Lebih Ganas! Mutasi Varian Baru Virus Corona SARS-CoV-2 di Indonesia. Diketemukan varian baru B.1.1.7.
PWMU.CO – Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito—dalam konferensi pers daring, Selasa (9/3/21)—menjelaskan, saat ini di Indonesia sudah ditemukan enam sampel varian baru SARS-CoV-2. Yaitu varian B.1.1.7—selanjutnya ditulis B117.
Dalam periode pengumpulan sampel bulan Januari dan Februari 2021 itu tiga di antara sampel berasal dari DKI Jakarta. Selain itu varian virus terbaru B117 juga ditemukan di Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Masing-masing satu sampel.
Seperti diketahui, varian B117 kali pertama ditemukan pada dua warga Karawang, Jawa Barat, yang merupakan pekerja migran dari Arab Saudi. Keduanya mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada akhir Januari 2021.
Untuk megetahui bagaimana Mutasi Varian Baru Virus Corona B117 dan bagaimana menyikapi varian virus penyebab Covid-19 yang berasal dari Inggris itu, PWMU.CO mewawancara secara daring, Prof Maksum Radji M. Biomed Apt, Sabtu (13/3/2021).
Dia adalah ahli mikrobiologi Universitas Indonesia yang juga Ketua Dewan Pembina Pondok Pesantren Babussalam Socah, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Dalam wawancara dengan kontributor PWMU.CO Isrotul Sukma, Prof Maksum Radji menjelaskan sifat dari varian baru ini dan beberapa varian baru lainnya yang telah terdeteksi. Dia juga mmembahas efektivitas vaksin yang saat ini digunakan pemerinta? Apakah masih tetap efektif mengatasi varian B117 yang telah masuk di Indonesia? Berikut petikannya:
Bagaimana sifat varian baru SARS-CoV-2. Dan ada berapa jenis varian yang telah terdeteksi?
Varian B117 yang telah terdeteksi di Indonesia, merupakan salah satu dari beberapa varian virus penyebab Covid-19 yang terdeteksi di beberapa negara lain.
Berdasarkan berbagai penelitian terhadap genom virus SARS-CoV-2, selain varian baru B117 yang kali pertama ditemukan di Kent, Inggris Raya, pada September 2020.
Ini adalah varian yang lebih mudah menular dan dapat meningkatkan angka kesakitan Covid-19. Varian B117 ini telah merebak ke berbagai negara di dunia, termasuk di Asia Tenggara. Selain varian B117, juga ada beberapa varian baru virus SARS-CoV-2 lainnya yang juga telah diidentifikasi di beberapa negara. Yaitu:
Varian Afrika Selatan
Varian yang dikenal sebagai Varian B1.351 ini, ditemukan di Afrika Selatan pada awal Oktober dan diumumkan pada Desember 2020. Varian ini telah menyebar di beberapa negara, antara lain di Kanada, Australia, Amerika Serikat. dan Israel. Varian ini kemungkinan lebih resisten terhadap terapi antibodi. Berdasarkan beberapa laporan, varian B1.351 ini juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Varian P1
Varian P.1 yang berasal dari Brasil ini, kali pertama terdeteksi di pertengahan Januari 2021 pada warga negara Jepang yang bepergian ke Brasil. Varian ini ditengarai dapat meningkatkan penularan dan potensi infeksi ulang. Varian Brazil ini telah dilaporkan oleh CDC Amerika Serikat ditemukan di Minnesota, Oklahoma, Maryland, dan Florida.
Varian CAL.20C
Sedangkan Varian CAL.20C, merupakan varian yang dominan ditemukan di Kalifornia Selatan. Sebagaimana yang dilansir oleh Cedars-Sinai Medical Center di Amerika Serikat, para peneliti telah melakukan skrining terhadap sekitar 10.000 sampel Covid-19 dari negara bagian pada bulan Maret 2020 dan menemukan varian ini pada bulan Juli 2020.
Pada pertengahan hingga akhir Januari 2021, Varian CAL.20C ini, telah terdeteksi pada sekitar 40 persen kasus Covid-19 di California Selatan. Data menunjukkan bahwa Varian CAL.20C ini lebih mudah menyebar dan telah terdeteksi di beberapa negara Amerika Serikat bagian lainnya dan di beberapa negara lain.
Apa arti lebih dapat ditularkan dan bagaimana risikonya bagi masyarakat?
Sebetunya masih belum pasti berapa tingkat penularan beberapa jenis varian virus penyebab COVID-19 ini. Para peneliti memperkirakan antara 30 persen sampai 80 persen lebih dapat ditularkan daripada SAR-CoV-2 aslinya.
Sebagimana yang dilansir oleh The Conversation pada tanggal 15 Januari 2021 yang lalu, ketika terjadi lonjakan kasus di Inggris Raya, melalui pelacakan genome sequencing, para peneliti menemukan bahwa frekuensi varian B.1.1.7 ini meningkat dari waktu ke waktu.
Berdasarkan peningkatan kasusnya, mereka memperkirakan bahwa ada peningkatan peluranan sekitar 70 persen atau lebih tinggi dibandingkan virus aslinya. Demikian pula beberapa varian lainnya, dinyatakan lebih cepat ditularkan ke orang lain yang kontak erat dengannya.
Walaupun demikian para peneliti menyatakan bahwa belum ada bukti kuat bahwa varian-varian ini dapat meningkatkan keparahan penyakit. Namun, peningkatan penularan varian virus penyebab Covid-19 ini tentu akan lebih banyak orang yang akan terinfeksi.
Dengan semakin tingginya transmisinya kemungkinan akan semakin banyak orang yang jatuh sakit, sehingga hal ini akan dapat semakin membebani fasilitas kesehatan dan para tenaga kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada awal tahun 2021 varian B117 sudah terdeteksi lebih dari 60 negara.
Kenapa varian-varian baru virus Covid-19 ini bermunculan?
Sebagaimana dilansir pada laman Johns Hopkins Medicineohn , varian virus terjadi jika ada perubahan (mutasi) pada gen-nya. Sebagaimana umumnya sifat virus RNA, termasuk virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, vvirus ini dapat terus berevolusi dan bermutasi secara bertahap.
Menurut WHO, selain sifat alamiah dari virus, beberapa faktor yang dapat memengaruhi mutasi genetik virus SARS-CoV-2 antara lain adalah suhu, durasi wabah, dan kondisi penyebarannya. Semakin lama durasi wabah, semakin besar potensi virus untuk bermutasi.
Makin banyak virus yang menyebar, makin tinggi potensinya untuk terjadi perubahan genetiknya pada virus penyebab Covid-19. Mutasi virus sebenarnya merupakan cara virus untuk bertahan hidup. Berdasarkan berbagai telaah, virus SARS-CoV-2 ini memiliki hampir 30.000 pasang basa nukleotida. Untuk bertahan hidup, maka selama replikasinya di dalam tubuh inangnya virus ini dapat mengalami perubahan susunan basa-basa nukleotidanya yang menyebabkan mutasi.
Virus SARS-CoV-2 juga bisa bermutasi akibat perubahan suhu. Baik suhu panas maupun suhu dingin. Pada daerah yang bersuhu panas bisa membuat virus bermutasi jadi lebih tahan suhu panas. Demikian juga pada suhu dingin bisa membuat virus bermutasi jadi lebih tahan suhu dingin. Sehingga perbedaan geografis cenderung menghasilkan varian yang berbeda secara genetik.
Sejak WHO menyatakan bahwa wabah virus SARS-CoV-2 merupakan wabah pandemi di seluruh dunia, mutasi virus penyebab Covid-19 ini terus bermunculan.
Mutasi yang pertama kali terdeteksi adalah mutasi D614G. Mutasi ini dikenal para ilmuwan sebagai “G”, ditemukan di China pada Januari 2020. Menyebar cepat ke seluruh dunia sehingga menjadi pandemik. Mutasi D614G ini dominan pada saat dilakukan pengembangan vaksin COVID-19 dan fase-fase uji klinik sepanjang tahun 2020.
Disebut mutasi D614G, karena adanya perubahan susunan asam amino pada protein S (spike) yang digunakan oleh virus untuk menempel pada reseptor, yang ada di permukaan sel yang diinfeksinya, yang disebut Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2).
Mutasi D614G terjadi perubahan dari D (Asam Aspartat) menjadi G (Glisin) pada posisi 614 pada gen Spike (S). Mutasi D-614-G paling dominan secara global sejak Juni 2020. Pada bulan September 2020, dari sekitar 92.000 isolat yang dihimpun Lembaga Riset GISAID di Jerman dari seluruh penjuru dunia, sebanyak 77,5 persen virus SARS-CoV-2 mengandung genom D-614-G.
