PWMU.CO – Qunut = NU, yang Tidak Muhammadiyah? Tulisan ini anggap saja sebagai kado kecil sang ‘kakak’ Muhammadiyah untuk ‘adik’-nya Nahdlatul Ulama (NU) yang merayakan harlah (hari lahir) ke-95, 31 Januari 2021. Disebut ‘kakak’ karena Muhamamdiyah lebih tua, karena lahir pada 18 November 1912.
Sebuah humor tentang doa qunut yang menjadi ‘trademark’ NU di Indonesia. Humor karya Prof Dr Abdu Mu’ti MEd, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah—yang juga Bapak Muhammadiyah Garis Lucu—ini semoga semakin memperat ukhuwah islamiyah. Selamat menikmati!
Pemuda dan Doa Qunut
Di masyarakat akar rumput masih terdapat khilafiah antara Muhammadiyah dengan NU. Salah satunya adalah doa qunut. Kalau baca qunut itu NU. Yang tidak baca qunut itu Muhammadiyah.
Soal qunut ini terkadang memicu ketegangan warga Muhammadiyah dan NU. Meskipun, dalam kenyataannya, mereka yang tidak qunut bukan selalu Muhammadiyah.
Suatu ketika ada seorang pemuda shalat Subuh di masjid NU. Karena agak terlambat, anak muda itu shalat munfarid, sendiri, tidak berjamaah.
Sejak awal masuk dan shalat Subuh, Pak Kiai, Imam masjid, memperhatikan pemuda tersebut. Di masjid NU itu si pemuda itu tidak membaca doa qunut.
Segera setelah selesai, Pak Kiai mendekati si pemuda. Dengan nada tinggi, agak marah, Pak Kiai bertanya kepada si pemuda.
“Mas, kok shalat Subuh tidak baca doa qunut? Kamu lupa?”
“Saya tidak lupa Kiai.”
“Lalu kenapa tidak qunut? Kamu Muhammadiyah ya?”
“Tidak Kiai.”
“Lalu kenapa tidak qunut?”
“Saya tidak qunut bukan karena Muhammadiyah, tapi karena saya tidak hafal doa qunut.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni