PWMU.CO – Muktamar IPM XX telah selesai dilaksanakan. Terdapat banyak dinamika yang terjadi dalam permusyawaratan tersebut. Baik dan buruknya haruslah mampu kita ambil pelajarannya. Kader IPM secara umum dan Kader IPM Jawa Timur harus mampu bersikap adil dalam melaksanakan dan menyikapi keputusan-keputusan hasil Muktamar XX. Dari dinamika dan kenyataan yang terjadi dalam Muktamar XX kader IPM Jatim mampu bersikap sesuai prinsip 3T dalam IPM.
Pertama tertib ibadah. Ibadah secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan penghambaan kepada Tuhan. Menjadi seorang hamba berarti menjadi makhluk, bukan menjadi Tuhan. Karena hak seorang hamba dan hak Tuhan sangat berbeda. Kader IPM Jatim dalam Muktamar XX telah berhasil menampakkan diri sebagai hamba. Sikap yang santun, tidak merasa benar sendiri dan tidak memaksakan kehendak adalah sikap dan perilaku yang ditunjukkan Kader IPM Jatim dalam permusyawaratan. Karena yang Maha Dituruti dan yang Maha Benar adalah sifat mutlak Tuhan yang tidak bisa dimiliki oleh hamba.
Dalam Muktamar XX Kader IPM Jatim sukses menjadi hamba Tuhan dengan menyingkirkan arogansi dan nafsu setan yang menjadikan hamba menjadi tuhan-tuhan kecil. Secara otomatis Kader IPM Jatim telah menjaga tauhidnya masing-masing karena hakekat tauhid adalah pengesaan dan penghambaan makhluk terhadap Tuhan.
Kedua tertib belajar. Menurut seorang filsuf dan pendidik Paulo Freire, “dimana saja adalah sekolah, siapa saja adalah guru, dan siapa saja adalah murid.” Kader IPM di Muktamar XX telah belajar bersikap secara santun mengakui kesalahannya sendiri secara berani. Meskipun resiko dari hal tersebut adalah tercemarnya nama baik IPM Jatim. Tidak hanya mengakui kesalahannya sendiri, Kader IPM Jatim telah belajar untuk berani mencegah kemungkaran.
(Baca: Ini yang Diperjuangkan IPM Jatim di Arena Muktamar, Berjaket Kebesaran IPM, Fatin Shidqia Sihir Peserta Muktamar XX, Ini Tantangan Mendikbud untuk IPM)
Nahi munkar yang dilakukan oleh kader Jatim tidak membabi buta dan tetap mengedepankan kesantunan. Karena kami sangat percaya bahwa sepintar-pintar bangkai disembunyikan pasti akan tercium juga. Pembelajaran sikap yang dilakukan Kader IPM Jatim belum tentu diperoleh di bangku sekolah maupun kuliah. Kader IPM Jatim telah menjadi pembelajar sekaligus pendidik yang baik. Karena menurut Paulo Freire hakikat pendidikan adalah penyadaran untuk masyarakat agar terwujudnya transformasi sosial.
Ketiga tertib organisasi. Kader IPM Jatim dalam permusyawaratan mengikuti dengan santun dan sesuai tata tertib persidangan. Dinamika yang ada di permusyawaratan tetap diikuti sampai akhir namun tidak terpancing oleh arogansi dan primordial yang membabi buta. ketika Kader IPM Jatim bersikap santun bukan berarti tidak berani atau menghindari konflik. Tetapi kader IPM Jatim memahami betul dalam ajaran agamanya bahwa saudara se-Tuhan bukanlah orang yang dimusuhi, bahkan diperangi.
Kader IPM Jatim dalam Muktamar XX telah menunjukkan diri sebagai hamba, pembelajar, pendidik, dan organisatoris yang santun. Hasil dari Muktamar XX sebaiknya menjadi bahan perenungan dan evaluasi bersama, sehingga kedepanya akan lebih baik. Karena hakikatnya Drama Nabi Yusuf baru digelar. Jatuh dari sumur ketertindasan, bangkit dengan kesantunan, menggembara ke istana dengan penuh kejayaan. Semoga Kader IPM Jatim mampu mencontoh sifat-sifat kenabian dari Nabi Yusuf yang sering diceritakan oleh guru agamanya dahulu sewaktu masih kanak-kanak.
Wallahu a’lam bissawab. (*)
Penulis merupakan Ketua Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Surabaya.