Artidjo Alkostar di Mata Habib Chirzin, Ketua Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1990-1995.
PWMU.CO – Di tengah situasi terusiknya rasa keadilan (sense of justice) masyarakat—karena belum berlakunya keadilan untuk semua (justice for all) dan semakin maraknya tindak korupsi di tengah derita rakyat yang beban hidupnya berat karena Covid-19—engkau pergi meninggalkan bangsamu yang engkau bela dan cintai sejak masa mudamu.
Kami saling mengenal sejak mahasiswa. Mas Artidjo kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), dan saya di Fakultas Filsafat UGM.
Sejak masih mahasiswa, saya sering diundang ke UII oleh Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa—untuk UII punya sebutannya sendiri. Termasuk oleh kawan-kawan Fakultas Hukum UII, pada pertengahan th 1970-an.
Juga generasi berikutnya, Jawahir Thantowi, Mahyudin Al Mudra, AE Priyono, Hamid Basyaib, Ifdhal Kasim dan kawan-kawan. Sampai dengan generasi Eko Priyono dan kawan-kawan.
Kami lebih sering bertemu, ketika Mas Artidjo bersama Mas Busyro Muqqodas, Ifdhal Kasim dan kawan-kawan mendirikan LKBH UII dan menginisiasi berdirina LBH Yogyakarta, yang dimotorinya bersama kawan-kawan para pegiat bantuan hukum di Yogyakarta.
Pada suatu saat Mas Artidjo diundang ke Manila, di awal tahu 1980, antara lain bertemu dengan kawan-kawan FLAG (Free Legal Assistance Group) yang dipimpin oleh Jose Diocno, bapaknya Maitet Diocno.
Juga bertemu kawan-kawan dari The Third World Studies Center, The University of The Philippines, Diliman Campus, yang dipimpin oleh Dr Randy David, suami dari Dr Karina David yang kemudian menjadi Mensos di era Corry Aquino.
Randy David dan Karina David pernah saya ajak berdiskusi dengan kawan-kawan Fakultas Hukum UII, ketika masih di Jalan Cik Ditiro. Bertemu kawan-kawan Human Rights group, seperti Dr Edmundo Garcia, Boy Morales dan lain-lain. Dan juga dengan kawan-kawan ACFOD (Asian Cultural Forum on Development), seperti Noel Mondejar dan Rita Baua.
Sekembalinya dari Manila, kami ada pertemuan dengan kawan-kawan pegiat LSM Yogyakarta. Seingat saya di kawasan Kota Baru.
Dalam sambutan oleh-olehnya dari Manila, Mas Artidjo mengatakan sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya: “Saya heran, ternyata kawan-teman di Manila pada kenal dengan Mas Habib Chirzin….”
Saya sendiri terkejut dengan pernyataannya tersebut. Tapi saya pikir ada juga benarnya. Karena selama di Manila, yang ditemui oleh Mas Artidjo adalah para aktivis. Kebetulan waktu itu saya sudah beberapa kali membuat kegiatan di Manila, Infanta Quezon, Los Banos, dan lain-lain. Dan juga bertemu kawan-kawan dari Manila dalam beberapa forum di Bangkok, Penang, dan sebagainya.
Kenangan di Amerika
Pada musim semi di tahun 1992, saya lagi-lagi terkejut ketika sedang ada konferensi di New York, didatangi oleh Mas Artidjo dan Mas Mahfud MD, di hotel tempat kami menginap. Acara-acara pertenuan kami di 777 The United Nations Plaza, persis di seberang Gedung pusat PBB.
Ketika waktu istirahat tiba saya diajak jalan-jalan di sekitar gedung PBB dan kemudian mereka berdua mengajak ke kantor mereka magang.
“Ayo Mas Habib kita mampir ke kantor The Asia Watch. Kami sedang magang di sana. Pimpinannya Sidney Jone!”
Ajakan ini langsung saya sambut. Karena kebetulan saya kenal dengan Sidney Jones, yang pernah berkunjung ke Pondok Pabelan, pada tahun 1979, besama kawannya, Sophia Quinn Judge, yang bekerja di Friends Service Committee, yang berkantor Philadelphia.
Kami bertiga ngobrol bersama Sidney Jones di kantornya, yang tidak jauh dari the 5th Avenue. Sekaligus reunian. Ketika pada tahun 2000 saya bersama Hindun Fauziah, istri saya, berkunjung ke The Asia Watch kantornya sudah pindah, bersama dengan kantor The Human Rights Watch di gedung pencakar langit Empire State Building, 350 Fifth Avenue, lantai 34.
Ketika saya di Komnas HAM RI, 2002—2007, Mas Artidjo sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung RI, sampai masa pensiunnya. Kemudian diangkat sebagai Dewan Pengawas KPK, sampai ajal menjemputnya, pada hari Ahad, 28 Pebruari 2021 pukul 14.00.
Mas Artidjo dikenal sebagai hakim agung yang jujur, lurus, tegas, serta tidak kenal kompromi dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mas Artidjo merupakan icon dalam integritas, kejujuran, dan keberanian.
Selamat jalan Mas Artidjo! Kami akan selalu mengenang kejujuran dan integritas dirimu. Semoga menjadi teladan bagi para penegak hukum dan pecinta keadilan di bumi pertiwi. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni