PWMU.CO – Hari Perawat Nasional ke-47 yang jatuh pada 17 Maret, dijadikan momen Rumah Sakit Islam (RSI) Fatimah Banyuwangi untuk memberikan layanan terbaiknya.
“Sesuai dengan motto Layananku Ibadahku dan visi Menjadi Rumah Sakit dengan Pelayanan Prima dan sebagai Sarana Dakwah, kami menekankan kepada perawat untuk melayani pasien dengan sepenuh hati,” ujar Suprapto S.Kep, Ners, Selasa (23/3/21), di ruang kerjanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) RSI Fatimah ini mengatakan pandemi bukan hanya ujian tapi juga ladang amal. Walau mungkin ada kekurangan di sana-sini, lanjutnya, kami siap menerima kritik dan saran sepahit apa pun agar ke depannya semakin baik.
Siapkan Dua Ruang Isolasi Pasien Covid
Suprapto menjelaskan di hari Perawat Nasional sekaligus hari lahirnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ke-46, RSI Fatimah yang menjadi salah satu amal usaha Muhammadiyah (AUM) turut memberikan sumbangsih penanganan Covid-19.
“Kami telah menyiapkan dua ruang, Arafah dan Raudhah yang semula diperuntukkan sebagai ruang VVIP dan ruang rawat inap kelas tiga menjadi ruang perawatan dan ruang isolasi,” jelasnya.
Ruangan ini, sambungnya, telah diresmikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid MSi, 22 November 2020.
Pintar Manajemen Diri
Suprapto mengatakan untuk memperkuat layanan, perawat RSI Fatimah dituntut pintar manajemen waktu, emosi dan mampu memberikan nilai edukasi.
“Bukan hanya bagi pasien yang bersangkutan, namun juga keluarganya dan masyarakat luas. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Dia memaparkan sebagai salah satu ujung tombak pelayanan, para perawat dituntut untuk tampil prima. Bukan hanya dari segi fisik, segi kesehatan mental spiritual, namun juga pengetahuan dan keterampilan.
“Selain itu juga kemampuan di bidang teknologi serta kepiawaian dalam mempergunakan alat medis menjadi keharusan mengingat daya saing yang semakin kompetitif.”
Hilangkan Stigma Orang Takut Berobat
Dalam kesempatan yang sama, swabber andalan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSI Fatimah Dido Riyan Martha SKep Ns mengatakan beredar stigma pasien yang masuk rumah sakit, apapun keluhannya akan divonis Covid-19.
“Stigma ini yang menyebabkan orang takut untuk berobat dan menjalani perawatan di rumah sakit,” jelasnya.
Padahal, sambungnya, untuk menentukan seorang pasien positif atau tidak, ada beberapa tahapan pemeriksaan yang harus dijalani. Mulai dari foto rontsen di ruang radiologi.
“Bukan hanya untuk memastikan kondisi fraktur atau dislokasi bagi pasien kecelakaan, namun juga untuk memastikan kondisi paru-paru bersih atau tidak dari virus. Apa pun hasil rontsen baik positif ataupun negatif tetap akan dilanjutkan dengan tes berikutnya,” tambahnya.
Rapid Antibody
Dido mengatakan tahapan berikutnya pasien akan dilakukan rapid antibody dan rapid antigen yang dilakukan oleh seorang swabber.
“Ini untuk mengambil sample darah pasien,” katanya.
Dia mengutarakan biasanya petugas akan mengambil sampel darah melalui jarum infus yang dipasang sebelum cairan infus dimasukkan. Faktor kesulitanya adalah apabila vena pasien sangat kecil dan tipis. Ini dibutuh kejelian dan hati-hati agar pembuluh darah pasien tidak pecah.
Proses Rapid Antigen
Petugas IGD RSI Fatimah Mubarokah SNers menjelaskan proses rapid antigen merupakan metode swab atau usap untuk mengambil sekresi dari hidung dan tenggorokan dengan menggunakan alat seperti cotton bud.
“Alat ini hanya satu buah dan disimpan dalam tabung plastik sehingga terjaga dari kontaminasi dan dalam kondisi steril karena tabung tersebut dalam keadaan tersegel sebelum digunakan,” jelasnya.
Apabila semua hasil tes dinyatakan negatif namun kondisi oksigen dalam darah pasien mengalami penurunan signifikan padahal sudah dibantu dengan memberikan tambahan oksigen, maka pasien tersebut tidak bisa dirawat diruang rawat di ruang isolasi.
“Di sinilah duka kami, kadang prosedur tetap dan SOP yang kami terapkan dijadikan persoalan sehingga memicu kesalahpahaman antara tenaga medis dan keluarga pasien.” (*)
Penulis Yulia Febrianti. Editor Ichwan Arif.