Postingan di Medsos Cermin Jati Diri oleh Yanita Intan Sariani, SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik. Tulisan ini Juara Harapan III Lomba Penulisan Opini 5 Tahun Milad PWMU.CO.
PWMU.CO– Media sosial menjadi wadah ekspresi bagi masyarakat. Bukan hanya tempat saling berbagi cerita atau informasi, juga menjadi tempat pengumpulan tugas kerja, sekolah, dan hiburan.
Bahkan media sosial menjadi ajang perlombaan untuk mencari ketenaran. Tak jarang orang-orang akan melakukan hal-hal nyeleneh sehingga menarik perhatian orang demi viral. Penggunaan media sosial yang berlebihan dan di luar wajar dapat mengubah masyarakat menjadi haus eksistensi.
Menurut Tara Marshall, Katharina Lefringhausen, serta Nelli Ferenczi, dalam penelitiannya menyebutkan, orang yang rendah percaya dirinya, cenderung postingan konten pasangannya. Sedangkan orang yang sering posting pencapaian kerjanya dikelompokkan sebagai orang yang narsis. Dilansir Sciencealert, penelitian tersebut meninjau aspek dorongan orang-orang untuk memposting sesuatu di media sosial.
Menyimak dari penelitian itu, peluang bagi warga Muhammadiyah untuk berdakwah digital mengikuti tren. Memposting konten edukasi islami dengan diberi sentuhan tren masa kini. Senang kalau pembaca menyukainya. Bersyukur lagi waktu pembaca mengikuti.
Karena itu jangan malu untuk menunjukan identitas sebagai warga Muhammadiyah yang mengikuti tren masa kini dengan tetap berpegang ajaran agama Islam.
Bisa Jadi Buku
Update status di medsos sebenarnya bukan sekadar menunjukkan eksistensi diri. Tapi juga mengasah bakat menulis. Banyak pengguna medsos dari postingan status itu akhirnya dikumpulkan menjadi buku. Karena itu tulislah sesuatu yang bermanfaat. Tulisan-tulisan itu kalau dibukukan menjadi pesan yang spektakuler.
Apapun peristiwa di depan mata bisa menjadi tulisan. Apapun yang terlintas di pikiran kita, langsung saja ditulis. Menulis opini tak lagi harus di media cetak mainstream yang susahnya minta ampun untuk bisa dimuat.
Lewat medsos, sekarang siapa pun bisa menulis dan menerbitkan sendiri opininya. Disebarkan ke mana-mana untuk dibaca. Pembacanya bahkan bisa melebih pembaca koran cetak.
Kita bisa menuliskan berbagai pemikiran baru yang muncul di pikiran. Tanpa tulisan semua ilmu pengetahuan akan hilang. Apalagi di masa pandemi Covid-19, berbagilah pengalaman. Kita mengembangkan berbagai perspektif baru dari berbagai sudut pandang berdasarkan keilmuan yang digeluti.
Dengan begitu update status yang ditulis menjadi solusi bagi orang lain. Tulisan tak usah bertele-tele. Apalagi menggurui. Tulis sesuatu yang lugas. Syukur-syukur tulisan itu bisa menengahi perbedaan pendapat. Inilah yang menunjukkan bahwa tulisan adalah sebuah kekuatan diri.
Tulisan Itu Abadi
Melalui tulisan yang tidak bisa disampaikan secara lisan akan dengan mudah terdistribusi ke pembaca. Hasilnya tulisan tersebut memberikan inspirasi bagi pembaca. Tulisan terus abadi meskipun kita sudah mati.
Lalu bagaimana cara membuat opini sampai tingkat lanjut? Yang pertama dilakukan adalah menulis dengan kerendahan hati melalui kata yang menyemangati, bukan kebencian apalagi cacian.
Kedua, fokus mengangkat sebuah topik, meskipun kadang topik itu belum tentu menarik bagi orang lain. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas tulisan, tidak ragu untuk membandingkan tulisan kita dengan tulisan orang lain.
Keempat, sering membaca untuk menambah perbendaharaan kata. Kelima, harus terbuka terhadap semua kritikan. Terakhir apabila masih dirasa sulit, tulislah dengan hati yang ikhlas, rasakanlah, kemudian tersenyumlah. Karena kita belajar dari proses. (*)
Editor Sugeng Purwanto