PWMU.CO – Menemukan Syahadat dalam Kehidupan, Tiga Kisah Inspiratif adalah pengalaman tentang kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari yang disampaikan Dewi Musdalifah pada Kultum Jumat Pagi SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik, 5 Maret 2021.
Dewi menyampaikan persaksian bahwa tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, harus terus-menerus ditemukan dalam kehidupan. Tidak hanya pada saat sedang melaksanakan ibadah, namun juga dalam kehidupan sehari-hari.
“Seperti dalam sebuah peristiwa kecil yang saya alami. Ketika suatu pagi, saya seperti biasa berbelanja untuk memenuhi kebutuhan. Berangkat bawa uang Rp 50 ribu menuju ke tukang sayur. Di tengah perjalanan, saya menemukan sebuah warung nasi pecel. Terbersit dalam pikiran, untuk membelinya,” kisahnya.
“Saya bayangkan betapa nikmatnya nasi pecel dengan lauk bali bandeng bagian tengahnya. Tetapi saya kemudian berpikir, nanti dulu setelah pulang belanja. Kemudian saat selesai belanja, ternyata uang tinggal Rp 2 ribu,” ungkap dia.
Kemudian dia berkata dalam hati, “Ya, sudah nggak papa. Saya nggak beli. Yang penting anak saya bisa makan. Suatu hari nanti, Allah akan memberikan saya nasi pecel sesuai yang saya gambarkan.”
Peristiwa Mengejutkan saat Pulang
Dia melanjutkan ceritanya. ”Ketika suami pulang dari olahraga bersepeda, ia memberikan dua nasi bungkus. Saya terkejut setelah membukanya, karena ternyata itu adalah nasi pecel yang saya gambarkan. Lengkap dengan lauk bali bandeng bagian tengahnya.”
“Siapa yang tahu gambaran nasi pecel yang ada dalam pikiran saya. Kalau bukan Allah yang Maha Tahu dan Maha Menyaksikan. Dan Saya merasa ada Allah yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari,” ujarnya.
Sambil menyitir perkataan Nabi Ibrahim AS dalam Surat as-Syu’ara ayat 78, “(yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dia-lah yang memberi petunjuk kepadaku“, Dewi mengatakan, karena Allah itulah yang menciptakan sehingga Allah yang paling paham dengan kita.
“Allah itu dekat, sedekat urat nadi kita. Jadi menempel pada diri kita. Apapun yang terbesit dalam hati, dan langkah kita, Allah yang paling Tahu,“ tutur guru yang seniman itu.
Menurut Dewi, sepandai apapun kita menyembunyikan apa yang ada dalam diri dan pikiran, tetapi tidak bisa bersembunyi dari Allah. “Maka selayaknyalah Allah itu menjadi tempat memohon petunjuk, meminta pertolongan dan tempat mengadu dari segala kegelisahan. Yang saat ini, kegelisahan itu semakin membesar dengan adanya pandemi Covid-19.”
Dewi lantas meneruskan dengan menguttip Surat as-Syu’ara ayat 79, “Dan Tuhan-ku, yang Dia memberi makanan dan minuman kepadaku.”
Maknanya, ujar dia, Allah-lah yang memberi rezeki. Jaminan Allah terhadap rezeki harusnya membuat kita tenang. “Seperti yang dikatakan oleh Imam Syafi’i,’ ‘Aku yakin rezekiku di sisi Allah tidak akan diambil orang lain, maka hatiku tenang karenanya.’,” ujar guru Passion Literasi Smamsatu ini.
Allah Mengatur Tempat dan Waktu Datangnya Rezeki
Dewi lalu berkisah pengalaman menemukan syahadat dalam kehidupan sehari-hari di momen lain. Ketika itu, di suatu hari Jumat, dia bersama panitia hendak menggelar acara bakti sosial (baksos) di sebuah desa.
