PWMU.CO – Dongeng SD Mumtaz tentang kelinci dan monyet sarat pesan moral. Hal tersebut muncul dalam Mumtaz Online Trail Class, Selasa (30/3/21).
SD Muhammadiyah 1-2 Taman (Mumtaz) Sepanjang, Sidoarjo menggelar program Mumtaz Online Trail Class (MOTC) bertema “A Fun Virtual Learning Experience” untuk para siswa TK/RA se-Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik).
Kepala SD Muhammadiyah 2 Taman Rahadian Arif Rahman SS MAP menerangkan, program tersebut bertujuan memberi pembelajaran dan pendidikan yang kreatif, serta menyenangkan bagi siswa TK/RA di masa pandemi.
“Ada tiga pilihan dikegiatan MOTC kali ini, yaitu mendongeng, menggambar, dan kerajinan tangan. Alhamdulillah, sudah banyak permintaan dari TK/RA untuk jadwal program kegiatan MOTC kali ini,” ujar Rahadian.
Dongeng SD Mumtaz Kelinci dan Monyet
Hal tersebut tampak saat kegiatan Trail Class Virtual Mendongeng SD Mumtaz bersama TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bringinbendo, Taman. Selasa (30/3/21). Dalam kegiatan tersebut, salah satu dongeng berjudul “Persahabatan Kelinci dan Monyet”. Dongeng tersebut dibawakan Heni Dwi Utami SPd, pendongeng dari SD Mumtaz.
Selain Heni, ada Ririn Putri Arianti SPd. Dia memerankan Aisyah dan Yunan, tokoh boneka anak perempuan dan laki-laki SD Mumtaz yang mempunyai karakter humoris, sabar, jujur, dan mudah bersahabat dengan siapapun.
Heni mengaku sangat sangat senang ditunjuk sekolah sebagai salah satu pendongeng. Seperti saat dia mendongeng cerita persahabatan kelinci dan monyet. Ringkasan ceritanya dia tuturkan sebagai berikut:
“Di suatu hutan hiduplah dua sahabat. Si Kelinci dan Si Monyet. Mereka tiap hari bertemu di bawah pohon rindang dan saling bertukar cerita.
Meskipun bersahabat, ternyata ada kebiasaan Si Monyet yang tidak disukai Kelinci, yaitu selalu menggaruk-garuk tubuhnya ketika berbicara. Begitu pula kebiasaan Si Kelinci, yang mempunyai kebiasaan selalu mengendus-endus dan menggerakkan telinganya yang tidak disukai oleh Si Monyet.
Suatu hari, Si Kelinci menegur Si Monyet tentang kebiasaannya itu. Sebaliknya, Si Monyet juga mencela kebiasaan Si Kelinci. Akhirnya mereka setuju, agar masing-masing menghentikan kebiasaannya tersebut. Namun Si Kelinci dan Monyet sama-sama tidak bisa menghilangkan kebiasaan mereka.
Kelinci dan Monyet berusaha saling mengelabui temannya, agar dapat melakukan kebiasaan mereka lagi. Akhirnya mereka sama-sama menyadari bahwa yang mereka lakukan itu salah. Sejak saat itu mereka pun sepakat untuk tidak lagi mempermasalahkan kebiasaan sahabatnya itu”.
Dongeng Sarat Pesan Moral
Menurut Heni, dalam dongeng SD Mumtaz tersebut sarat pesan moral. Yaitu setiap makhluk Allah SWT memiliki kelebihan dan kekurangan. “Kita sebagai makhluk sosial harus dapat menerima kekurangan orang lain dan tidak boleh memaksakan kehendak kita. Menerima kelebihan dan kekurangan orang lain adalah bagian dari rasa bersyukur. Rasa bersyukur kita kepada Allah Swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita,” ungkap Heni.
Guru yang menjadi wali kelas V itu juga menyatakan kebanggaannya menjadi pendongeng pada hari ini. Meskipun di awal sempat grogi dan deg-degan. “Alhamdulillah, selanjutnya sudah tidak grogi lagi. Semoga dongeng yang kami bawakan ini bermanfaat bagi siswa-siswi, orangtua, dan ibu guru TK ABA Bringinbendo,” imbuhnya.
Hal lain dirasakan Ririn Putri Arianti SPd, yang memerankan sosok dua karakter Aisyah dan Yunan. Dia mengatakan, tidak mudah memerankan dua peran sekaligus. Aisyah sosok anak perempuan yang penuh kelembutan, sementara Yunan adalah anak laki-laki dengan suara lebih besar dan tegas.
Tapi guru kelas I tersebut mengaku menikmati tugasnya kali ini, yakni sebagai pendongeng yang memerankan dua karakter sekaligus. “Jadi seperti seorang dalang. Semoga dalam penampilan mendongeng selanjutnya, saya akan lebih baik dan menjiwai perannya,” ujarnya sembari tersenyum.
Di bagian lain, Kepala TK ABA Bringinbendo Siti Muklatin SPd menyatakan, anak-anak didiknya sangat antusias, senang, dan terhibur dalam mendengarkan cerita dongeng. “Kegiatan ini sudah ditunggu-tunggu anak-anak sejak kemarin. Namun, waktunya hanya 30 menit, kurang rasanya. Harapan kami semoga kegiatan mendongeng yang akan datang ada tambahan durasi waktunya,” harap Siti Muklatin.
Penulis Arif Yuli Purwanto. Editor Darul Setiawan.