PWMU.CO – Haedar Nashir dorong media online bermanajemen bisnis. Hal itu terungkap saat Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini memberikan amanat pada Resepsi Virtual 5 tahun PWMU.CO.
Kegiatan ini digelar oleh Lembaga Informasi dan Komunikasi (LIK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim dan diikuti oleh ratusan Kontributor PWMU.CO pada Ahad (21/3/2021).
Menurut Prof Dr H Haedar Nashir MSi saat ini diperlukan membuat media online yang betul-betul menjadi perusahaan. Dalam arti menjadi sebuah manajemen bisnis, karena dengan manajemen bisnis media online bisa hidup.
“Dulu pernah tren media Islam seperti majalah Panji Mas, Kiblat lalu Ummat. Isu-isunya luar biasa. Tetapi sekarang semuanya sudah jadi almarhum. Rata-rata media Islam malah menjadi mendiang,” ujarnya.
Kembangkan Varian Bisnis
“Melihat gejala seperti itu saya mencoba, waktu itu dengan almarhum Pak Didik Sujarwo. Kemudian saya ajak mas Deni Asy’ari. Ini harus menjadi lembaga bisnis. Kelola Suara Muhammadiyah (SM) sebagai lembaga bisnis. Coba tiru saja Gramedia. Untuk menghidupi Kompas harus mempunyai varian bisnis yang lain,” ungkapnya.
Dalam tempo 10 tahun, lanjutnya, maka sekarang bisa dilihat SM dengan berbagai jenis usahanya mampu menjadi kekuatan semacam holding terbesar yang dimiliki Muhammadiyah.
“Insyaallah akan ada hotel di belakang kantor SM karena kita sudah membeli tanah. Dengan seperti itu SM cetak maupun SM online tidak mengalami problem pembiayaan karena memperoleh backup dari situ,” jelasnya.
Sense of Business
Ke depan, sambungnya, memang harus seperti itu. Karena mengandalkan kerelawanan itu jujur kita menjadi tidak profesional. Dan tidak ada challenge atau tantangan. Sekaligus tidak membangun tonggak kemajuan.
“Ini tantangan buat para pengelola yakni mengembangkan sense of business. Disamping menyangkut konten dan keredaksian, kemampuan membaca tren dan memanaje isu-isu yang bisa kita jadikan alat untuk dakwah,” paparnya.
“Ini penting karena manajemen ke depan semua bergerak ke situ. Insyaallah itu akan menjadi kekuatan dakwah komunitas Muhammmadiyah,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.