PWMU.CO – Dalam beberapa hari ini di media sosial dan dunia maya beredar tulisan yang membandingkan negara mayoritas muslim dan sebaliknya. Di tulisan tersebut tertampang nama Prof Lewis Andre, yang diklaim sebagai pemerhati aktivitas muslim Indonesia (Indonesian Moslem Activity) dari Universitas Of Melbourne, Australia.
Simpulan tulisan yang berulangkali menghiasi grup-grup WA dan BBM, termasuk di Facebook itu menyatakan jika penganut agama non-Islam di negara yang mayoritas bukan Islam justru lebih fasis. Tulisan yang beredar, dapat diringkas sebagai berikut.
Ada demo anti Islam di Inggris. Ada demo anti Islam di Jerman. Ada demo anti Islam di Australia. Ada demo anti Islam di Amerika, dan lain-lain. Tapi tidak ada demo anti Kristen, Hindu, Budha di Indonesia yang dilakukan umat Islam dan bahkan di negara-negara mayoritas Islam sekalipun. Silahkan cari, adakah umat Islam pernah melakukan demo anti agama-agama lain di negara mayoritas muslim?
(Baca juga: 6 Sikap Muhammadiyah Tanggapi Rencana Demo 4 November dan Himbauan Muhammadiyah Jatim Terkait Aksi 4 November)
Yang ada hanyalah demo umat Islam yang dilakukan terhadap ‘pribadi-pribadi’, seperti: Salman Rusdy (Inggris), Geert Wilders (Belanda), Charlie Hebdo (Perancis), dan lain-lain. Dan yang terbaru adalah demo anti Ahok di Jakarta atas penistaan agama. (Sekali lagi hanya anti Ahok!)
Masihkah Anda yang merasa muslim dan yang non-muslim menyalahkan demo yang sekarang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lainnya, hanya karena umat Islam yang peduli membela agamanya karena ada unsur penistaan? Bagaimana sikap anda dengan “demo anti Islam” di Inggris, Jerman, Australia, Amerika, dan lain-lainnya itu? Jadi, sesungguhnya siapa yang fasis?
(Baca juga: Ini 5 Pesan Menyejukkan Ketua Muhammadiyah Jatim untuk Peserta Aksi 4 November dan Bersepeda Motor Malang-Jakarta, Pria 70 Tahun Ini Siap Ikuti Aksi 4 November)
Isi tulisan yang beredar itu memang sesuai dengan fakta: tidak ada yang salah. Karena belum pernah ada cerita di berbagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam yang melakukan demo anti anti Kristen, Hindu, Budha, dan lainnnya. Tidak terkecuali di Indonesia, tidak pernah! Yang ada hanyalah demo umat Islam yang dilakukan terhadap ‘pribadi-pribadi’ tertentu, yang baik karena ucapan maupun perbuatannya yang “menyinggung” umat Islam.
Yang kurang tepat dalam tulisan “Prof Lewis Andre” hanyalah satu: nama tanpa orang alias tokoh rekaan (fiktif). Dalam khazanah kajian (Islam) Indonesia, tidak ada yang namanya Prof Lewis Andre. Begitu juga di Universitas of Melbourne Australia, tidak ada profesor yang bernama Lewis Andre. Jika disebut sebagai pemerhati aktivistas Muslim Indonesia, juga belum pernah ditemukan uraian Prof Lewis Andre tentang bidang itu.
(Baca juga: Etika Ber-Medsos Umat Islam Masih Mengkhawatirkan dan Awas! Berita Hoax atas Nama Mendikbud, serta Klarifikasi Berita ‘Hoax’ Arahan Mendikbud)
Kalaupun ada nama yang mirip Prof Lewis Andre yang dari Australia, maka nama tersebut adalah Prof Andrew Lewis. Tercatat sebagai Associate Professor di Murdoch University dan Deakin University. Uniknya, dalam tulisan nama juga ada perbedaan: Lewis Andre di tulisan yang beredar “Andre” tanpa akhiran “w”, sementara satunya “Andrew” dengan akhiran “w”. Lebih daripada itu, “Lewis Andrew” adalah ahli dalam bidang psikologi, bukan kajian (Islam) Indonesia.
Meminjam istilah hadits, maka berita Prof Lewis Andre yang beredar itu shahih dari aspek matan (isi), tapi dlaif/lemah dari aspek sanad (jalur periwayatan). Karena tidak memenuhi 2 persyaratan keshahihah itu, maka berita tersebut tidak bisa diterima sebagai hujjah.
(Baca juga: Klarifikasi Penulis Buku Ayat-Ayat Semesta tentang Tulisan “Untuk Segenap Orang Tua” dan Klarifikasi tentang Berita “Teror” Tokoh Muhammadiyah Garut)
Artinya, tanpa membuat tokoh rekaan Prof Lewis Andre sekalipun, sesungguhnya sudah banyak tokoh non-Muslim yang senada dengan isi berita itu. Kalaupun ingin membuat dan menyebarkan berita tentang ketidakpernahan mayoritas umat Islam mendemo agama lain, tinggal memperbaiki jalur sanadnya. Bukan Prof Lewis Andre, tapi tokoh yang betul-betul riil dan pemerhati Islam yang jumlahnya berjibun.
Dan, untuk merubah “sanad yang dlaif” menjadi “sanad yang shahih” itu sesungguhnya bukan sesuatu yang rumit. (iqbal)