PWMU.CO – Pertentangan Buya Hamka-Mohammad Yamin Berakhir Husnul Khatimah diungkapkan oleh putra ke-9 Buya Hamka, Drs H Afif Hamka.
Afif Hamka menyampaikannya saat menjadi pemateri dalam Webinar ke-16 yang digelar secara virtual oleh Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LP2PPM), Jumat (19/2/2021). Webinar ini mengambil tema Profil Ketokohan, Keulamaan dan Perjuangan KH Mas Mansur dan Prof Dr H Buya Hamka.
Balas Pidato di Koran
Dia menceritakan sempat mengikuti koran-koran saat masih adanya Konstituante. Konstituante itu semacam DPR era sekarang. Buya Hamka anggota Konstituante dari Partai Masyumi.
“Kita tahu bagaimana perjuangan Masyumi untuk mendirikan negara Islam. Gejolak politik di koran-koran itu dan bagaimana pidato-pidato Buya Hamka ditentang oleh musuh politiknya yaitu Mr Mohammad Yamin, seorang tokoh di negeri ini dari PNI,” paparnya.
Pertentangan itu, sambungnya, terus terjadi. Saling balas dalam pidato yang dimuat koran-koran. Bahkan di luar sidang Konstituante wajah perseteruan itu tegang sekali.
Ditolak Dimakamkan di Sumbar
“Di Sumatera Barat (Sumbar) boleh dikatakan semua orang antikomunis. Perbedaan politik juga membekas di masyarakat Minangkabau,” jelas pria yang juga anggota Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini.
Mohammad Yamin, ungkapnya, berasal dari Desa Talawi Kota Sawahlunto Sumbar. Tetapi Mohammad Yamin di kampungnya tidak disenangi oleh masyarakat.
“Mohammad Yamin menyatakan kalau meninggal ingin dimakamkan di desanya. Tetapi Ninik Mamak orang-orang tua di desa itu menolak,” urainya.
Talkin Sebelum Wafat
Suatu saat, lanjutnya, datang utusan dari keluarga Mohammad Yamin. Mohammad Yamin meminta Buya Hamka datang menjenguknya di RSPAD. Buya Hamka kemudian datang menjenguknya. Di situlah Mohammad Yamin bicara, minta maaf dan persahabatan mereka berlangsung lagi.
“Mohammad Yamin meminta sesuatu yang amat berat bagi Buya Hamka. Dia minta agar Buya Hamka membujuk orang di desanya agar dia bisa dimakamkan di desanya. Dia juga mohon Buya Hamka menuntun talkin pada saat akan menghembuskan nafas terakhir,” kisahnya.
Rupanya, Buya Hamka sempat menuntun talkin ketika Mohammad Yamin akan meninggal dunia pada 17 Oktober 1962.
“Dan Buya Hamka sendiri yang mengantarkan dan itu diterima oleh ninik-mamak-datuk masyarakat di kampungnya. Akhirnya Mohammad Yamin dimakamkan di kampung halamannya meski awalnya masyarakat menolak,” terangnya.
Buya Hamka Bukan Pendendam
Persahabatan itu terjalin sampai istrinya Mohammad Yamin datang khusus ke rumah Buya Hamka membawa kenang-kenangan berupa tongkat.
“Buya Hamka kan pakai tongkat. Jadi istri Mohammad Yamin memberi hadiah berupa tongkat. Saya ingat kalau dibuka ada pedangnya di dalam tongkat itu,” ungkapnya.
“Jadi Buya Hamka dengan musuh-musuh politiknya tak pernah dendam. Buya Hamka sangat lapang dada. Sehingga husnul khatimah pergaulan Buya Hamka dengan Mohammad Yamin,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.