Kudeta Orang Istana tulisan M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Istilah satu ini sedang in saat ini. Dalam kancah internasional ada peristiwa kudeta militer atas penguasa sipil Myanmar. Kanselir negara Aung Saan Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditangkap. Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing diberi wewenang penuh memegang kendali militer oleh Penjabat Presiden Myint Swe. Amerika pendukung Suu Kyi kecewa atas tragedi ini.
Di dalam negeri juga lagi ramai pula rencana kudeta atas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat, oleh gerakan Moeldoko, orang istana, melalui upaya Kongres Luar Biasa. Gonjang-ganjing dan situasi panas di partai setengah oposisi ini cukup mengejutkan.
Rupanya rezim Jokowi ingin menaklukan semua partai politik. Tinggal Partai Demokrat dan PKS saja yang belum bergotong royong dengan pemerintahan Jokowi. AHY pun berkirim surat segala kepada Presiden Jokowi untuk klarifikasi.
Mahfud MD dalam cuitannya membantah ikut dan tahu soal rencana pendongkelan AHY dari kursi pimpinan Partai Demokrat. Di samping Moeldoko ada beberapa menteri dicurigai terlibat dengan rencana ini.
Moeldoko menyatakan, itu sebagai urusan pribadi yang tak berkaitan dengan Jokowi ataupun kedudukannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP). Ia menyebut bahwa kudeta itu dari dalam bukan dari luar.
Lupa dia bahwa kudeta dari dalam biasanya digerakkan oleh luar. Moeldoko seolah menjadi Brutus yang menikam Julius Caesar. Moeldoko diangkat sebagai Panglima TNI oleh Presiden SBY dan beredar pula berbagai pose foto Moeldoko sedang mencium tangan Presiden SBY saat itu.
Isu Kudeta Jokowi
Bulan Oktober 2020 pernah ramai juga isu Jokowi akan dikudeta. Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto yang mengangkat isu itu dengan sebutan kudeta merangkak. Menurutnya, solusi untuk mengantisipasinya adalah reshuffle kabinet.
Lalu Ketua Brigade 98 juga menyebut ada empat kelompok yang ingin mengudeta Jokowi yang salah satunya adalah kelompok Cendana. Tiga kelompok lain disebutkan pengusaha hitam, HTI, dan oligarki.
Masyarakat melihat isu kudeta terhadap Presiden Jokowi hanya mainan untuk meningkatkan wibawa Jokowi sendiri yang terus merosot. Kecuali kudeta dalam partai politik baik melalui pembiayaan jor-joran di forum pemilihan ketua umum atau melalui pembelahan partai, maka kudeta terhadap seorang kepala negara tidak tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia.
Nah, wajar kita curiga ke depan di tengah belepotan dan paniknya pemerintah menghadapi segudang persoalan seperti pandemi, korupsi, pelanggaran hak asasi, macet investasi, tumpukan utang luar negeri, rendah daya beli, serta krisis ekonomi bukan mustahil segera muncul isu kudeta lagi.
Rupanya perlu kreativitas palsu untuk mendongkrak krisis kepemimpinan negara. Akan tetapi rakyat itu semakin cerdas, akan sulit ditipu dengan drama teror walaupun berjudul kudeta.
Acta est fabula, plaudite! Sandiwara telah berakhir, bertepuk tanganlah! (*)
Bandung, 3 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto