Petruk Divaksin, Sindiran atau Pujian oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Seniman itu banyak kreasi untuk berbagai bidang seni lukis, suara, tari, dan lainnya. Nilai seni ada pada makna hasil seni tersebut. Memuji, menyindir, menertawakan, atau abstrak sekalipun selalu ada filosofi yang dikandungnya. Seniman dan budayawan adalah filosof yang memberi pelajaran kehidupan. Memiliki naluri kritis pada berbagai fenomena sosial politik.
Dalam acara Vaksinasi Seniman dan Budayawan di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja (PSBK) Taman Tirto Kabupaten Bantul Yogyakarta tanggal 10 Maret 2021 yang dihadiri Presiden Jokowi terjadi peristiwa menarik. Yaitu pertunjukan karya seni berjudul Petruk Divaksin.
Tarian kreatif karya Anter ini dipertontonkan di depan Presiden Jokowi. Presiden menikmati dan menghargai karya seniman Yogya tersebut.
Butet Kertarejasa yang mewakili seniman dan budayawan mengapresiasi kehadiran Presiden Jokowi dan berterima kasih atas perhatiannya kepada para seniman dan budayawan. Butet menyatakan, bahwa tarian Petruk Divaksin ini sengaja dipertontonkan kepada Presiden Jokowi karena sering diceritakan oleh masyarakat bahwa Jokowi itu seperti tokoh Petruk.
Sebagaimana diberitakan oleh media Kompas TV, Butet Kertarejasa mengungkapkan, ”Karena tamu kita ini sering dicondro sebagai Petruk, nah Petruknya divaksin, karena Petruk yang sesungguhnya, yang metafora di Indonesia sudah divaksin, ini Petruk wayangnya nanti divaksin di sini,” kata Butet.
Maka seniman berkostum Petruk pun divaksin oleh seorang dokter. Sementara Presiden Jokowi mendampingi dan menyaksikan. Di layar belakang berwarna merah tertulis Vaksin Aman dan Halal. Persis seperti tulisan dahulu di Jakarta saat Presiden Jokowi divaksin. Meskipun saat itu ramai di media sosial mempertanyakan akurasi penyuntikan vaksin kepada presiden. Ada pihak yang meragukan.
Metafora Petruk
Petruk adalah punakawan anak Semar dalam pewayangan Jawa yang tidak muncul dalam cerita Mahabrata India. Pada pewayangan Sunda dikenal dengan nama Udel atau Dawala. Ciri fisik tokoh ini kurus, selalu membawa clurit, berkucir, dan berhidung panjang. Dengan hidung panjangnya punakawan ini mudah dikenal sebagai rakyat jenaka.
Canda Butet bahwa metafora untuk Presiden Jokowi sesungguhnya sudah divaksin tentu menarik. Dahulu majalah Tempo menggambarkan Jokowi sebagai Pinokio yang berbayang hidung panjang. Kini Butet Kertarejasa menggambarkan Jokowi sebagai Petruk yang juga berhidung panjang.
Lucu-lucuan? Mungkin juga.
Pada episode Petruk Dadi Ratu, Petruk yang mencuri Jamus Kalimasada berubah jadi Prabu Belkeduwel Beh alias Prabu Kantong Bolong. Raja ini memerintah dengan mengacak-acak tatanan, berbuat semaunya, membuat gaduh terus menerus, hingga terpaksa Semar turun tangan untuk mengembalikan Prabu Kantong Bolong ke habitatnya sebagai rakyat biasa. Jadi Petruk lagi.
Entah mengapa disebut Prabu Kantong Bolong apakah bolong karena gemar bagi-bagi uang dan lempar hadiah atau ia memang tak mampu menyejahterakan rakyatnya? Negara boros, defisit, marak korupsi, dan bangkrut.
Dalam agama, orang-orang yang suka mendustakan ayat akan ditandai Allah dengan simbol hidung yang panjang (belalai). Sanasimuhu ‘alal khurtuum. Akan kami tandai pada belalainya. Al Qalam 16.
Belalai atau hidung itu menjadi tanda. Tafsir umum adalah Allah memperlihatkan karakter seseorang di samping dari postur dan gestur tubuhnya, juga dari raut wajahnya. Orang yang wajahnya bening berseri biasa berperilaku baik. Sebaliknya mereka yang bengis, licik, atau tukang bohong wajahnya pun diberi gambaran kusam, muram, atau tak enak dipandang. Menyebalkan.
Pinokio dan Petruk adalah figur yang berbeda. Namun antara keduanya ada irisan pada fisik dan karakter. Bagi Butet dan para seniman tarian ini adalah pujian, sindiran, tontonan, atau mungkin juga kritik tajam atas perilaku kepemimpinan. (*)
Bandung, 11 Maret 2021
Editor Sugeng Purwanto