Manajemen kurikulum sulit dicapai, berikut tips yang disampaikan Cahyo Hasanudin, dosen IKIP PGRI Bojonegoro dan mahasiswa S3 Unnes.
PWMU.CO – Manajemen kurikulum dapat dimaknai sebagai suatu proses pendayagunaan seluruh unsur manajemen untuk memaksimalkan pencapaian tujuan yang ingin dilaksanakan di lembaga atau unit pendidikan. Baik sekolah, akademi, universitas, pendidikan vokasi, nonformal, dan lembaga pendidikan lain.
Prinsip dasar manajemen kurikulum adalah penyempurnaan strategi pembelajaran oleh guru dan tolok ukur pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa. Kedua hal ini mendorong agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Manajemen kurikulum dapat dicapai melalui empat tahap, yaitu perencanaan,pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian (Syafaruddin dan Aniruddin, 2017).
Untuk mencapai keempat tahap manajemen kurikulum di atas, menurut Diding Nurdin terdapat kesulitan saat kurikulum diimplementasi, yaitu, rendahnya penguasaan materi, sebagain guru menerapkan metode kurang tepat dan minim variasi, dan penilaian hasil belajar. Ketiga masalah ini dapat teratasi dengan tips-tips sebagai berikut.
Penguasaan Materi
Penguasaan materi menjadi tolak ukur kesuksesan dalam pembelajaran. Apa jadinya jika guru tidak mengusai materi dalam pembelajaran. Menurut Syarifudin Yunus (2017), tujuan besar perubahan kurikulum tentu akan sia-sia apabila mindset guru tidak berubah. Oleh karena itu, di sini penulis membagikan tips cara penguasaan materi. Yaitu guru harus banyak membaca referensi dari jurnal, buku, internet, dan YouTube.
Guru juga bisa mengikuti cuplikan-cuplikan materi yang sering diunggah di website, misalnya ruang guru. Guru bisa menyelaraskan kompetensi dasar yang ada di kurikulum dengan berbagai sumber. Sebaik apapun kurikulum yang ada di sekolah namun jika guru belum menguasai materi maka manajemen kurikulum juga akan terhambat.
Metode Belajar yang Tepat dan Inovatif
Menurut Syarifudin Yunus, guru adalah kreator dan tidak perlu buku teks terhadap kurikulum. Guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Sekali lagi, mutu pendidikan hanya bisa terjadi bila guru mengajar dengan hati, bukan hanya logika.
Berdasar pendapat tersebut, maka metode belajar yang tidak tepat dan nir-inovatif sangat berdampak pada manajemen kurikulum. Ketepatan dan inovatif metode belajar telah digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim, melalui konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.
Konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka dapat mendorong manajemen kurikulum di perguruan tinggi lebih baik. Konsep ini sangat tepat diterapkan saat bangsa Indonesia memasuki era 5.0, sehingga mahasiswa dipermudah mengikuti pembelajaran atau perkuliahan.
Nadiem juga mengenalkan Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak pada jenjang sekolah dasar sampai atas. Konsep ini akan membuka kran inovasi-inovasi pembelajaran di sekolah SD sampai SMA sederajat, sehingga konsep-konsep pembelajaran yang tepat dan inovatif akan dilahirkan melalui Guru dan Sekolah Penggerak. Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dan Guru Penggerak-Sekolah Penggerak merupakan tonggak kesuksesan manajemen kurikulum dalam pendidikan di Indonesia.
Penilaian Hasil Belajar
Bentuk penilaian hasil belajar harus sesuai dengan karakter peserta didik. Oleh karena itu, sebaik apapun guru dalam mengajar namun jika proses penilaian hasil belajar siswa kurang tepat, maka dapat dikatakan bentuk penilaian hasil belajar kurang akurat.
Bentuk penilaian hasil belajar siswa harus sesuai dengan perkembangan zaman. Di posisi ini, saya sangat setuju dengan konsep yang digagas ‘Mas Menteri’, yaitu mengubah konsep USBN menjadi asesmen dan UN pada tahun 2021 diganti Asesmen Kompetensi Minimun (AKM) dan survei karakter.
Penilaian ini didasarkan pada literasi dan numerasi. Arah kebijakan ini mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti pada Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Jadi, mutu pendidikan ada pada manajemen kurikulum. Oleh karena itu, bentuk pengendalian manajemen kurikulum di perguruan tinggi seyogianya disinergikan dengan dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), mengingat pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) no 44 tahun 2015 belum dimunculkan tentang kurikulum.
Maka, alangkah lebih baik jika kurikulum masuk dalam dokumen SPMI. Bentuk pengendalian manajemen kurikulum di tingkat satuan pendidikan dari SD sampai SMA, perlu ada campur tangan lebih intensif oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.