Ini diperkuat dengan kisah seorang gadis bernama Khansa’ binti Khizam dari suku Anshar yang dinikahkan oleh bapaknya tanpa sepengetahuannya. Dia lantas menghadap Nabi untuk mengadukannya, yang selanjutnya oleh Nabi, dia diberi hak untuk menentukannya. Namun, akhirnya dia menerima juga atas kehendak orangtuanya itu. Tetapi dia sempat berkata:
… ولَكِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ لِلأَ بَاءِ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ
Tetapi, saya ingin memberitahukan kepada para wanita bahwa (dalam hal pernikahan) ayah-ayah tidak ada hak barang sedikitpun. (HR Nasa’i/Subulus Salam, III, halaman 202).
Dilihat dari hadits ini, maka tindakan anak-anak untuk nekad menikah tanpa persetujuan orangtua. Selama jodohnya orang baik-baik dan tanpa ada masalah, maka sah-sah saja dan tidak termasuk durhaka kepada orangtua. Namun, semua itu apabila dalam kondisi terpaksa. Dalam kondisi normal kiranya hal itu tidak dilakukan. Hubungan anak dengan orangtua, termasuk mertua dengan menantu, haruslah dibina dengan harmonis.
Di sinilah letak kebahagiaan rumah tangga. Sebagai orangtua, kiranya jangan bermain kayu terhadap anak-anaknya dalam hal perjodohan. Apalagi sampai melakukan perbuatan yang dimurkai oleh Allah, semisal mempercayai ramalan tukang ramal dan lentrek. Ikutilah petunjuk agama, demi menuju keselamatan dunia dan akhirat.
baca sambungan halaman 3