Di tengah perjalanan, ada seorang petugas kebersihan yang yang dia kenal. Dia pun akan memberikan satu paket sembako kepadanya. Namun di tengah arus kendaraan yang padat, panitia tidak memungkinkan memberikannya saat itu.
“Terbersit dalam pikiran saya, mungkin belum rezekinya orang ini, karena dia tidak mendapatnya,” Dewi mengisahkan.
Selesai menggelar baksos, ternyata masih tersisa beberapa paket sembako. Rencananya panitia akan akan memiberikan kepada pemungut sampah dalam perjalanan pulang.
Di persimpangan jalan, panitia mendapati beberapa pemungut sampah. Ada seorang yang masih membungkuk-bungkuk mengais sampah.
“Dan segera kami panggil. Kami akan memberikan paket sembako yang tersisa. Betapa terkejutnya, karena orang tersebut adalah orang yang kami jumpai dalam perjalanan (pergi tadi),” ungkapnya
Peristiwa itu, ujar Dewi, membuat saya sangat yakin bahwa rezeki tidak akan tertukar. Mustahil orang itu mendapatkan rezekinya jika bukan karena Allah yang mengatur waktu dan tempatnya. “Jika rezeki itu menjadi haknya, pasti akan diterima juga,” tuturnya.
Jika Rezekinya Pasti Kembali
Perisitiwa ketiga yang dialami Dewi adalah ketika ada dua siswa yang sudah masuk dan daftar ulang di Smamsatu Gresik. Tetapi kompetitor sekolah lain menariknya. Akhirnya dua siswa itu terlepas dari Smamsatu.
“Padahal keduanya sudah membayar daftar ulang. Waktu itu saya gelisah, kenapa bisa seperti itu,” ucapnya.
Sebagai Ketua Panitia Penerimaan Siswa Didik Baru (PPDB) Smamsatu, akhirnya dia berserah diri, bergantung dan benar-benar pasrah kepada Allah. Hatinya berkata, “Kalau memang rezeki Smamsatu, insyaallah akan kembali.”
“Dan ternyata alhamdulillah, ada dua siswa yang sudah mendaftar di sekolah kompetitor itu, kemudian kembali ke Smamsatu. Setelah peristiwa itu saya menyadari, memang Allah yang membagi rezeki dengan tepat. Allah memberikan rezeki sesuai wadah dan kapasitas kita,” kenangnya.
Usaha Mendapatkan Rezeki
Dewi Musdalifah mengatakan, dia sering terinspirasi dari peristiwa Siti Hajar yang berlari-lari dari bukit Shafa ke Marwah berulang kali untuk mendapatkan air.
“Siti Hajar waktu itu bukannya tidak tahu kalau tidak ada air di bukit Shafa dan Marwah karena sudah bolak-balik berlari ke tempat yang sama. Tetapi karena Siti Hajar melakukan ikhtiar dan hatinya total bergantung kepada Allah
secara terus-menerus,” ungkap Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik itu.
“Seperti seseorang yang berikhtiar dan berpikir, maka Allah mengeluarkan masalah Siti Hajar dengan memancarkan air zam-zam dari kaki Nabi Ismail. Ini bisa kita jadikan cotoh sebagai ikhtiar yang maksimal,” ujarnya.
“Saya berharap, semoga Allah memberikan ‘air Zamzam” kepada Smamsatu karena berikhtiar dan bekerja tidak hanya untuk Smamsatu saja. Tetapi bekerja sebagai karyawan Allah,” ucapnya.
Allah-lah, menurut Dewi, yang melakukan penilaian kinerja kita dalam mengemban amanah ini. Dan saya bersyukur berada di tengah orang-orang yang menjalankan amanah dengan ikhlas dan sungguh-sungguh.
“Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, andaikan kamu tahu bahwa Allah mengatur segala urusan hidupmu, maka hatimu akan meleleh karena mencintai Allah. Dan Allah sangat mencintai hamba-hambanya,” tuturnya. (*)
Penulis Estu Rahayu Editor Mohammad Nurfatoni