomi, wakaf secara langsung bisa menaikkan kemampuan bersaing, karena wakaf mampu menurunkan kebutuhan investasi beserta cost of fund-nya hingga nol.
Jadi, ketika berbicara pembangunan ekonomi maka wakaf sangat strategis untuk didorong, apalagi dalam situasi krisis. Tetapi untuk mendorong wakaf pemerintah harus menempatkan wakaf ini tetap dalam domain pemiliknya, dari-oleh-dan-untuk komunitas mereka sendiri.
Bukan diambil alih pengelolaannya atau peruntukkannya. Toh, bukankah mereka juga bagian dari bangsa Indonesia? Bukankah golongan ini juga termasuk marjinal dalam ekonomi? Sehingga dengan mendorong wakaf dalam domain mereka akan secara langsung mendorong perekonomian nasional.
Pemerintah perlu melihat wakaf sebagai souverign fund bagi komunitas pemiliknya, terlebih bukan melihat wakaf sebagai salah satu bentuk ekonomi kreatif.
Kedua
Dalam perekonomian, tantangan besar bangsa Indonesia saat ini bukan hanya menghadapi pandemi covid-19 tetapi juga menghadapi pandemi korupsi. Pandemi covid bisa diperhitungkan kapan akan berlalu, tapi bagaimana dengan pandemi korupsi yang mengacau perekonomian ini?
Dalam konteks perekonomian, pandemi korupsi jauh lebih dahsyat daripada pandemi covid. Pandemi korupsi daya rusaknya tidak terukur, tidak bisa diisolasi, melumpuhkan semua sendi negara. Pandemi korupsi membuat semua langkah pemerintah mentah, semua inisiatif perbaikan ekonomi tidak bisa mencapai sasaran, melumpuhkan penegakan hukum, dan menghancurkan mentalitas bangsa bergenerasi.
Pandemi korupsi juga membuat semua usaha pemerintah menjadi sia-sia. Untuk apa mencari utangan Rp 5 triliun – 10 triliun dari negara lain kalau korupsi puluhan triliun semacam Jiwasraya dibiarkan terus berulang terjadi? Untuk apa berjibaku menambal APBN kalau program darurat Bansos saja dikorupsi? Bagaimana mau melakukan sesuatu untuk membangun ekonomi kalau semua kandas dikorupsi?
Pandemi korupsi menurunkan kepercayaan pasar, menurunkan kepercayaan masyarakat. Bahkan para bandit sendiri tidak mau uang hasil korupsinya dikorupsi lagi oleh orang lain. Buktinya dana 11.000 triliun yang berkeliaran di luar tidak bisa dibujuk masuk ke Indonesia. Bagaimana mau membujuk wakaf masyarakat?
Prioritas Berantas Korupsi
Jika pemerintah berkomitmen untuk membangun ekonomi, maka pemberantasan korupsi harus dilakukan dalam prioritas pertama. Dilakukan secara besar-besaran, dengan penanganan yang luar biasa, menyeluruh, hingga ke akar persoalan. Tidak ada kata terlambat. Tanpa itu, Indonesia tidak akan ke mana-mana.
Dalam konteks wakaf ini kita tidak boleh lupa bahwa wakaf bisa terjadi tidak terlepas dari sebuah ajaran, tentang keimanan, tentang bukti ketakwaan seseorang.
Saya sering ditanya, ”Pak, apakah dana wakaf yang potensinya ribuan triliun ini bisa menjadi solusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia?” Jawabannya jelas bagi saya, tidak! Ini jika wakaf hanya dilihat dari perspektif angka saja maka wakaf tidak akan ada artinya. Ribuan triliun APBN tidak menjamin rakyat sejahtera, tidak menjamin Indonesia menjadi negara maju.
Nah, tapi jangankan wakaf ribuan triliun rupiah, wakaf sebesar Rp 50 juta pun akan membuat Indonesia maju jika itu lahir dari presiden yang bertakwa, menteri-menteri yang bertakwa, pemimpin-pemimpin yang bertakwa. Semoga! (*)
Editor Sugeng Purwanto