PWMU.CO– Shooting batal, Mas Nadjib tampak lelah. Ini kejadian Kamis, 1 April 2021. Pukul 10:00. Mas Nadjib Hamid janjian dengan saya di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Jl. Kertomenanggal Surabaya.
Dia minta rekaman video terkait klarifikasi buku Fiqih Jilid Telu yang disorot oleh seorang ketua ormas Islam lewat tayangan Youtube. Buku fiqih Muhammadiyah ini terbitan tahun 1925 oleh Bagian Taman Pustaka Yogyakarta.
Isinya berbeda dengan mainstream paham keagamaan Majelis Tarjih sekarang. Para aktivis dan muballigh Muhammadiyah di akar rumput cukup resah karena fiqih itu mirip dengan paham tradisionalis.
”Ini permintaan Pak Haedar (Haedar Nashir, Ketua PP Muhammadiyah), agar diklarifikasi melalui tayangan video,” katanya kala itu.
Atas permintaan itu kemudian saya siapkan seluruh perangkat mulai kamera, clip on mic, tripod. Lokasi pengambilan gambar minta di ruangan PWM.
Kami kemudian bergegas menuju ruang pimpinan. Saat itu Mas Nadjib sudah terlihat lemas. Berjalan harus pegangan almari yang berjajar di lorong kantor PWM.
Karena keinginan kuat agar video tersebut jadi, akhirnya saya tetap menyiapkan apa pun yang diinginkan olehnya. Semua sudah siap. Tinggal take gambar.
Batal Rekaman
Posisi Mas Nadjib duduk di kursi di depan meja. Saat itu ada Wakil Ketua PWM Hidayatullah yang juga Rektor Umsida (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo). ”Mau rekaman apa ini,” kata Pak Hidayat.
Saat siap rekaman, saya melihat wajahnya sebelum shooting dimulai. Tampak lelah. Seketika itu saya putuskan ditunda. ”Mas Nadjib, saya mohon maaf, bagaimana kalau rekaman hari kita batalkan. Wajah Mas Nadjib terlihat sangat lelah, tidak bagus di kamera,” permintaan saya.
Dia menyatakan setuju. ”Iya, ya nggak bagus kalau di kamera. Saya nggak enak badan. Nanti kita ulang saat saya sudah segar,” ujarnya.
”Iya mas, kalau nanti njenengan sudah sehat lagi, njenengan hubungi saya, kita rekaman ulang. Saya takut Mas Nadjib tidak fokus saat menerangkan nanti,” kata saya.
Rencana shooting hari itu batal. Saya dan Mas Nadjib lantas diskusi ringan sambil makan siang ditemani istrinya, Mbak Luluk Humaidah, di ruang LIK (Lembaga Informasi dan Komunikasi).
Saya tidak melihat Mas Nadjib yang segar seperti sebelumnya. Selalu semangat dan ceria. Siang itu, benar-benar saya melihat Mas Nadjib sangat lelah.
Rupanya itu pertemuan terakhir saya dengan Mas Nadjib. Benar- benar tidak bertemu selamanya. Selamat jalan Mas Nadjib. Semoga husnul khotimah. (*)
Penulis Faishol Taselan Editor Sugeng Purwanto