Ketika Imam Jumat Tukar Guling Ayat adalah kisah nyata. Mungkin kita mentertawakan (dalam hati), meski kesalahan seperti itu manusiawi.
PWMU.CO – Ada beberapa kalimat atau ayat di dalam al-Quran yang memiliki kesamaan, meski kalimat atau ayat sebelum dan sesudahnya berbeda.
Kesamaan seperti itu kadang membuat seorang imam melakukan kesalahan. Tentu tidak disengaja. Sesuatu yang manusiawi. Kalau tak pernah salah, namanya bukan manusia, melainkan malaikat.
Seperti yang dialami seorang khatib Jumat yang sedang mengimami Jumatan di sebuah pabrik obat pembasmi serangga di kawasan industri ternama di Rungkut Surabaya, beberapa tahun silam.
Kala itu pada rakaat pertama—seperti dianjurkan Nabi Muhammad SAW—sang imam membaca surat al-A’la. Semula bacaanya lancar jaya. Tetapi ketika sampai pada kalimat “fadzakkir” (فَذَكِّرْ) sang imam melanjutkan dengan kalimat إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (innama anta mudzakkir).
Padahal mestinya berlanjut إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَىٰ (innafaati dzikra) sesuai bunyi ayat keenam al-Al’la. Tentu ini mengejutkan bagi jamaah, soalnya itu masuk surat al-Ghasiyah ayat 21.
Tapi GPL—alias gak pakai lama—ada makmum yang mengingatkan dan membetulkan tukar ‘guling’ ayat itu. Maka berlanjutlah jamaah shalat Jumat di siang yang panas itu.
Sama di At-Tin dan Al-Ashr
Surat yang memilik kesamaan ayat dan (mungkin) sering tertukar saat dilafalkan (imam) ada juga di surat at-Tin dan al-Asyr.
Pada ayat keenam at-Tin ada kalimat berbunyi:
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ Kalimat ini juga terdapat dalam ayat ketiga al-Asyr dengan redaksi yang sama persis.
Hanya, kelanjutannya berbeda. Dalam surat at-Tin bunyi selanjutnya adalah فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Sedang dalam surat al-Asyr ayat 3 kelanjutannya berbunyi وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Kesalahan baca ayat tidak saja terjadi pada kita-kita. Bahkan Nabi Muhamamd SAW—sebagai basyar (manusia)—juga pernah mengalaminya.
Sebagaimana hadits dari Musawir bin Zaid al Asadi, dia mengatakan, “Aku menyaksikan Rasulullah SAW membaca surat al-Quran dalam shalat, kemudian beliau meninggalkan suatu ayat, dan tidak di bacanya. Maka ada seseorang berkata kepada beliau:
‘Wahai Rasulullah, Anda telah meninggalkan ayat ini dan ini.’ Lantas Rasulullah bersabda, ‘Mengapa kamu tidak mengingatkan aku tentang ayat itu?’ Sulaiman berkata dalam haditsnya, “Pendapatku bahwa ayat tersebut telah di-nasakh (dihapus).’,” (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah)
Syariat Islam Manusiawi
Untungnya, dalam fikih ada mekanisme koreksi. Yakni bagaimana jika seorang imam melakukan kesalahan atau lupa ayat. Caranya: makmum langsung membetulkannya dengan membaca ayat yang benar secara jahr (suara keras).
Oleh karena itu, etika shalat berjamaah mengutamakan makmum yang berada di belakang imam itu bacaanya lebih banyak dan bagus. Sehingga kalau bacaan imam salah, dia bisa membetulkan. Bahkan jika imam batal dan undur diri, dia yang akan menggantikannya.
Bagaimana jika makmum juga lolos, artinya tak sadar juga jika imam melakukan kesalahan? Ya gimana lagi! Namanya lupa, tidak sadar. Allah Maha Pengampun. Apalagi membetulkan itu juga hukumnya tidak wajib.
Inilah salah satu keunggulan syariat Islam: sangat manusiwi. Mudah dan realistis. Jangankan ‘hanya’ lupa ayat. Lupa jumlah rakaat—atau kesalahan gerakan shalat lainnya—juga ada mekanisme pembetulannya.
Teknisnya: makmum mengucapkan ‘subhanallah’ dengan keras (maksudnya sampai terdengar imam, jangan berteriak-teriak yang menggemparkan). Sementara kalau jamaah perempuan dengan cara menepukkan tangan. Hal ini terdapat dalam hadist riwayat Muslim dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idi
Jika setelah makmum mengingatkan itu imam sadar, maka dia membetulkan gerakannya. Misalnya pada rakaat kedua—dari shalat empat rakaat—dia lupa tidak duduk taysahud awal, maka saat sudah berdiri, dan sadar setelah diingatkan, dia bisa duduk kembali. Lalu di akhir rakaat dia memimpin sujud sahwi dua kali sebelum salam.
Usai Shalat Baru Sadar
Lalu bagaimana jika imam dan atau makmum baru sadar kesalahan usai salam? Maka makmum bisa memberi informasi pada imam setelah selesai shalat. Hal ini pernah terjadi di zaman Nabi SAW. Saat itu Nabi SAW jadi imam shalat Ashar dan cuma melakukan shalat dua rakaat.
Setelah selesai shalat baru ada sahabat yang mengingatkannya. Awalnya merek mengira Nabis sedang mengghasar shalat. Tapi begitu diingatkan, Nabi SAW langsung mengajak makmum menambah dua rakaat Setelah itu melakukan sujud sahwi. Sebagaimana hadist dari Abu Hutaitah yang dieiwayatkan Muslim.
Setelah membaca hadist soal itu saya membayangkan, oh kira-kira hkmahnya Allah ‘sengaja’ membuat Nabi SAW lupa rakaat ialah agar ada contoh atau sunnah bagaimana mekanismenya jika terjadi kealpaan dalam shalat.
Sebab umat Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang tak lepas dari lupa dan kesalahan. Dan bukankah kita juga pernah mengalami lupa atau salah dalam gerakan dan bacaan shalat? (*)
*) Imam Jumat tukar guling ayat di atas adalah pengalaman pribadi penulis: Mohammad Nurfatoni. He-he-he, khatib juga manusia, bukan hanya rocker.