Mutasi ini juga ditemukan di Indonesia. Selain D-614-G, mutasi genetik lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah mutasi Q677H pada bulan Agustus 2020.
Mutasi lainnya yang terdeteksi adalah L452R. Mutasi L452R ini terdeteksi di Denmark pada Maret, 2020. Ditemukan di California Utara dan dihubungkan dengan wabah di Panti Jompo, Lapas, dan sebuah rumah sakit di wilayah San Jose. Juga terkonfirmasi di California Selatan dan belasan negara bagian lain di Amerika Serikat. Mutasi L452R ini diperkirakan lebih resisten terhadap vaksin karena mutasinya pada protein S (Spike).
Mutasi Varian Baru Virus Corona Terbau
Mutasi yang terbaru adalah mutasi E484K ditemukan di Inggris pada 15 Februari 2021. Menurut para ahli, mutasi E484K dapat membantu virus menghindari kekebalan yang didapat dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya.
Sedangkan mutasi N439K yang terjadi pada receptor binding domain (RBD), pertama kali terdeteksi di Skotlandia pada Maret 2020 lalu. Mutasi yang dianggap lebih pintar dalam melawan antibodi ini ternyata juga sudah terdeteksi di Indonesia, sebagaimana dilansir dalam health.detik.com.
Adanya berbagai mutasi pada genom virus SARS-CoV-2 inilah yang menyebabkan munculnya berbagai varian-varian baru.
Apakah vaksin yang sekarang digunakan masih efektif terhadap varian baru ini?
Jika kita melihat sejarah penggunaan vaksin, maka ada jenis vaksin tertentu, misalnya vaksin cacar, vaksin campak, atau vaksin polio tetap efektif sehingga tidak perlu diperbaiki atau diperbaharui struktur platform-nya. Namun ada juga beberapa jenis vaksin yang perlu terus menerus diperbaiki karena munculnya galur-galur virus baru yang resisten.
Untuk vaksin Covid-19 kita belum cukup waktu untuk mengatakan bahwa platform vaksin yang telah dikembangkan, apakah perlu diadaptasi atau diperbaharui dan disesuaikan untuk setiap munculnya varian baru atau tidak.
Para peneliti masih terus menerus mencermatinya, terhadap kemungkinan adanya evolusi resistensi terhadap vaksin Covid-19. Berita baiknya adalah bahwa para peneliti menyatakan bahwa salah satu mutasi yang ditemukan pada varian Inggris dan Afrika Selatan tampaknya tidak berpengaruh pada cara sistem kekebalan terhadap varian virus tersebut.
Namun demikian jika ada mutasi-mutasi lainnya pada protein S (Spike) pada SARS-CoV-2 tampaknya perlu dicermati dan dipelajari lebih lanjut, terhadap efektivitas vaksin yang digunakan saat ini.
Harapan kita, mudah-mudahan vaksin yang kita gunakan tetap efektif terhadap adanya perubahan genetik virus SAS-CoV-2 sehingga vaksin tetap memberikan perlindungan bagi kesehatan masyarakat guna mencapai herd immunity.
Langkah apa yang perlu kita lakukan?
Virus varian baru dari Covid-19 yakni B117 asal Inggris Raya sudah masuk ke Indonesia bahkan sudah terdeteksi di beberapa provinsi. Kita perlu terus waspada, namun tidak perlu panik.
Guna mengatasi akan semakin cepatnya penularan varian B117 ini di Indonesia, perlu ditingkatkan upaya 3T (tracing, testing, treatment) disertai pemberlakuan pembatasan sosial berskala mikro, secara konsisten dan lebih ketat. Termasuk peningkatan kapasitas surveilans genomik untuk mengantisipasi munculnya varian baru SARS-COV-2. Terutama dampaknya terhadap efektifitas vaksin dan cara deteksi virus penyebab Covid-19.
Walaupun telah dimulai program vaksinasi Covid-19, namun masih merupakan tantangan bagi Indonesia dan dunia dalam melaksanakan program vaksinasi terhadap sekitar 70 persen penduduk dunia, guna mencapai herd immunity.
Oleh sebab itu tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan 5M (menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas).
Perlunya percepatan program vaksinasi massal yang merupakan salah satu upaya utama guna mengatasi pandemi Covid-19.
Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari wabah Covid-19 ini dan wabah penyakit menular lainnya. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni