Mudik Dilarang Lagi, Waduh! oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Pemerintah resmi melarang warga untuk mudik Lebaran 2021 dengan alasan penularan Covid-19 masih tinggi. Bahkan untuk ini akan dilakukan pengawasan ketat. Padahal sebelumnya Menhub menyatakan di depan Komisi VI DPR bahwa mudik tahun ini tidak akan dilarang.
Mudik tidak harus dilarang pada Lebaran 2021. Ini sudah kebijakan diskriminatif pemerintah. Wisata dan kerumunan lain boleh-boleh saja. Apalagi pulang kampung itu budaya yang telah melembaga. Ada nilai silaturahmi dan spiritualitas. Bahwa ada aturan prokes yang mesti dijaga tetap dijalankan sebagaimana mestinya.
Orientasi negara ini selalu saja pada aspek ekonomi. Pandemi pun dapat diterobos dengan alasan menggerakkan roda ekonomi. Sementara pada aspek keagamaan tidak menjadi prioritas. Bahkan dipinggirkan. Budaya keagamaan ikut terdampak oleh kebijakan materialistis dan pragmatis seperti ini. Padahal nilai ekonomis mudik sebenarnya cukup besar.
Dahulu pernah ada seorang menteri yang mengancam pidana bagi yang mudik. Alasannya menentang kebijakan pemerintah atas pelaksanaan UU Kekarantinaan Kesehatan. Penafsiran sempit dan tendensius. Kepentingan non agama yang berkonsekuensi kerumunan dibolehkan contohnya kampanye saat Pilkada.
Pelanggaran Pemerintah
Pelanggaran terberat pemerintah saat ini dalam konteks pandemi Covid-19 adalah tidak dijalankannya prinsip equality before the law atau pemerintah melakukan diskriminasi hukum.
Mudik dilarang sementara pasar dan wisata boleh saja. Menteri Pariwisata yang baru Sandiaga Uno diamanati untuk menggalakkan pariwisata di masa wabah. Kebijakan yang sesungguhnya tidak sehat.
Di sisi lain Sekjen Organda mempertanyakan larangan mudik tahun ini. Sebab sebagaimana tahun lalu praktiknya tidak mudah untuk dicegah. Menurutnya, yang justru menjadi sasaran adalah bus dan kendaraan umum saja. Kendaraan kecil tetap dapat pulang kampung dengan berbagai cara meloloskan diri dari cegatan. Artinya lagi-lagi masalahnya ada pada konsistensi dan keadilan.
Selama kebijakan pemerintah masih ambigu, tebang pilih, dan hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi dan politik, maka daya dukung publik terhadap kebijakan apapun akan rendah. Artinya, menjadi kontra produktif. Kredibilitas terus merosot dan aurat kekuasaan semakin terbuka terang benderang. Memalukan. (*)
Bandung, 28 Maret 2021
Editor Sugeng Purwanto