PWMU.CO – Hajriyanto: Nadjamuddin Ramli Ibarat Kunci Inggris. Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Republik Indonesia di Libanon Hajriyanto Y Thohari.
Dia menyampaikannya saat menjadi salah satu nara sumber Pengajian Orbit Virtual, Kamis (25/2/2021). Pengajian yang dibina oleh Prof Din Syamsuddin ini mengambil tema Tadzkirah Kematian: Mengenang Kewafatan Dr Nadjamuddin Ramli MSi. Nadjamuddin meninggal dunia pada Sabtu (20/2/2021).
Menurut Hajri, sapaan akrabnya, tentu saja semua bersedih dengan wafatnya Nadjamuddin Ramli. Dan kematian memang selalu membawa kepada kesedihan.
“Bahkan bagi kalangan pesimisme yang berfalsafat hidup itu tidak ada makna dan gunanya. Hidup itu juga tragis dan tragedi serta merupakan siksaan. Tetapi tetap saja memandang kematian sebagai menyedihkan dan tragedi,” ujarnya.
“Ini kan unik dan kontradiksio interminis. Mereka bilang hidup itu tak ada maknanya tetapi kematian itu tragedi yang tragis,” tambahnya.
Bagaimana pun juga, lanjutnya, yang namanya kematian itu mengundang kesedihan yang sangat mendalam. Tentu saja pertama bagi keluarga.
“Hadir di forum ini adik beliau AKBP Siradjuddin Ramli. Tentu saja para saudara, sahabat, dan handai tolan juga akan bersedih dengan kematian,” ungkapnya.
Salah satu hiburan bagi keluarga dan sanak saudara yang ditinggal wafat oleh saudaranya biasa dibacakan ayat kullu nafsin dzaiqatul maut. Jadi setiap pribadi itu akan mati.
“Bahkan bukan hanya pribadi atau seseorang tetapi umat disebutkan dalam al-Quran juga akan mati. Umat bisa dimengerti sebagai kaum, golongan, nation atau bangsa. Dan bila waktu ajalnya suatu umat, kaum atau bangsa tiba maka tidak bisa menunda atau mengakhirkannya beberapa saat sebagaimana juga tidak ada yang bisa mempercepatnya,” paparnya.
Berebut Kamar di PP Muhammadiyah
Hajri mengaku mengenal Nadjamudin Ramli dalam forum-forum acara angkatan muda Muhammadiyah (AMM). Dan mengenal sejak lama almarhum sebagai salah seorang kader yang tangguh.
“Dulu ada dua Najamuddin di Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah. Yang satu Nazamuddin dari NTB dan satunya Nadjamuddin Ramli. Mungkin artinya bintangnya agama,” ujarnya.
“Kami sama-sama orang yang datang dari daerah. Juga sama-sama bukan dari keluarga berada. Tentu sangat mengalami kesulitan ketika berada di Jakarta. Saya dosen di Undip Semarang dan Nadjamuddin dosen di Universitas Tadulako,” imbuhnya.
Kami sama-sama orang daerah yang masuk belantara Jakarta. Tidak punya rumah dan tidak punya kendaraan. Maka kami sering berebut kamar di PP Muhammadiyah. Di gedung PP Muhammadiyah Jalan Menteng lantai dasar itu ada empat kamar.
“Satu kamar kuncinya saya kuasai bersama Nadjamuddin. Tidak ada seorang tamu pun bisa menempati kamar itu karena kuncinya berada di tangan saya dan Nadjamuddin Ramli,” kenangnya sambil tersenyum.
Karena memang tidak punya rumah di Jakarta, sambungnya, maka kami tinggal di guest house PP Muhammadiyah. Kami suka berebut kamar dan juga berebut mobil, karena kami berdua tidak memiliki mobil di Jakarta.
“Kemudian oleh salah seorang pejabat pemerintah kami diberi sebuah mobil Daihatsu. Dan saya sering berebut mobil dengan Nadjamuddin untuk menghadiri acara-acara di Jakarta,” ungkapnya.
The Man of Floor
Hajri menegaskan, Nadjamudin Ramli merupakan seorang yang sangat berterus terang sebagaimana tradisi di luar Jawa.
“Dan berhadapan dengan saya yang orang Jawa yang cenderung tertutup dan menutupi keinginan-keinginannya. Tapi kami bergaul dengan baik dan intensif. Apalagi Nadjamuddin ini seorang yang dapat diandalkan di lapangan. Boleh kita sebut Nadjamuddin ini The Man of Floor,” urainya.
