75 siswa Berlian School kunjungi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang berlokasi di Jakarta Selatan secara virtual. Begini kisahnya:
PWMU.CO – Diskusi yang dipimpin wali kelas II SD Muhammadiyah 2 GKB (Berlian School), Drs Luluk Dyah Hermiati, itu terlihat gayeng. Topiknya: akan dibawa ke mana anak-anak kelas 2 berwisata?
Tampak bergabung dalam diskusi: Fiska Puspa Dwi Arinda SPd, Nanda Puspita Zauharoh Anggraini SSn, Vilda Rima MPd, dan Fatma Hajar Islamiyah SPd.
Pada awal diskusi Luluk sempat bingung menentukan destinasi yang unik, asik, dan aman.
“Harus ada edukasi yang terintegrasi dengan pembelajaran. Dan bonusnya kalau bisa anak-anak disuguhkan pada hal baru yang menarik dan menyenangkan,” kata Luluk memancing diskusi.
Apakah ke pantai, waterpark, atau taman edukasi? Alternatif-alternatif itu sempat mengemuka dalam diskusi. Tapi, di tengah pandemi Covid-19, tempat-tempat umum seperti masih mengandung risiko jika dikunjungI, meski kini para pengelolanya menerapkan batasan pengunjung dan ptorokol kesehatan.
Padahal di tengah wabah ini SD Berlian School berprinsip: mencegah lebih baik dari mengobati. Maka dalam diskusi pertama itu menghasilkan keputusan: tetap mengadakan wisata secara daring, sebagaimana kelas lain telah melakukannya. Seperti Kelas IV dan V yang berwisata ke Museum Penerangan di Jakarta dan mengunjungi kebun UISI (Universitas Internasioanl Semen Indonesia) secara daring.
Diskusi usai. Tapi TIDAK tuntas karena belum memutuskan ke mana akan melakukan wisata virtual? Di samping itu perlu membicarakan hal-hal lain secara detail agar agenda ini berjalan lancar dan meraih hasil optimal. Maka Luluk yang menjadi ketua panitia itu pun mengagendakan diskusi-diskusi berikutnya.
Sampailah pada diskusi pada dua pekan sebelum hari H. Dari berbagai masukan yang dia terima dai anggota tim, maka akhirnya ketemu destinasi yang hendak dijadikan tujuan virtual tour kali ini. Yaitu Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jl. Ampera Raya No. 07, Cilandak, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Plong hati guru berkaca mata itu. Maka segera dia bersAma tim menyusun persiapan secara rinci dan terukur.
Boyong 75 siswa ke Jakarta Selatan
Ada 75 siswa yang mengikuti virtual tour melalui platform Zoom Cloud Meeting, Jumat (5/3/21) lalu. Mereka ‘berbaris’ rapi dari rumah masing-masing. Dipandu master of ceremony Vilda Rima, para siswa itu berkeliling melihat ruang demi ruang diorama di ANRI.
Tiap ruang (hall) memiliki tema kisah sejarah penting yang berbeda. Hall A menampilkan miniatur proses kemerdekaan Indonesia. Tiap-tiap momen perjuangan terabadikan rapi seolah berkisah tentang kondisi nyata pada zaman dulu.
Berbeda dengan suasana hall B yang menyuguhkan masa kejayaan Nusantara hingga masa penjajahan.
Berlanjut di hall C. Para siswa antusias mengamati arsip-arsip kebangkitan hingga proses terjadinya Sumpah Pemuda. Guide (pemandu) ANRI yang mengenalkan dirinya Kak Onci memperlihatkan teks Sumpah Pemuda dan bagaimana sejarahnya.
Ada bagian ruang yang membuat anak-anak seperti memasuki lorong waktu dengan melihat Ibu Fatmawati menjahitkan benang pada helaian kain merah dan putih yang kini menjadi bendera Indonesia. Bagian hall D ini berisi tentang Proklamasi Kemerdekaan.
Siswa kelas II Al-Fiil Rei Rosyaila Roxanne Rosyadi pun penasaran, “Apa sekarang benderanya masih ada di sana kak?” tanya Rei—panggilan akrabnya—kepada guide.
“Benderanya tidak disimpan pada ruang diorama ini tetapi pada ruang khusus dengan perawatan yang juga khusus dengan suhu tertentu. Tetapi sekarang memang sudah tidak bisa digunakan,” jawab Kak Oci.
Selanjutnya peserta berjalan menuju hall E-F yang disambut oleh pemandangan ruang penuh sejarah pascakemerdekaan, hingga masa reformasi. Tampak miniatur demonstrasi mahasiswa hingga naik di atas atap Gedung DPR RI yang menuntut Presiden Soeharto turun.
Hall selanjutnya ialah G. Ruang ini untuk mengabadikan presiden Indonesia yang pernah mengabdi bagi bangsa. Sejauh ini yang diabadikan ialah presiden yang telah purnajabatan. Tampak Presiden Sukarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Mengakhiri kunjungan siswa yang mengikuti kegiatan ini dengan riang mendapat pesan dari Kak Oci, agar tidak melupakan sejarah dan selalu menjaga arsip-arsip penting yang dimiliki. (*)
Penulis Fatma Hajar Islamiyah Editor Mohamamd Nurfatoni