
72 Bidadari Menyambut di Surga oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO-Tentang bolehnya mengurbankan diri (bunuh diri) di jalan jihad ada dalam surah al-Baqarah 207. ”Dan di antara manusia ada orang yang ’mengorbankan dirinya’ karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Ayat ini yang dibaca Ibnul Muljam saat ia menikam Sayidina Ali ra. ”Hukum itu milik Allah,” katanya. Khalifah Umar bin Khaththab dan Khalifah Utsman bin Affan sebelumnya wafat juga di tangan radikalis.
Posisi para jihadis juga sangat mengesani dengan kemulian tiada tara, sebab itu ia menjadi impian dan harapan yang mengaku beriman.
Al-Baqarah:154 menyebutkan ”Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup tetapi engkau tidak menyadarinya.”
”Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki”.
Rasululah saw bersabda, ”Orang yang mati syahid mendapatkan tujuh keistimewaan dari Allah: diampuni sejak awal kematiannya, melihat tempatnya di surga, dijauhkan dari adzab kubur, aman dari huru-hara akbar, diletakkan mahkota megah di atas kepalanya yang terbuat dari batu yakut terbaik di dunia, dikawinkan dengan 72 bidadari, serta diberi syafaat sebanyak 70 orang dari kerabatnya.”
Keyakinan Jihad
Ini janji paling populer di kalangan jihadis. Jadi jangan penah menafikan apalagi menghilangkan frase ”hidup mulia atau mati syahid”. Radikalisme itu realitas dan faktual ada. Dengan janji macam itu siapa tak ingin mati syahid?
”Bagi para jihadis, negeri makmur adil dan sejahtera bukan tujuan bahkan akan menutup bagi para jihadis untuk menemui syahid, yang mereka inginkan adalah suasana chaos. Kacau. Suasana perang sehingga jalan menuju surga lebar terbuka,” tutur Ali Imran, mantan teroris bom Bali.
Jadi semakmur apa pun negeri tak bakal surut niat mengafirkan dan menyesatkan menjadi jalan penghalalan untuk membunuh sebagaimana dilakukan Ibnu Muljam atas Sayidina Ali ra.
Bagi para jihadis, rezim yang tidak berhukum pada hukum Allah adalah rezim kafir tidak boleh taat apalagi bersekutu dalam semua hal.
”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44).
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin?.” (QS. Al Maidah: 50).
Para jihadis juga mengembangkan perspektif tentang kafir sebagai hujjah dan pembenaran untuk penghalalan darah dan jiwa.
”Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (Al-Maidah: 73)
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.” (Al-Furqan: 44)
”Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (Al-Anfal: 55)
Tak terbayang jika agama di tangan si rendah budi dan dipahami dengan nalar cekak. Sebab itu Muhammadiyah dan NU menawarkan jalan tengah: moderasi. Meski banyak dilawan karena tidak dipahami. Meniadakan sikap radikal dalam beragama pasti menyesatkan dan tidak menyelesaikan masalah.
Korban Radikalisme
Tiga khalifah: Sayidina Umar, Sayidina Utsman dan Sayidina Ali terbunuh di tangan para ekstremis. Abu Lu’luah seorang budak dari Parsi mendendam karena negara yang dicintai luluh lantak oleh pasukan Umar Ibnul Khattab yang merobohkan Kisra.
Abu Lu’Luah atau Fairuz menyesal ia tak bisa membela Kisra dan tanah airnya. Ketika Fairuz bermakmum di barisan depan, ia menikam Khalifah Umar yang mengimami shalat pada rakaat pertama.
Para pemberontak yang dipimpin Muhammad bin Abu Bakar berhasil mengepung Khalifah Utsman yang dituduh lembek dan nepotism. Banyak kebijakan Khalifah Utsman dilawan karena banyak menguntungkan pihak keluarga. Ditambah kesenangan khalifah hidup mewah. Khalifah Utsman pun dibunuh saat menderes al-Quran. Kemudian wafat di tangan para ekstremis.
Siapa tak kenal Abdurahman ibn Muljam Al Maqri. Dia saleh dan hafidh. ”Alhukmu ilallah” inilah jargon terkenal di kalangan ekstremis saat itu. Sayidina Ali ra dianggap kafir karena berhukum pada selain Allah. Lantas dihalalkan darah dan jiwanya.
Ibnu Muljam tak hentinya membaca surah al-Baqarah 207 ketika pisau belatinya membenam di tubuh khalifah. Ali pun rubuh dan tewas saat usai memimpin shalat Subuh di pagi buta di bulan Ramadhan.
Tapi bagaimana jika para jihadis salah terjemah? Ledek orang Barat atas tafsir yang dipahami para jihadis. Borris Johnson salah satunya. Perdana Menteri Inggris ini pernah menulis novel tentang kawin 72 bidadari surga yang tertulis dalam berbagai kitab suci.
Novel ini pernah sangat populer : 72 Virgins a Comedy of Error. Janji 72 bidadari bagi martir agama, ini kisah tentang surga menjadi lucu-lucuan karena dipahami dengan nalar cekak. Kartun dibuat oleh orbit, bahwa sang teroris sudah sampai di akhirat dan dijemput 72 bidadari buruk rupa. Sang teroris lari tunggang langgang ketika dipaksa melayani.
Ada yang menyebut hadits disambut 72 bidadari itu dhaif dan diragukan sahihnya. Tapi sebagian sudah kadung percaya dan menjadikan doktrin jalan pendek menuju surga. Salah tafsir memang bisa sangat menjerumuskan. Tapi ini soal harapan dan mimpi hidup enak di tengah sulit. Wallahu alam.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post