PWMU.CO – Resepsi milad ke-104 M atau ke-107 H Muhammadiyah pada tahun 2016 ini berbeda. Selain tidak dipusatkan di pulau Jawa, kali ini Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur akan menyelenggarakannya besar-besaran. Dipusatkan di di Gelora Olahraga (GOR) Bangkalan, Madura pada hari Ahad, 27 November 2016, ditargetkan 25 ribu warga Persyarikatan di Jatim ikut menghadiri. Mengapa harus di Madura?
“Sengaja kita tempatkan di Madura karena banyak aspek. Salah satunya adalah mendorong agar perkembangan organisasi Muhammadiyah di Madura lebih cepat. Sebab, dalam sejarah Muhammadiyah, Madura merupakan daerah yang tergolong paling awal disentuh oleh faham pembaruan Muhammadiyah,” jelas Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Nur Cholis Huda MSi tentang alasan penyelenggaraan Milad di Madura.
Alasan itu cukup masuk akal, karena faham Muhammadiyah di Madura telah masuk sejak tahun 1925-an. Bahkan mendahului berbagai daerah lainnya di Jatim yang saat ini sudah maju. “Pada tahun 1927, Muhammadiyah di bangkalan, Sampang, dan Sumenep sudah berstatus Cabang, bukan hanya gerombolan atau ranting,” jelasnya.
(Baca juga: Puncak Milad Dipusatkan di Madura, 25 Ribu Warga Ditargetkan Hadir dan Instruksi PP untuk Selenggarakan Milad ke-107 Tahun Muhammadiyah)
“Sementara Muhammadiyah di Bojonegoro baru masuk pada 1947, bahkan Lamongan juga baru masuk pada tahun Muhammadiyah Lamongan baru eksis sekitar 1950-an,” tambah Nur Cholis Huda membandingkan kepeloporan faham pembaruan, sekaligus perkembangan Muhammadiyah setempat terkini.
Selain jejak kepeloporan, milad tapak tilas ini juga tidak lepas dari sejarah kepemimpinan Muhammadiyah Jatim yang pernah diketuai oleh ulama kelahiran Pamekasan, Madura. “Bukan hanya itu, bahkan kita di Muhammadiyah Jatim, pernah punya Ketua yang juga kelahiran Madura. Ketika struktur Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dibentuk untuk pertama kalinya pada tahun 1965, yang saat itu masih bernama PMW (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah), Ketua yang diamanahi adalah putra Madura, H Oesman Muttaqien.”
Oesman Muttaqien kelahiran Pamekasan, Madura. Lahir pada 9 April 1914. Bapaknya bernama Wironolo Muttaqien, seorang pegawai pemerintahan di Pamekasan Madura. Masa kecil Oesman dihabiskan di tanah kelahirannya, termasuk menamatkan sekolah Hollandsch Inlandsch School (HIS).
(Baca juga: Gus Ipul: Tak Bisa Dibayangkan jika Indonesia tanpa Muhammadiyah dan Penebar Visi Islam Berkemajuan di Madura)
Setelah menikah dengan wanita asli Sumenep, Kamariya, pada 1944, keduanya hijrah ke Surabaya. Setelah sempat disibukkan dengan angkat senjata dalam perang 10 November 1945 hingga mengungsi ke Malang, Oesman kembali ke Surabaya dan menetap di daerah Pacar Keling pada 1949.
Aktif di Muhammadiyah Cabang Surabaya Timur, bahkan menjadi ketuanya. Beberapa amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang berdiri pada zamannya sebagai pimpinan cabang adalah Panti Asuhan Yatim (PAY) Muhammadiyah di Jl. Gersikan, serta merintis pendirian Rumah Sitti Aisyiyah Pacar Keling. Tercatat sebagai aktivis Muhammadiyah yang paling memahami seluk-beluk PKI, Oesman merupakan penggerak utama pembasmian PKI.
Sesaat sebelum peristiwa G-30 S/PKI, kepimpinanan Muhammadiyah Jatim terjadi mengalami pergantian: dari HM. Shaleh Ibrahim ke H. Oesman Muttaqien. Pergantian saat itu belum melalui musyawarah yang melibatkan pimpinan daerah seperti sekarang, melainkan hanya beberapa orang saja. Bertempat di Gedung Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) di Jl. Gentengkali, peserta rapat sepakat mendaulat Oesman Muttaqien sebagai Ketua.
(Baca juga: Masjid Kiai Dahlan saat Bertetirah di Pasuruan yang Sudah Berubah dan 6 Fakta Ketua Pertama PWM Jatim, KH Abdulhadi)
Sejak peristiwa itu pula, istilah Majelis Perwakilan PP Muhammadiyah Provinsi Jatim berubah menjadi Pimpinan Muhammadiyah Wilayah (PMW) sebelum dirubah lagi menjadi PWM pada tahun 1987. Kepemimpinan Oesman berlangsung hingga akhir 1968, dan digantikan oleh KHM. Anwar Zain.
Bagaimana dengan kini? “Alhamdulillah, setelah acara di Universitas Muhammadiyah Surabaya ini, Pak Yasin (Moh. Yasin, Ketua PDM Sumenep) akan langsung bermusyawarah dengan PDM se-Madura untuk mendirikan Universitas Muhammadiyah. Semoga di Madura segera berdiri Universitas Muhammadiyah,” begitu jelas Ketua PWM Jatim, DR M. Saad Ibrahim dalam penutupan acara Turba Seri V di Unmuh Surabaya yang dihadiri jajaran PDM Kota Surabaya dan PDM se-Madura, kemarin Ahad (6/11).
“Saya sengaja tidak menyebut Madura, tapi M, agar nantinya bisa seperti UMM yang di Malang,” tambah Saad yang disambut tepuk tangan peserta sebagai penyemangat. Tentang megaproyek ini bisa dilihat di 2 link berita berikut: Menanti Mega Proyek Pendirian Universitas Muhammadiyah Madura di 2017 dan Minggu ini 4 PDM Bersua, Bahas Pendirian Universitas Muhammadiyah Madura.
Semoga segera terealisasi Universitas Muhammadiyah Madura. (kholid)