PWMU.CO – Dakwah global diaspora Muhammadiyah di Taiwan menjadi bahasan Prof Dr Abdul Mu’ti MEd dalam silaturahim virtual PCIM Taiwan, Sabtu (6/2/21).
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu mengatakan, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan termasuk yang sangat aktif.
“Saya telah mengikuti perkembangan PCIM Taiwan sejak lama. PCIM Taiwan sangat aktif mengadakan berbagai kegiatan sosial yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, serta memiliki pelbagai amal usaha yang sangat strategis,” ujarnya.
Rintisan Sekolah Muhammadiyah
Dalam kegiatan bertema Cyber Silaturahim Kader Muhammadiyah Taiwan, itu Mu’ti menyampaikan, pusat belajar masyarakat yang dirintis PCIM Taiwan untuk para buruh migran, bisa menjadi rintisan sekolah Muhammadiyah atau pendidikan formal lainnya.
“Terlebih sudah ada kemitraan dengan Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan, Jakarta untuk program S1. Hal ini tentunya dimungkinkan berkat adanya komitmen dari seluruh jajaran PCIM Taiwan, di tengah kesibukan yang amat padat,” papar Mu’ti.
Dia menyarankan, agar Muhammadiyah dapat memperluas dakwah melalui diaspora yang berada di Taiwan. Baik untuk permanen residen, terutama para profesional, maupun pekerja migran Indonesia (PMI). “Masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri telah membentuk komunitas ‘Diaspora Indonesia’,” jelasnya.
Dakwah Global
Menurut dia, hal yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana agar Persyarikatan juga memiliki ‘Diaspora Muhammadiyah’. “Tidak perlu semuanya pulang ke tanah air. Jadilah muhajirin yang memperkuat dakwah Muhammadiyah di Taiwan. Carilah channel dan networking sebanyak dan seluas-luasnya,” tuturnya.
Internasionalisasi Muhammadiyah, kata dia, sebenarnya secara tidak langsung diperkuat para mahasiswa kader Muhammadiyah yang sedang melakukan studi di luar negeri, atau dari beragam kegiatan kemanusiaan dan perdamaian lainnya.
“Muhammadiyah memiliki banyak kemitraan dengan lembaga-lembaga berkelas Internasional, termasuk kerja sama dengan institusi pendidikan dan perguruan tinggi yang berada di Taiwan,” terang Mu’ti.
Bagi Mu’ti, para diaspora yang melakukan studi di luar negeri pastilah memiliki kesempatan emas untuk menjalin hubungan internasional. Baik dari jaringan bilateral, pengalaman berinteraksi dengan berbagai komunitas, pemahaman bahasa, serta dari budaya. “Salah satunya melalui second track diplomation. Indonesia telah lama memiliki hubungan yang baik dengan Taiwan di bidang perdagangan dan pendidikan,” kata Mu’ti.
Perbedaan Itu Sunnatullah
Dalam webinar tersebut, Mu’ti mengutip al-Quran surah al-Maidah ayat 48. “Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan,” sitirnya.
Menurut Mu’ti, ayat ini menjelaskan bahwa secara kodrati, umat Islam itu tidak pernah tunggal. “Kalau sekiranya Allah menghendaki, maka niscaya akan dijadikan satu umat saja,” kata dia mengutip potongan surat al-Maidah 48.
Mu’ti lalu mengutip pendapat Syekh Yusuf Qaradhawi, yang menyatakan memang akan terjadi perbedaan dan keragaman di masyarakat. Perbedaan yang muncul dapat bersifat alamiah, ilmiah, dan amaliah.
“Perbedaan furuiyah atau cabang, terjadi karena proses-proses yang terkait dengan pemahaman terhadap Islam, terkait dengan strategi dalam dakwah dan perjuangan Islam. Ikhtilah atau perbedaan itu terjadi dalam furuiyah, bukan ushuliyah, sehingga tidak menjadikan tafarruq, perpecahan,” paparnya.
Hikmah Perbedaan
Mu’ti juga mengatakan, jika ada tiga hikmah atau keindahan di balik perbedaan. “Pertama, perbedaan adalah sunnatullah. Kedua, perbedaan merupakan bagian dari beragam konsekuensi kita untuk memilih kecenderungan berafiliasi,” ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, adalah hendaklah tidak bertafarruq atau bercerai-berai, namun berlomba-lombalah untuk menjadi yang terbaik. “Bukan merasa diri yang terbaik, tanpa merendahkan yang lain. Jangan pula menjadi sektarian,” tutur Mu’ti.
Saat berhimpun atau bergabung di dalam organisasi, tambah Mu’ti, pengalaman saat berada di tanah air dapat ditransformasikan selama berada di Taiwan, selama terhubung dengan kesamaan akidah.
“Bila berbeda akidah, maka masih terhubung dengan ikatan kemanusiaan. Hal yang perlu dibangun adalah kekurangan kita disempurnakan dengan kelebihan yang lainnya. Saling berkerjasama dan berkolaborasi untuk memperkokoh satu sama lainnya,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, strategi komunikasi efektif dalam berdakwah caranya cukup mudah dan sederhana. Yaitu, perlunya untuk lebih sering bertemu dan saling bekerja sama. “Tentunya di bidang-bidang yang terkait dengan tantangan kehidupan. Misalnya kerjasama di bidang kemanusiaan. Bukan hanya seremonial dan simbolis, namun bersifat jangka panjang,” urainya.
Kerja Sama Kemanusiaan
Kedekatan itu, lanjut Mu’ti, juga dapat dibangun berdasarkan komunikasi yang intens dan sering berinteraksi. “Sering ber-taaruf dan membangun komunikasi yang maksimal. Munculkan kesamaannya dahulu. Perbedaan manusia itu dimulai dari persamaan asal kejadian umat manusia,” urainya.
Mu’ti menelaskan, di dalam al-Quran, kata li ta’arafuu dapat dilakukan dengan beberapa tahapan. “Pertama, dimulai dari pandangan positif orang lain. Kedua, diikuti dengan perilaku, akhlak terpuji atau baik. Ketiga, kemuliaan itu dinilai dari ketakwaan,” ungkapnya.
Di dalam berorganisasi, tetap saling menghormati dan saling bekerja sama. Muhammadiyah telah lama dan sering sekali bekerja sama dengan lembaga-lembaga Internasional, terutama di bidang kesehatan dan kemanusiaan. “Secara tidak langsung, berorganisasi itu adalah sarana kita untuk berdakwah. Contoh lainnya dengan mengadakan silaturahim virtual,” tandasnya.
Kegiatan Cyber Silaturahim Kader Muhammadiyah Taiwan dihadiri 75 partisipan. Kegiatan ini bertujuan, salah satunya adalah sebagai bagian ikhtiar, agar eksistensi Muhammadiyah semakin kuat dan bermanfaat bagi umat. (*)
Penulis Dito Anurogo. Editor Darul Setiawan.