PWMU.CO – Masjid harus menjadi tempat kita bertemu dalam menyelesaikan permasalah bangsa dengan pendekatan musyawarah, hikmah, dan kebijaksanaan.
Demikian pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi pada Peresmian Masjid At-Tanwir yang berlangsung secara luring dan daring, Kamis (11/03/2021)
Haedar mengatakan, kalau ada satu dua masjid yang diindikasikan kurang baik entah dengan isu ekstrem, radikal atau bersifat meretakkan, maka itu harus dilakukan pendekatan tanwir (pencerahan).
“Mungkin harus dicerahkan para mubalighnya, khatibnya, takmirnya, tetapi semangatnya adalah semangat untuk kita terus menyelesaikan masalah bangsa ini dengan musyawarah, hikmah dan bijaksana,” tuturnya.
Haedar percaya, masjid-masjid di seluruh tanah air yang jumlahnya begitu banyak, baik di bawah organisasi Muhammadiyah, NU, maupun ormas yang lain, membawa misi islam takwa dan dari perilaku takwa itu membawa misi pencerahan.
“Tentu ada perbedaan cara pengelolaan maupun simbol-simbol dan itu merupakan bentuk keragaman dan kekayaan dari umat islam,” katanya.
Masjid Milik Negara adalah Milik Bersama
Menyinggung tentang masjid yang dikelola oleh negara, Haedar mengatakan, seyogyanya bintang yang merupakan makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah simbolnya.
“Saya tidak tahu, kalau negara punya masjid, tentu simbolnya adalah bintang. Yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi ada bintang, ada matahari. Nah bintang itu tentu akan menjadi milik bersama, karena Ketuhanan Yang Maha Esa itu menjadi milik bersama,” tuturnya.
Karena itu, Haedar Nashir meyakini, masjid-masjid yang dikelola oleh negara, termasuk yang dikelola oleh BUMN adalah milik bersama, bukan milik golongan tertentu.
“Bukan milik satu golongan, satu kelompok, satu paham, apalagi satu mazhab. Karena apa? Karena negara itu tidak boleh bermazhab, kecuali mazhabnya Pancasila,” tegas Haedar.
Dengan kesadaran bersama itu, Haedar Nashir percaya, masjid-masjid yang dikelola negara maupun ormas-ormas lain akan mampu menjadi satu kekuatan kolektif yang menjadikan Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Haedar menegaskan, agenda terbesar umat Islam khususnya warga Muhammadiyah saat ini adalah membangun ukhuwah persatuan bangsa di tengah keragaman dan di tengah dinamika perbedaan.
“Lebih-lebih di era media sosial seperti sekarang ini. Kita harus arif, bijaksana, cerdas dan seksama untuk terus mencari titik temu dengan pendekatan musyawarah, mufakat, hikmah dan bijaksana,” pesannya.
Tapi kalau mengedepankan ananiyah hizbiyah (egoisme kelompok), semangat golongan, termasuk semangat golongan merasa yang paling baik, menurutnya itu akan menyebabkan keretakan di tubuh bangsa.
“Di sinilah semangat pencerahan itu harus membawa semangat mencerdaskan hati, pikiran, tindakan. Juga membawa kita bersatu dalam keragaman dengan penuh cahaya, hikmah ilmu, kebijaksanaan dan musyawarah,” tandasnya. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni