PWMU.CO – Din Syamsuddin: Kasus Saya Kecil, tapi di Belakangnya Besar. Hal itu terkait kasus yang ia hadapi yaitu pelaporan dirinya oleh GAR ITB.
Dia menyampaikan pendapatnya itu dalam acara Apel Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah, Senin (15/2/2021).
Din mengatakan, kasus pelaporan atau pengaduan atas dirinya sebagai ASN (aparatur sipil negara) yang dituduh terpapar radikalisme dilakukan oleh segelintir kelompok yang menamakan dirinya Gerakan AntiRadikalisme (GAR) ITB.
“Saya katakan segelintir, karena ada puluhan ribu atau bahkan mungkin ratusan ribu alumni ITB menyampaikan pada saya dukungan mereka, simpati mereka. Termasuk juga yang menyebut dirinya KAPPAK (Keluarga Alumni ITB Pendukung Pancasila dan Anti-Komunis) yang selama ini memberi dukungan pada saya,” terangnya.
Kepada PWMU.CO Kamis (18/2/2021) sore, Din Syamsuddin menjelaskan apa yang dimaksud kasus kecil tapi di belakangnya besar tersebut.
“Tuduhan radikal atas diri saya oleh sekelompok orang yang menamakan diri Gerakan Anti-Radikalisme saya rasakan sebagai masalah kecil, tapi kekuatan yang berada di belakangnya sangat besar,” terangnya.
Saya katakan kecil, sambungnya, karena tuduhan tersebut tidak berdasar dan mereka yang melakukannya hanyalah kelompok kecil karena tidak mewakili mayoritas ilmuwan atau intelektual alumni ITB. Bahan terkesan caranya bodoh dan ceroboh.
“Mereka hanyalah pion-pion yang boleh jadi disetir oleh satu dua pihak yang memiliki kepentingan masing-masing. Walau demikian, mereka bertemu pada rona fobia kepada Islam dan figur-figur Muslim,” terangnya.
Hal itu menurut dia terbukti dengan adanya gugatan kelompok tersebut terhadap pengusaha Muslimah, Nurhayati Subakat, yang bekerja sama dengan Yayasan Masjid Salman memberi beasiswa kepada mahasiswa Muslim ITB.
Bukti lainnya, ungkap Din Syamsuddin, adalah sikap mereka terhadap Dekan Fakultas Teknik Industri ITB Prof Brian Yuliarto yang dianggap pernah bersimpati kepada PKS. Juga adanya postingan jubir kelompok tersebut yang menggugat suasana pengajian di ITB.
Dia menjelaskan, pengaduan GAR ke KASN memang pada Oktober 2020, tapi karena KASN tidak memproses maka mereka mendatangi lagi KASN dua pekan lalu untuk mendesakkan pemrosesan.
“Mereka juga mengirim pengaduan ke Menkominfo, Ketua Satgas Radikalisme. Hal inilah yang memimbulkan reaksi,” katanya.
Menurut Din Syamsuddin, GAR memang tidak secara eksplisit menuduh dia radikal, tapi karena mereka menamakan diri Gerakan Anti-Radikalisme dan mengadu ke Satgas Radikalisme, maka tidak dapat dibantah kalau mereka menuduhnay radikal.
“Di sinilah ketakcerdasan pentolan GAR. Mereka juga tidak paham ASN, seperti kata mantan Wapres Jusuf Kalla, jika ASN itu dua macam: ASN struktural dan ASN akademisi yang mempunyai hak kebebasan akademik,” terangnya.
Selain ASN akademisi, Din Syamsuddin adalah tokoh ormas Islam seperti Muhammadiyah dan MUI yang punya kewajiban kontrol sosial. Apalagi sebagai putra Sumbawa Din mengaku tidak takut kepada siapapun kalau sudah menyangkut kebenaran dan keadilan.
Bermula dari MWA ITB
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 2005–2010 dan 2010–2015 itu menyatakan, secara kronologis, pelaporan itu bermula karena keberadaan dirinya menjadi Majelis Wali Amanah (MWA) ITB. Rupanya ada sekelompok orang yang tidak suka.
Kronologis itu juga diperoleh PWMU.CO dari sebuah surat tertanggal 17 Juli 2019 yang Din Syamsuddin ditujukan kepada Ketua MWA ITB. Dalam surat tersebut Din secara lengkap menjelaskan bagaimana proses dia diminta menjadi anggota MWA ITB hingga diminta mundur oleh sekelompok alumni ITB.
Din menulis, dirinya diundang dan diangkat sebagai anggota MWA ITB mewakili masyarakat melalui pemilihan oleh Senat Akademik ITB.
“Saya merasa itü sebagai suatu kehormatan dan untuk itu saya mengucapkan kasih,” tulisnya dalam surat setebal 11 halaman itu.
Dia menyampaikan, sesuai penjelasan Ketua Senat Akademik İTB Prof Dr Hermawan Diponjono pada pertemuan perkenalan para anggota MWA ITB, Din Syamsuddin dipilih antara lain untuk ikut membantu upaya ITB menjadi a World Class University.
“Mungkin karena saya dianggap memiliki jaringan internasional. Walaupun bagi saya amanat itü berat, terutama bersamaan dengan upaya merintis pendidikan
Universitas Islam Internasional di lingkungan Pesantren Modern Internasional Dea Malela di Sunmbawa.
“Namun saya merasa amanat dari Senat Akademik ITB mulia adanya. Perasaan demikian bertambah kuat setelah mendengar pernyataan Menristekdikti waktu itu—Prof Dr Muhammad Nasir ketika menerima delegasi anggota MWA ITB di kantornya—bahwa pemerintah bertekad mendukung sejumlah perguruan tinggi negeri, termasuk ITB, untuk meraih rangking dunia yang semakin meningkat,” terang Din Syamsuddin.
“Terus terang, tanpa saya dihubungi sebelumnya, rupanya panitia pemilihan menyampaikan kepada sekretaris saya—agar tidak memberi tahu kepada saya—dan hanya meminta dokumen riwayat hidup yang rupanya itu diminta oleh panitia pemilihan di senat akademik ITB yang berwenang untuk mengangkat anggota MWA,” jelasnya di acara Kokam itu.
Dia menjelaskan, karena harus ada wakil dari masyarakat maka dicalonkan dan dipilihlah beberapa. Ada Nurhayati Subakat pemilik Wardah yang juga Bendahara Majelis EKonomi PP Muhammadiyah, Achmad Zaky pemilik Bukalapak, juga Yani Panigoro—adik pengusaha Arifin Panigoro—yang pernah menjadi MWA periode sebelumnya.
“Bahkan menurut mantan Rektor ITB Prof Dr Djoko Santoso, beliau memanggil saya Pak Kiai dan mengatakan, ‘Pak Kiai memperoleh dukungan besar di Senat ITB teringgi mewakili masyarakat.’,” ujar Din menirukan pernyataan Djoko Santoso.
“Maka saya agak kaget ketika ada permintaan, saya diminta untuk membantu berkaitan dengan jejaring yang saya miliki di luar negeri. Maka saya bismillah melakukan itu,” kata Din.
Din merasa agak terbagi karena sekitar tahun 2020-2021 ini mempunyai rencana untuk mendirikan Universitas Islam Internasional di dekat Pesantren Modern Internasional Dea Malela yang ia dirikan dan ia asuh di Sumbawa. Tentu ia khawatir ini akan berhimpit dan terjadi konflik.
“Singkat cerita rupanya kabar saya terpilih ini tidak disukai oleh sekelompok orang. Termasuk ada pejabat tinggi alumni ITB yang rupanya tidak suka Islam berkembang,” papar Ketua Umum MUI 2014-2015 tersebut.
Inilah yang menurutnya kemudian dijadikan alasan. Rupanya keberadaan Din Syamsuddin ini dikhawatirkan akan mendukung aspirasi keberadaan Islam.
“Padahal tidak juga demikian. Tentu akan saya kedepankan dialog di antara mereka,” tandas Din.
GAR ITB Mencari-cari Kesalahan
Menurut Din, rupanya mereka mencari-cari kesalahan. Kebetulan ada pernyataan dia tentang keputusan MK sebagai hasil pilpres, dianggap inkonstitusional. Padahal menurutnya hal itu sebenarnya bentuk pandangan politik yang ingin mendamaikan Indonesia.
“Saya katakan terkait dengan keputusan MK adalah sikap konstitusional kita untuk menerimanya, sebagai bentuk taat konstitusi. Namun jika ada pihak di tubuh bangsa ini yang mempersoalkan, yang kecewa dan menyatakan ada ketakadilan kejujuran, itu adalah haknya yang bersifat moral. Namun marilah kita tetap bersatu sebagai bangsa,” terangnya.
Din Syamsuddin mengatakan, itu adalah pandangan politiknya yang sebenarnya ingin melakukan ishlah. Tentu dengan cara dia mengatakan kebenaran sebagai kebenaran dan kesalahan sebagai kesalahan. Rupanya pernyataan ini dirasakan oleh kelompok tertentu sebagai merugikan.
“Seolah-olah saya menolak keputusan MK itu. Kalau saya menolak tentu akan saya nyatakan secara tegas dan bila perlu menyerukan kepada bangsa terutama yang sepaham dan sepakat dengan saya untuk menolak itu. Tapi kan tidak demikian,” tegasnya.
Kepada PWMU.CO Din Syamsuddin uga menjelaskan tentang tentang KAMI ( Koalisi Aksi Menyelamatkan Indinesia). “Masak ada kelompok yang kritis tehadap pemerintah dianggap oposan,” katanya.
Menurut dia, kalau membaca maklumat KAMI semuanya dapat dipertanggungjawabkan secara akademi tentang kerusakan politik dan ekonomi. “Lihat saja indeks demokrasi dan indeks korupsi Indonesia, bukankan semuanya menunjukkan fakta yang memprihatinkan?” ujarnya.
Tentang pemakzulan, dalam Webinar Mahutama, Din yang diundang sebagai keynote speaker mengatakan, sejak awal dia sudah menyatakan bahwa akan berbicara secara akademik dan memberi perspektif pemikiran politik Islam, bidang ilmu yang diampunya di FISIP UIN Jakarta.
Maka dalam penyampaiannya, Din menjelaskan jika di kalangan ulama politik Islam para ulama ada pandangan yang memungkinkan pemakzulan pemimpin. Dia lantas mengutip pendapat mereka antara lain Al-Mawardi. Jadi, menurut Din, pidato kunci itu ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Din menyampaikan hal-hal seperti itulah yang dijadikan alasan segelintir kelompok yang tidak menyukai dirinya itu, bahkan mendesak Din untuk mundur dari MWA ITB.
“Saya agak kaget. Saya pihak yang diundang tidak atas keinginan sendiri dan diminta untuk membantu ITB, tapi kemudian ada pihak yang tidak suka,” kata Din Syamsuddin. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni