Menteri Teten Kritik Pemerintah oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Indonesia memang unik. Setelah enam tahun Presiden Jokowi memerintah barulah masyarakat diminta untuk melakukan kritik kepada pemerintah. Sayangnya banyak yang tidak percaya karena menengok pada sejarah. Presiden yang sama pernah menyatakan rindu untuk didemo, namun setelah didemo, eh, banyak yang ditangkap, menjadi korban kekerasan, bahkan tewas ditembak.
Soal kritik, keunikan muncul kembali. Ada menteri yang mengeluh atau mengkritik kebijakan pemerintah. Publik merenung apakah menteri bukan bagian dari pemerintah? Atau mungkin karena tidak ada visi misi menteri tetapi yang ada adalah visi dan misi presiden, maka menteri bebas mengkritik visi misi presiden?
Adalah Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang curhat berkonten kritik dalam acara Program Kolaborasi Akselerasi Mencetak 5000 Eksportir. Menteri Teten menyatakan, KUKM telah dipersulit oleh pemerintah untuk melakukan ekspor. Banyak izin dan sertifikat yang harus dipenuhi untuk hal ini. Akibatnya KUKM berat untuk melakukan ekspor berbagai komoditas. Sebaliknya impor dari negara lain justru sangat mudah. Tidak berbelit belit.
Sebagai rakyat apalagi pengusaha KUKM tentu berharap ada langkah konkret untuk mempermudah ekspor dan mempersulit impor. Hal ini untuk mendorong semangat agar KUKM menjadi sokoguru usaha masyarakat yang bukan saja diproteksi tetapi dibantu dan didorong oleh pemerintah.
Seharusnya Menteri Teten bukan dalam kapasitas mengeluh atau mengkritik tapi langsung mengambil kebijakan atau mendiskusikan dengan menteri lain untuk keluarnya suatu kebijakan. Bila perlu menekan presiden agar mengeluarkan kebijakan yang memudahkan dan menguntungkan KUKM.
Menteri Jadi Pengamat
Masyarakat dan pelaku usaha KUKM butuh mendengar dan menjalankan kebijakan yang memudahkan untuk ekspor. Tidak perlu diajak untuk ikut pusing bersama pusingnya sang menteri. Apalagi hanya untuk mendengar curhat atau kritikan. Menteri itu bukan pengamat tetapi pengambil keputusan. Menteri adalah pemerintah.
Pemerintahan memang kacau. Koordinasi dalam kabinet tidak bagus. Presiden dan menteri cari panggung sendiri-sendiri. Mungkin juga korupsi sendiri-sendiri. Saling mengkritik pula. Teringat bulan Juni 2020 dalam Rapat Paripurna Kabinet, presiden mempertontonkan marah-marah dan mengkritik para menteri di panggung publik.
Entah apakah ini pertanda menteri yang tak becus atau presidennya sendiri? Atau kedua-duanya. Kasus keluhan, curhat, dan kritik Menteri Tenten Masduki adalah bukti inkompetensi atau impotensi.
Pernyataan presiden bahwa tidak ada visi menteri mengukuhkan sistem pemerintahan presidensial. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Presiden adalah penanggungjawab. Karenanya kekacauan kebijakan ekspor impor, kemerosotan ekonomi, tingginya utang luar negeri, hingga pelanggaran hak asasi oleh polisi, maka muaranya adalah presiden.
Semoga sistem pemerintahan presidensial tidak menyebabkan presiden menjadi pembawa sial. Apalagi jika berwatak pembual dengan kabinet abal-abal. Membawa Indonesia meluncur terus menuju predikat negara gagal. (*)
Bandung, 20 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto