Tangis dan Tawa di Balik Berita PWMU.CO, tulisan khusus Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni di milad ke-5 PWMU.CO.
PWMU.CO – “Tak jarang aku menangis dan patah semangat ketika harus merevisi berita yang kukirim ke meja redaksi. Sedih rasanya.”
Ungkapan itu disampaikan Tri Eko Sulistiowati, seorang ibu Aisyiyah dari Bulak Surabaya, saat menceritakan pengalamannya sebagai kontributor PWMU.CO. Baper alias ‘bawa perasaan’ Bunda Tri, sapaannya, tidak sendirian. Pengalaman Nina Yovanti Windayani lebih tragis lagi.
Pernah suatu saat, sejak pagi dia menulis dan baru selesai malam hari. Dia lalu mengirimkan naskahnya ke redaksi malam itu juga. Namun tulisan itu tidak langsung dimuat. Dia diminta redaktur melengkapi data yang kurang.
Waktu itu dia menangis dan membangunkan suaminya yang baru istirahat agar menemaninya merevisi. Namun karena keterbatasan ilmu tentang penulisan berita, suaminya hanya menyarankannya supaya bersabar.
Yovanti tetap berusaha merevisi sambil menahan kantuk. Kemudian mengirimkan lagi naskahnya. Esoknya berita dia diterbitkan PWMU.CO. Dan dia senang luar biasa.
Pengalaman itu diceritakan sejawatnya Estu Rahayu di SMA Muhammadiyah 1 Gresik saat mengenang wafatnya Yovanti di usia 55 tahun, 19 Februari 2020.
Sekolah Menulis
Masih banyak pengalaman serupa yang tak mungkin diceritakan semua di sini. Tapi dari dua contoh itu kita mendapat gambaran bagaimana PWMU.CO mendidik para kontributornya.
Pertama, PWMU.CO selalu berusaha keras agar tulisan-tulisan yang diterbitkan punya standar kualitas, baik dari konten maupun bahasa. Oleh karena itu, penyuntingan menjadi salah satu SOP.
Dengan kata lain tidak ada kiriman naskah yang diterbitkan ‘glundung‘ begitu saja tanpa melalui proses editing. Beberapa kali kami memergoki ‘naskah kembar’ yang dikirim oleh kontributor ke beberapa media.
Ternyata di media lain naskah itu terbit tanpa proses penyuntingan sama sekali. Di PWMU.CO kami harus membuatnya lengkap dan enak dibaca. Begitu juga perlakuan untuk berita release.
Proses Komunikasi Timbal Balik
Kedua, dalam proses membuat naskah itu menjadi tulisan yang lengkap, bahkan mendalam, para editor perlu melakukan konfirmasi ulang, yang dalam bahasa kontributor sering disebut ‘naskah dikembalikan’.
Dalam proses inilah sebenarnya sedang berlangsung sekolah jurnalistik secara tak langsung. Ini pula yang membedakan PWMU.CO dengan lainnya. Seburuk apapun, naskah kiriman kontributor tidak akan kami tolak sepanjang tidak menyangkut hal-hal prinsip yang menjadi kebijakan redaksi.
Itulah yang jarang, atau bahkan tidak, dilakukan oleh media lain pada para kontributor atau penyumbang naskahnya. Kalau memenuhi standar ya dimuat, kalau tidak ya sudah, tak layak muat. Selesai urusan. Mengapa begitu? Karena dalam proses ini membutuhkan energi besar: waktu, tenaga, dan pikiran.
PWMU.CO tidak begitu. Kontributor tidak sekadar menulis lalu pergi, yang naskahnya dimuat atau dikembalikan tanpa komunikasi. Nah, dalam proses umpan balik itulah bisa terjadi tangisan atau bentuk baper lainnya.
Tapi, dengan cara ini, PWMU.CO berhasil mengangkat ‘derajat’ orang-orang biasa—artinya bukan berlatar belakang ilmu jurnalistik—menjadi wartawan dan atau penulis baru. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Ada guru, perawat, dosen, karyawan, ASN, ustadz, ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan sebagainya.
Maka tangisan yang berlangsung dalam proses komunikasi timbal-balik itu pun berubah menjadi tawa, ketika akhirnya mereka bisa menyajikan liputan menarik, bahkan eksklusif.
Seperti yang dialami Bunda Tri. Dia bangga ketika akhirnya bisa meliput acara Aisyiyah yang dihadiri Jusuf Kalla, wapres saat itu, lengkap dengan protokol kepresidenan.
Atau Yovanti yang akhirnya berhasil menulis puluhan berita sebelum wafatnya. Padahal keduanya ibu biasa, bahkan sudah berusia setengah abad.
Bukan itu saja. Pendidikan jurnalistik PWMU.CO, diakui atau tidak, telah mengantarkan mereka menjadi kolumnis dan penulis buku. Atau di tempat bekerjanya, ia diangkat menjadi humas. Beberapa menjadi sosok berprestasi berkat tulisannya di PWMU.CO.
Karena itu, kami bangga, di usianya yang kelima, 18 Maret 2021, Sekolah Menulis PWMU.CO telah berhasil melahirkan banyak penulis andal. Maka maafkan, dan lupakan, soal tangisan itu! (*)