PWMU.CO– Jokowi meminta masyarakat menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. ”Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi, dan pelayanan publik harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan.” Begitu kata Jokowi saat berpidato di Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).
Itu kabar baik. Tapi ada kabar buruknya. Pernyataan itu diucapkan Joko Widodo. Respon masyarakat langsung tertawa sinis. Jejak digital ucapan Presiden Jokowi selama berkuasa mempertontonkan tak selarasnya ucapan dengan perbuatan tentang kebebasan berbicara ini.
Dulu Jokowi pernah berkata, kangen didemonstrasi. Setelah benar-benar demonstran datang, dia ngacir pergi. Dulu dia pernah berkata, tindakan polisi memukuli demonstran itu tidak benar. Kenyataannya setelah dia berkuasa membiarkan polisi menggebuki demontran hingga babak belur. Bahkan ada yang mati.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebut pernyataan minta kritik itu bagian dari permainan dua muka. Menurutnya, Presiden Joko Widodo masih bersembunyi di balik kebohongan komunikasi publik.
”Itu kalau orang Betawi baca headline itu, presiden minta dikritik, komentarnya ”muka gile lu”. Cara orang Betawi membalikkan fakta selalu ada lucunya, tepat sasaran. Seolah presiden gak paham tentang reason perkembangan terakhir kebebasan pers, politik oposisi,” ujar dosen filsafat UI ini.
Politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla menyatakan, publik tidak percaya Istana membutuhkan kritik pedas dan keras karena banyak pengkritik yang dilaporkan ke polisi menggunakan UU ITE. ”Publik sudah ndak percaya. Para pengkritik banyak dilaporkan dg menggunakan UU ITE,” kata menantu KH Mustofa Bisri ini di akun Twitter-nya @ulil.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman berkomentar, pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat aktif menyampaikan kritik dan masukan terhadap pemerintah itu tidak satu kata dengan perbuatan.
Menurutnya, pemerintah saat ini justru antikritik. Masyarakat yang mengkritik ditangkap dan disangkakan pidana. ”Antikritik, banyak orang yang ditangkap dan dijebloskan ke bui hanya karena kritik pemerintah. Tidak satu kata dengan perbuatan. Omongnya tidak antikritik, tapi membiarkan polisi tangkap mereka yang kritik pemerintah,” kata Benny.
Daftar Orang Ditangkap
Kalau didaftar orang-orang yang melontarkan kritik kepada pemerintah lalu ditangkap muncullah nama seperti Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati, Kivlan Zein, Alfian Tanjung, Ahmad Dani, Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Habib Rizieq Shihab, Zaim Saidi, dan lainnya.
Mereka mengkritik keras kepada pemerintah seperti apa yang diinginkan Jokowi. Kemudian kena pasal UU ITE. Ada yang ditangkap lalu dilepas. Ada yang masuk persidangan lalu dijebloskan ke penjara. Ada yang masih proses pemeriksaan, dan persidangan.
Karena itu orang mempertanyakan sebenarnya apa maunya Jokowi dalam menegakkan demokrasi dan hukum. Dia minta kritik, setelah itu membiarkan para buzzer menghujat para pengkritik itu. Lalu melaporkannya kemudian polisi menangkapnya.
Sebaliknya ketika ada orang yang menuntut para buzzer dengan melaporkan ke polisi, tak segera polisi menangkap dan membawanya ke pengadilan. Ada pelaporan terhadap Denny Siregar, Ade Armando, Eko Kuntadi, dan Abu Janda tak diproses oleh polisi.
Presiden tahu perkara ini namun dia diam dan membiarkannya. Para pembelanya mengatakan, mereka yang ditangkap itu sudah cukup bukti untuk diproses perkaranya. Sedangkan pelaporan yang tak dilanjutkan polisi karena tidak ada bukti.
Kebebasan berbicara dan penegakan hukum berjalan ambivalen. Standar ganda. Munafik. Hukum dijalankan hanya ingin melanggengkan kekuasaan. Lantas untuk apa presiden meminta kritik dari rakyatnya kalau hanya berakhir dipenjara.
Orang yang Kapok
Beberapa orang sudah menyatakan enggan lagi menyampaikan kritik untuk memperbaiki kedaan negeri yang sudah menumpuk utang Rp 6.000 triliun ini.
Mantan Menko Ekonomi, Kwik KIan Gie, kapok memberikan kritik dan menyampaikan pendapatnya tentang kondisi negeri ini. Dia langsung diserang oleh para buzzer pemerintah.
”Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam. Tidak sekalipun ada masalah,” tulis Kwik Kian Gie di akun Twitternya, Sabtu 6 Februari 2021.
”Baik-baik, banyak terima kasih. Saya tak mikir dulu lebih baik tutup mulut total saja atau tambah giat dengan data yg valid an konstruktif. Rasanya koq sulit dibayangkan ya para buzzer itu dibayar. Banyak terima kasih untk semua nasihat yg saling bertentangan,” tulisnya lagi.
”Sorry, pilihan kata kurang tepat. Bukan “takut” di-bully oleh para buzzer, dan juga bukan “takut” dikritik sekeras apaun, tapi RASA SANGAT TIDAK NYAMAN DNG KATA2 KASAR DAN KOTOR. Akan aku coba juga ikut2an pakai kata “shit” dan sejenisnya. Pingin ikut arus zaman now,” sambungnya.
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, juga mendapat hujatan di Twitter setelah mengungkap pandangannya bahwa Permadi Arya alias Abu Janda bukan orang NU.
”Mba Alisa gak perlu bergaya preman,gak suka pendapat orang trs lagaknya mau nyamperin. Anda juga harus siap dikritik, toh pendapat anda yg mengatasnamakan NU tdk berati itu juga menunjukan sikap dari NU,” balas seorang buzzer.
”Tipikal yg sama, mentang-mentangnya itu. Mentang-mentang anak Gus Dur yg disegani, lihat bio orang yg beda pendapat adalah kadernya langsung saja intimidasi. Diskusi aja disini, ladenin mentionnya,” kata akun yang lain.
Dijuluki Kadrunwati
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti juga dimaki buzzer gara-gara dia mengajak unfollow twitter Permadi Arya alias Abu Janda.
”Krn ajak unfollow hate speech, krn polarisasi mk stigma identifikasipun diterapkan, dianggap tidak suka golongan hate speech mk sy diidentifikasi sbgai Kadrunwati. Buktinya foto2 dg putri2 cendana dibilang sy ikut trio kadal gurun yg dg Bu Mega mungkin disebut duet banteng.”
Dalam Twitternya, pengusaha ikan dan penerbangan ini menulis: Betapa hebatnya kebencian menguasai Anda. Anda sebarkan kebencian .. keindahan pun Anda bohongkan dan jadikan fitnah. Di bawah tulisan itu dia share postingan buzzer yang menampilkan foto Susi, Titik Prabowo, dan Tutut dengan komentar. Ada trio macan, ada trio kadrun.
Politikus PDIP Dewi Tanjung juga menyerang dia: Bu Susi anda jng merasa sudah paling benar selama menjadi Menteri. Banyak kebijakan anda yg merugikan nelayan itu faktanya. Sekarang anda menyerang pemerintah di mana rasa terima kasih anda kpd presiden. Anda diangkat jd menteri walau anda tamatan SMA. Tunjukkan sikap negerawan sejati.
Susi Pujiastuti bingung juga dengan julukan para buzzer ini. Dalam Twitternya dia menunjukkan foto dengan komentar dari buzzer. Saat berfoto bersama Megawati disebut Susi Banteng. Ketika berfoto dengan Anies Baswedan dijuluki Susi Kadrun. Saat duduk bersama Jokowi dikatakan Susi Cebong.
Nah, membaca ulah para buzzer ini Susi mengajak masyarakat untuk mengatakan kepada presiden agar membubarkan para buzzer. Namun harapan itu tinggal harapan. Buzzer masih dipiara dalam komando Kakak Pembina. Lantas apa gunaya presiden minta kritikan? (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto