PWMU.CO – Anonimitas Warnai Perang Jagad Maya. Rosdiansyah mengatakan welcome to the realtime journalism, kecepatan memperoleh informasi dan berita berada dalam hitungan detik, meski informasi dan berita yang diperoleh (mungkin) tidak mendalam. Yang uga menjadi ciri adalah maraknya anonmitas.
Inilah yang disampaikan periset The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) dalam kegiatan resepsi Milad ke-5 PWMU.CO secara virtual, Ahad (21/3/21).
Dalam materi yang mengangkat tema Peran Penulis Muslim Menghadapi Perang Informasi dia menjelaskan sekarang ini ada perubahan dunia analog ke dunia digital yang dtandai munculnya fenomena technology-based writing proficiency.
“Hal ini seiring menguatnya peran sosial media, diikuti kian turunnya pamor media mainstream,” ujarnya.
Sekarang, lanjutnya, literasi publik tergantung pada asupan informasi dan berita melalui gawai. Media seperti kertas, radio dan televisi mulai ditinggalkan, tergantikan oleh mobilephone, laptop, dan tablet.
Kebiasaan membaca koran atau majalah, sambungnya, sudah beralih menjadi kebiasaan membaca pesan Whatsapp, menonton YouTube, mencermati BiP atau Telegram.
Penanda Jagat Maya
Rosdiansyah mengatakan siapa dan menulis apa sebagai anonimitas (hal tidak ada nama) menjadi salah-satu penanda jagat maya.
“Fenomena pamflet gelap di dunia nyata juga ditemukan di dalam jagat maya lewat akun-akun anonim,” jelasnya.
Tidak heran, sambungnya, Facebook, Twitter, Instagram, ataupun Tumblr bisa menjadi sarana penyebaran fake news, hoax, libel dan slander (fitnah).
Untuk itu, tekannya, kita harus hati-hati karena jejak digital tak mudah hilang ataupun dihapus. Tapi, lanjutnya, tulisan kita bisa disunting atau diplagiat orang lain.
“Ini lebih mudah dibanding media mainstream,” katanya.
Perubahan dan Irama Kepenulisan
Bapak kelahiran Pasuruan 3 Mei 1967 yang memiliki hobi menulis, membaca, dan kolektor buku ini memaparkan perubahan situasi dari dunia nyata ke dunia maya telah ikut mempengaruhi irama kepenulisan.
“Tenggat menulis tidak lagi harian apalagi mingguan, tapi bisa jam atau menit,” ungkapnya.
Dia menjelaskan gaya kepenulisan, baik itu kedalaman atau keluasan isi tulisan sangat dibutuhkan. Hal ini penulis harus kerja ekstra untuk mengakses berbagai literatur atau rujukan secara cepat dan tepat.
“Menulisnya harus cepat dan benar dalam mengolah fakta atau opini,” ujarnya.
Perang Informasi
Rosdiansyah menjelaskan saat ini sudah terjadi perang informasi. Hal ini ditandai dengan penafsiran terhadap gagasan bersama dari tulisan yang beredar.
“Bagaimana kita menjabarkan penafsiran itu menjadi bahasa yang populer dan bisa diterima publik?” katanya.
Informasi yang ada di media sosial, lanjutnya, sudah terjadi propaganda kebaikan, anti-tiranik dan anti-kemunkaran. “Ini semua bisa disebar lewat medsos,” ungkapnya.
Untuk itu, tegasnya, penguasaan terhadap peta dan jejaring media sosial menjadi sangat penting. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.