Islam Berkemajuan di Antara Mitos, Realitas dan Harapan oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Siapa bisa sebut ta’rif Islam Berkemajuan? Jujur saja saya belum pernah baca atau mendengar definisi rigid selain jargon yang deras mengalir. Terus dipopulerkan dan digemakan tapi saya meragukan bisa dimengerti dan wujud dalam realitas.
Sayang pula saya tak punya kewenangan untuk merumuskan definisi, karakter, apalagi masuk pada merumuskan indikator jargon itu seperti apa. Semestinya jamaah diberi kredo seperti taxonomy bloom agar bisa mengeja dengan benar apa itu Islam Berkemajuan dalam satu bahasa.
Saya hanya berusaha melihatnya dari perspektif yang saya pahami setelah puluhan tahun menjadi aktivis persyarikatan Muhammadiyah.
Sayang pula tidak pernah saya temukan definisi rigid apa itu Islam Berkemajuan yang ditahfidzkan. Jadi maaf, jargon Muhammadiyah itu hanya sebuah istilah yang menggelinding deras di kalangan warga persyarikatan tanpa ta’rif. Kemudian dita’rifkan sendiri-sendiri sesuai pikiran dan kondisi. Jadi harap bersabar bila jargon mengalami banyak reduksi dan penyimpangan substansi.
Bagaimana kalau Islam Berkemajuan itu adalah istilah langit yang hanya dimengerti dan dipahami kaum elite saja. Hanya populer di kampus-kampus besar kemudian jamaah di ranting, cabang atau daerah mengikuti tanpa mengerti. Setidaknya itulah realitas yang saya buktikan. Sampai akhirnya pada suatu titik: Tidak banyak jamaah yang paham jargon itu.
Indikator Islam Berkemajuan
Jika boleh saya tawarkan salah satu indikator Islam Berkemajuan itu adalah suka membaca. Ini bagian paling urgen sebagai pintu masuk menjadi kemajuan. Nonsens mengaku maju tapi tidak suka membaca apalagi menulis. Nonsens mengaku berkemajuan tapi tidak pernah beli buku, berkunjung ke perpustakaan atau bookstore terdekat.
Kultur berkemajuan ditandai dengan literasi sebelum membincang yang lain. Hampir semua peradaban besar dunia dibangun dengan membaca. Menulis suhuf, menyusun manuskrip bahkan kitab besar sebagai rujukan.
Indikator yang lain misalnya: toleran atau terbuka terhadap perubahan. Tidak diam. Tapi terus berubah sesuai kebutuhan zaman. Islam bekemajuan itu futuristik. Dalam bahasa yang acap adalah moderasi. Meski juga melahirkan kebingungan baru. Apakah moderat itu menjadi sikap umat atau eksistensi ajaran Islam?
Boleh juga saya tambahkan Islam Berkemajuan itu jujur. Jujur melihat realitas. Ber-Muhammadiyah dengan jujur. Jujur melihat kekurangan sendiri dan jujur melihat kelebihan atau kebaikan ’lawan’.
Dengan begitu akan tumbuh sikap terus belajar tidak merasa puas, apalagi stagnan tapi terus bergerak maju. Bersikap progresif bukan alon alon waton kelakon. Sebab itu saya kerap berpikir jargon ini lebih dekat dengan paham qadariyah ketimbang jabariyah dengan berbagai revisi.
Mitos
Mungkinkah Islam Berkemajuan adalah yang dalam bahasa aplikasi psikologi disebut sebagai Projectory Imaginary, meniru narasi Rasulullah mengubah Yastrib, yang bermakna kota buangan, kota kegelapan, menjadi Madinah Al-Munawarah, kota yang bercahaya, yang kemudian dikenal lazim dengan nama Mind-Programing.
Jika benar adanya, maka bisa dipahamkan bahwa Islam Berkemajuan adalah model yang diidealkan, bukan sesuatu yang sudah ada, bukan sesuatu yang sudah wujud, tapi sebuah cita-cita atau harapan yang harus diusahakan, yang harus di ikhtiarkan agar wujud menjadi realitas.
Sekali lagi ini hanya ikhtiar, agar bisa melihat dan menjernihkan apakah Islam Berkemajuan dalam konsep utuh, bukan yang parsial yang dimitoskan dan terus direduksi karena tiadanya pemahaman. Tapi yang saya tuliskan juga bukan sesuatu yang absolut benar. Sebab indikator lainnya tidak mengenal pemutlakan atas tafsir. (*)
Editor Sugeng Purwanto