PWMU.CO – Satu Lokasi di Beijing Airport, Beda Arah Kiblat Shalat. Peristiwa itu sudah berlangsung empat tahun silam, tepanya Ahad (9/4/2017) sore. Tapi jika mengingatnya, masih tetap lucu. Kelucuan lain baca humor ini!
Saat itu, kami, rombongan muhibah ormas Islam Jatim ke Tiongkok—yang terdiri dari unsur MUI, Muhammadiyah, NU, dan Takmir Masjid Cheng Hoo Surabaya—berada di Beijing International Airport, untuk menunggu jadwal penerbangan ke Lanzhou. Rombongan bermaksud menunaikan jamak qashar Dhuhur-Asar.
Di bandara ini tidak ada ruang khusus untuk itu untuk shalat. Berbeda misalnya dengan di Hongkong International Airport yang menyediakan tempat shalat (pray) khusus.
Maka rombongan berencana melaksanakan shalat di lantai ruang tunggu. Karena sebagian sudah mengambil wudhu dan tempat terbatas, maka yang sudah siap shalat duluan.
Shalat jamaah kloter pertama Ketua MUI Jatim (saat itu) KH Andussomad Bukhori yang memimpinnya. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nadjib Hamid ikut berjamaah dalam kloter ini meski dengan terlambat.
Saya yang wudhu belakangan kemudian mengajak Ketua PWM Jatim M Saad Ibrahim dan beberapa lainnya untuk berjamaah shalat pada kloter berikutnya.
Tapi sebelum melaksanakan shalat, Saad Ibrahim ragu akan arah kiblat yang digunakan jamaah gelombang pertama. Maka dia meminta tolong Musodik, Sekretaris Eksekutif—kini Kepala Kantor—PWM Jatim untuk mengeluarkan kompas otomatis, yang sebenarnya sudah pihak biro travel telah memberikannya pada tiap anggota rombongan.
Dari petunjuk arah itu, terbaca bahwa arah kiblat justru bertolak belakang dengan arah kiblat jamaah kloter pertama. Tapi kami mantap dengan arah kiblat yang ditunjukkan kompas itu. Maka Saad Ibrahim memimpin jamaah shalat dengan menggabung dan meringkas, yakni dua-dua rakaat (jamak qashar). Adapun tempat kami shalat dengan jamaah yang shalat duluan itu dibatasi oleh trolly.
Shalat Menghadap Timur
Usai shalat, Nadjib Hamid menghampiri kami. Dia bercerita bahwa setelah berdiskusi dan mengecek ulang kompas, ia baru sadar kalau shalatnya tadi menghadap timur. “Saya tadi ikut jamaah ketika shalat sudah dimulai,” ujarnya sambil mengatakan bahwa hal itu tidak masalah karena ketidaktahuan.
Cuma yang membuat Nadjib heran, kenapa masih ada kloter jamaah berikutnya yang arah kiblatnya masih ke arah timur. “Sudah saya ingatkan, tapi mereka masih yakin dengan arah kiblat yang salah itu,” ucapnya.
Nadjib menambahkan perbedaan arah kiblat ini bisa terjadi karena Bandara International Beijing tidak menyediakan tempat khusus untuk shalat. “Jadi anggap saja pencarian arah kiblat tadi sebagai ijtihad. Dan yang salah tetap dapat satu pahala. Apalagi, ke mana saja kita menghadap, di situ ada wajah Allah,” katanya sedikit berfilosofi.
Selidik punya selidik, ternyata jamaah kloter pertama tadi salah dalam membaca kompas. Kisah ini mengingat kita tentang umat Islam di Suriname. Sampai sekarang, ada masjid yang menghadap ke barat karena ikut tradisi leluhurnya dari Jawa, yang kiblat shalatnya ke arah barat.
Dan Muslim modern yang paham posisi geografis Suriname, tentu menghadap ke timur. Jadi satu negara dua arah kiblat. Demikian juga, satu bandara dua arah kiblat, he he … (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni, artikel ini diolah ulang dari berita ini.