Kalau dulu, lanjutnya, kita mengenal floor leader. Yaitu pimpinan atau koordinator di lapangan, atau leader dalam suatu forum. Maka Nadjamuddin ini juga seorang floor leader.
‘Bisa juga disebut The Man of Meeting. Orang yang selalu bisa tampil dengan sangat baik dan terima dalam suatu forum. Forum-forum yang sifatnya persidangan, diskusi, seminar, atau forum perdebatan Nadjamudin menemukan habitusnya,” jelasnya.
Penulis di Koran dan Majalah
Dengan diksinya yang tegas, artikulasinya yang jelas dan penuh keberanian. Bukan hanya itu tetapi juga ditunjang dengan kepercayaan diri yang luar biasa. Walhasil Nadjamuddin menjadi tokoh yang sangat populer dan di berbagai forum selalu merepresentasikan sebagai seorang kader Pemuda Muhammadiyah dan Muhammadiyah yang hebat.
“Nadjamudin sangat artikulatif. Bukan hanya secara lisan, beliau juga aktif secara literal. Menulis di koran dan majalah. Sesuatu yang dulu tidak bisa dia lakukan. Akhir-akhir ini dia merambah sangat artikulatif juga di dalam tulis-menulis,” terangnya.
Fasih al-Quran Layaknya Lulusan Pesantren
Nadjamudin, ujarnya, juga seorang yang bacaan al-Qurannya sangat fasih. Suaranya keras, mantap, dan dengan lagu yang sangat menyenangkan. Orang akan salah menduga kalau Nadjamuddin itu lulusan sekolah agama.
“Karena kefasihannya dan lagu yang enak sekali. Meskipun membaca surat yang panjang tetap tidak membosankan. Orang mengira dia lulusan pondok pesantren atau kuliah di perguruan tinggi agama Islam,” katanya.
“Nadjamudin sarjana geologi yang doktornya ilmu lingkungan. Kefasihannya membaca al-Quran tidak kalah dengan mereka yang studi di bidang agama. Dia memang tidak hafal al-Quran tetapi dia banyak hafalannya,” sambungnya.
Banyak Konseptor Kurang Artikulator
Kepergian Nadjamuddin, menurutnya, merupakan kehilangan bagi Muhammadiyah khususnya dan juga bagi umat Islam pada umumnya.
“Bagi Muhammadiyah sebagai organisasi dan gerakan yang besar dalam forum-forum yang bersifat publik yang mementingkan orang untuk tampil berbicara, mengemukakan gagasan gagasannya, menyampaikan persetujuan persetujuan dan penolakan isu aktual maka wafatnya Nadjamuddin merupakan sebuah kehilangan,” tuturnya.
Muhammadiyah banyak orang-orang yang sangat canggih dan sophisticated dalam merumuskan kebijakan-kebijakan. Namun di forum-forum yang bersifat publik itu sangat kekurangan orang-orang yang berani. Orang yang bisa menyampaikan sangat artikulatif dengan penuh percaya diri.
“Konseptor-konseptor banyak tetapi artikulator di lapangan masih kurang. Wafatnya artikulator seperti Nadjamuddin Ramli itu merupakan kehilangan besar bagi kita di Muhammadiyah,” tegasnya.
“Apalagi Nadjamudin masih muda. Lahir 1965, jauh lebih muda dari saya yang lahir 1960. Dan karena itu bisa memberikan kesempatan bagi lebih tampilnya seorang dari Nadjamudin itu sangat besar. Tetapi Allah SWT berkehendak lain dan itu sungguh sangat mengejutkan kita,” tambahnya.
Kunci Inggris
Nadjamudin, ungkapnya, juga selalu menjaga kesehatan diri dan terbiasa hidup bersih. Tidak pernah merokok atau mengkonsumsi sesuatu yang mengganggu dan membahayakan tubuhnya.
Nadjamudin itu seorang yang sangat dibutuhkan. Bahkan seorang pejabat tinggi pemerintahan pernah menyebut Nadjamuddin Ramli ibarat sebuah kunci inggris.
“Yaitu kunci yang bisa digunakan untuk apa saja atau setidak-tidaknya bisa digunakan untuk banyak keperluan dan banyak kepentingan. Untuk bisa digunakan dalam banyak momentum sidang insidental maupun momentum-momentum yang normal sepanjang waktu,” jelasnya.
“Tentu hanya Allah SWT yang mengetahui rahasia di balik kepergian Nadjamudin Ramli secara begitu cepat. Semoga mulia di sisi-Nya dan lebih daripada itu ditempatkan di surga-Nya, jannatun naim. Amin,” panjatnya.
Nadjamudin Ramli itu artikulator dan pemberani. Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.