PWMU.CO – Dalam masalah dugaan pidana penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Buya Ahmad Syafii Maarif memang punya sikap berbeda dengan arus besar umat Islam. Sayangnya, sikap Buya ini dimanfaatkan oleh sebagian pihak dengan membuat framing seakan-akan Buya adalah pendukung Ahok. Tak sedikit umat Islam yang “termakan” framing semacam itu hingga “perbedan pendapat” itu mengantarkan pada serangan karakter Buya Syafii.
“Saya tidak sependapat dengan Buya Syafii soal Ahok yang mengomentari al-Quran Surat al-Maidah 51. Tapi perbedaan ini tidak meruntuhkan kekaguman saya terhadap integritas beliau,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Syafiq A Mughni kepada PWMU.CO Selasa (15/11). Bagi orang yang mengenal Buya, tambah Syafiq, dia adalah sosok yang punya integritas luar biasa dalam memegang prinsip.
(Baca juga: Pesan Din Syamsuddin untuk Bangsa Berkaitan dengan Ahok dan Kata Buya Syafii Maarif tentang Akar Masalah Ahok dan Ancaman 9 Naga)
“Buya Syafii adalah sosok yang merdeka, sosok yang mampu membebaskan dari belenggu pengaruh yang datang dari luar dirinya. Jika sudah mantap dengan pendapat yang dianggapnya benar, tawaran apa pun dan dari oleh siapa pun tidak akan mampu mengubah pendiriannya,” jelas Syafiq.
Buya, dalam pandangan Syafiq, adalah sosok yang tulus memikirkan masa depan bangsa tanpa embel-embel apapun, apalagi embel-embel politik. Buya tidak pernah takut untuk menyampaikan pandangan-pandangan kritisnya, bahkan terhadap yang berseberangan sekali pun. “Dalam berbagai kesempatan, dia menyampaikan tidak akan takut pada manusia mana pun. Yang beliau takuti hanya Allah swt.”
(Baca juga: Dahnil A. Simanjuntak: Menghormati Pandangan Buya Syafii Maarif dan Dalam Pro-Kontra Buya Syafii, Aku Kehilangan Banyak Bapak)
Karena itu, tambah Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur 2005-2010 ini, Buya pun tak segan mengkritik keras Presiden Jokowi dalam drama KPK vs Polri dan penanganan demo 4 November. Begitu juga pada tahun 2003 saat bertemu Presiden Amerika Serikat George W. Bush dalam masalah pemberantasan terorisme, Buya secara tegas mengkritik tindakan Amerika yang ikut menumbuhsuburkan terorisme dengan kebijakan yang tidak adil dan berstandar ganda.
Tentang masalah Ahok atau al-Maidah: 51, apa yang disampaikan Buya adalah pendapatnya terhadap masalah itu. “Kalau pendapat beliau berbeda dengan arus umum, termasuk berbeda dengan pandangan saya, pendapat beliau itu harus tetap dihormati,” jelas Syafiq sambil menyatakan kepercayaannya bahwa pendapat Buya itu tanpa ada tambahan embel-embel apapun, apalagi politik.
(Baca juga: Kata Pemuda Muhammadiyah Jatim tentang Beda Pandangan dengan Buya Syafii Maarif)
“Beliau adalah tokoh yang tak pernah tergiur dengan godaan kekuasaan politik. Saat ditawari jadi anggota Wantimpres dia menolak” jelas Syafiq. Buya adalah otentitas sikap, sosok yang dalam banyak sikap dan tindakannya dalam kesahajaan, tidak dibuat-buat dan tanpa banyak bungkus atau topeng. Sedemikian bersahajanya, bahkan terkadang terlihat lugu, kadang tak jarang masuk dalam suasana politisasi bagi pihak-pihak yang ingin “memanfaatkannya”.
Sebelumnya, pada 10 November pukul 12.44 wib, Syafiq menyuarakan pandangannya tentang Buya ini di dinding Facebook-nya. “Saya tidak sependapat dg Buya Syafii soal Ahok/al-Maidah 51. Perbedaan itu tidak meruntuhkan kekaguman saya terhadap integritas beliau,” tulisnya.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Boleh Berbeda Pendapat, tapi Jangan di Depan Umum)
Status itu mendapatkan tanggapan beragam dari berbagai pihak. “Sepakat Prof… Semoga medsos kita dapat jernih dan arif mensikapi perbedaan…,” tulis Sekretaris Majelis Tabligh PWM Jatim, Afifun Nidlom. “Berbeda tapi tetap bersaudara, demikian kata Buya,” tulis kader muda Muhammadiyah dari Paciran, Mushlihan.
Pendapat “beda tapi dalam koridor santun” juga dikemukakan oleh aktivis Nahdlatul Ulama (NU), DR Imam Ghazali Said. “Sebaliknya, saya sependapat dan sangat mengagumi beliau, walaupun secara organisasi saya aktivis NU,” tulis doktor alumnus Mesir itu. “Sebagai organisasi modern dengan semangat tajdid dan keterbukaan, sangat disayangkan dan naif kalau sampai terjadi kriminalisasi ide dan pemikiran kader,” tulis Shobikin Amin. (kholid)