Lima Tahun PWMU.CO, ibarat Makan Ciplukan oleh Dhimam Abror Djuraid, jurnalis senior.
PWMU.CO– Lima tahun usia yang pendek bagi sebuah media. Mungkin lebih tepat disebut balita, masih lucu-lucunya, sering nakal tapi menggemaskan.
Media mainstream yang sudah established di Indonesia rata-rata berusia setengah abad atau lebih. Banyak yang usianya lebih tua dari Republik. Kompas berdiri pada 1965 berarti sekarang 56 tahun. Jawa Pos didirikan oleh pengusaha Tionghoa The Chung Shen pada 1949.
Kedaulatan Rakyat di Yogya lahir pada 1945 sebulan setelah Indonesia merdeka. Suara Merdeka Semarang lahir pada 1950, berarti sudah 70 tahun lebih, dan Pikiran Rakyat Bandung termasuk yang paling muda 55 tahun, lahir pada 1956.
Di Amerika, media arus utama usianya rata-rata sudah menembus satu abad karena lahir awal abad ke-19. The New York Times (NYT) berdiri pada 1851, berarti umurnya sudah 170 tahun. The Washington Post berdiri pada 1877 yang berarti usianya 144 tahun. Sekarang The Washington menjadi milik Jeff Bezos, pemilik Amazon yang membelinya dari keluarga Catherine Graham pada 2013.
Tentu tidak fair membandingkan PWMU.CO dengan media-media arus utama Amerika itu karena perbandingannya tidak pas. Bukan perbandingan apple to apple, tapi apple to ciplukan. Tapi jangan lupa, ciplukan (Physalis angulata) kecil tapi manis-asam dan sumber vitamin C yang murah-meriah meskipun sekarang makin langka.
Perbandingan ini dibuat untuk menggambarkan bahwa membangun tradisi jurnalistik tidak bisa ditempuh lewat jalan pintas. Perlu puluhan tahun bahkan abad untuk bisa membangun tradisi jurnalistik yang mapan.
News Value
Sejak lahir sampai sekarang NYT punya semboyan All News that Fit to Print. Semua berita yang layak untuk diterbitkan. Motto sederhana tapi punya dasar filosofi yang dalam. Penekanan terhadap kelayakan menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan news value yang layak membuat sebuah berita layak diterbitkan atau tidak.
NYT menjadi suratkabar dengan liputan internasional yang sangat luas dan mendalam. Korespondennya tersebar di seluruh kota besar dunia. Motto tambahan NYT yang menjadi tagline adalah Without Fear or Favour. Tanpa takut dan tanpa memberi kebaikan.
Artinya, dalam menurunkan berita tidak takut pada ancaman dan tidak tunduk pada iming-iming dalam bentuk suap atau janji-janji kebaikan yang bisa dikategorikan sebagai sogokan.
The Washington Post mempunyai motto yang menjadi tagline sampai sekarang Democracy Dies in Darkness yang juga diadopsi pada edisi digital sejak 2017. Demokrasi akan mati kalau dibiarkan beroperasi dalam kegelapan di balik koridor politik. Karena itu Washington Post selalu memberi sinar pencerahan supaya politik terlihat terang-benderang bisa ditonton oleh rakyat secara transparan.
Pilar Keempat Demokrasi
Para politisi dan operator kekuasaan tidak boleh ada di sisi panggung yang gelap. Mereka harus senantiasa berada di bawah spotlight, lampu sentrong yang menyorot 24 jam. Karena itu Washington Post selalu menerapkan jurnalisme investigatif dan selalu fokus pada politik lokal dan nasional.
Liputan investigatif yang paling legendaris yang dilakukan oleh The Washington Post adalah pembongkaran skandal Watergate pada 1972 sampai menyebabkan Presiden Richard Nixon mengundurkan diri.
Para jurnalis Amerika menempatkan diri sebagai aktivis politik yang tiap hari kerjanya melakukan scrutiny, pengawasan, terhadap kekuasaan. Dalam pandangan jurnalis Amerika, kekuasaan tidak boleh dibiarkan terlalu kuat karena akan merusak keseimbangan demokrasi.
Pers Amerika menempatkan diri sebagai The Fourth Pillar of Democracy, Pilar Keempat Demokrasi, sebagai pengawas tiga pilar demokrasi legislatif, eksekutif, dan judikatif.
Dengan dasar filosofi semacam itulah pers Amerika menjadi kokoh dan bertahan melampaui abad. Ketika disrupsi besar, great disruption, mengguncang media karena munculnya teknologi digital, pers Amerika juga sempat mengalami krisis. Tetapi karena tradisi jurnalisme yang mengakar dan basis filosofinya kokoh, maka media Amerika bisa melakukan transformasi digital dengan relatif mulus tanpa kehilangan ruh idealisme jurnalistik.
Jurnalisme Dakwah
PWMU.CO menghadapi tantangan yang sangat berat dalam menjalankan fungsi jurnalisme dakwah. Tetapi media ini sudah punya landasan filosofis yang jauh lebih kuat dari fondasi filosofis media di Amerika maupun media sekuler lain di seluruh dunia.
Filosofi jurnalistik PWMU.CO adalah al-Quran dan hadits yang memerintahkan umat Islam untuk menjalankan tugas amar makruf nahi munkar. Tugas itulah yang menjadi distingsi umat Islam dari umat lainnya, yang membuat umat Islam layak digelari sebagai umat terbaik, khairu ummah. ”Kalian adalah umat terbaik (karena) memerintahkan kebaikan dan melarang perbuatan keji” (Al-Quran 3:110).
Tugas jurnalis muslim adalah tugas kemanusiaan yang bertujuan untuk beribadah sebagai pemenuhan tujuan penciptaan manusia. Tujuan utama atau raison d’tre penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah (Al-Quran 51:56). Karena itu semua aktivitas, termasuk jurnalistik, adalah bagian dari ibadah.
Kode Etik Jurnalistik yang memandu kerja wartawan diambil nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi yang lebih fokus pada pemenuhan hak individu manusia tanpa melibatkan pertimbangan ketuhanan.
Sedangkan kode etik wartawan muslim diambil dari ajaran al-Quran. ”Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik yang membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat 49:6).
Perbedaan sumber nilai moral itulah yang membedakan PWMU.CO dengan media lain yang sekularistis. PWMU.CO menjalankan tugas jurnalistik sebagai amanat keilahian. Sementara media sekuler menjalankan tugas jurnalistik semata demi tugas kemanusiaan.
Tentu saja, media mempunyai misi ganda sebagai institusi sosial dan institusi bisnis. Sebagai institusi sosial PWMU.CO sudah mempunyai landasan filosofi keilahian yang kokoh. Tetapi sebagai institusi bisnis PWMU.CO tetap harus bersaing secara profesional melawan media-media arus utama, termasuk media internasional itu.
The Ciplukan suatu saat nanti harus bertarung melawan The Big Apple. (*)
Editor Sugeng Purwanto