PWMU.CO – Nadjib Hamid dalah uswah atau teladan bagi para kader Muhammadiyah. Hal tersebut disampaikan Prof Dr Haedar Nashir, Sabtu (10/4/21) malam.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyampaikannya dalam Takziyah Virtual, yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) atas wafatnya Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Drs Nadjib Hamid MSi.
Dalam iftitahnya, Prof Haedar menyampaikan duka cita mendalamnya. “Atas nama PP Muhammadiyah, kami menyampaikan duka cita. Innalillah wa inna ilaihi rajiun atas meninggalnya saudara kami tercinta Mas Nadjib Hamid,” ujarnya.
Takziah Menguatkan Hati Keluarga
Haedar mengaku merasa sangat kehilangan akan sosok yang baik dan terbaik, di dalam tutur kata, tindakan, dan amal shalihnya. “Untuk itu kita bertakziah pada malam hari ini sebagai bagian dari sunnah yang baik. Barangsiapa bertakziah, yakni menguatkan hati saudara-saudara kita yang kena musibah, maka Allah akan memberi pahala yang setimpal dari kebaikan yang dilakukan saudara kita yang kena musibah itu,” tuturnya menukil sebuah hadits.
Tradisi yang baik bagi Muhammadiyah, sambungnya, meskipun lewat virtual karena keadaan masih pandemi Covid-19. Bertakziah menguatkan hati keluarga yang ditinggalkan almarhum. “Biarpun kami yakin sebagaimana tadi diwakili oleh keluarga, bahwa keluarga ikhlas, sabar, dan tawakal, dan kuat melepas kepergian almarhum yang sudah digariskan, dipanggil oleh Allah,” ungkapnya.
Setiap Kita Punya Batas Ajal
Haedar menuturkan, bahwa wafatnya Nadjib Hamid karena Allah telah memanggilnya dalam batas ajal yang pasti dan tidak seorang pun bisa mencegahnya. “Seperti yang disampaikan Ulin (anak Nadjib Hamid) yang penuh ketulusan. Soal ajal tinggal kita menunggu waktu dan giliran. Setiap kita punya batas ajal dan ketika ajal itu tiba, maka siapapun tidak bisa menunda atau menyegerakan,” urainya.
Kematian itu, lanjut dia, sesuatu yang pasti namun penuh dengan rahasia. Wasilah-nya bisa sakit bisa juga tidak. Dan wasilah itu bisa sesuatu yang dipahami berdasarkan akal pikiran, bisa juga tidak bisa dipahami. Itulah bagian dari rahasia Allah.
“Karena itu maka, kepasrahan, tawakal, dan sabar adalah kunci kita menghadapi musibah seperti ini. Dan insyaallah bahwa Allah memiliki rahasia-Nya sendiri untuk kehidupan kita. Allah memiliki banyak jalan yang diberikan untuk kita,” terangnya.
Tentu, kata Haedar, kita sebagai umat Islam tidak boleh takut dengan kematian. “Tapi kita juga tidak perlu mengejar-ngejar kematian. Yang paling penting adalah kita mempersiapkan diri, bagaimana agar ketika ajal itu tiba, kita dipanggil Allah dalam jiwa yang mutmainnah,” paparnya.
Dan setelah itu, kata Haedar, manusia membawa tiga hal, setidaknya seperti yang disabdakan nabi. “Yaitu segala amal jariyah atau amal kebaikan kita, kedua anak-anak yang shalih yang selalu mendoakan kedua orangtuanya. Saya kira, Ulin Nuha dan putra Pak Nadjib pasti tahu bagaimana memposisikan diri menjadi umat yang saleh dan selalu mendoakan kedua orangtuanya. Dan yang ketiga, ilmu yang dimanfaatkan,” jelasnya.
Nadjib Hamid adalah Uswah
Haedar lalu mengatakan, amal saleh, amal jariyah, sosok yang menjadi walad yang saleh, dan juga ilmu bermanfaat ada pada sosok Mas Nadjib. “Itulah kesaksian kami, juga kesaksian Pak Saad mewakili keluarga besar Muhammadiyah. Kami mengenal Mas Nadjib mulai dari IPM. Dan kemudian di Persyarikatan Muhammadiyah. Sosok yang gigih, militan, tidak pernah menyerah, dan selalu penuh hikmat di dalam persyarikatan Muhammadiyah,” ungkapnya.
Menurut Haedar, Nadjib Hamid dikatakan seringkali begitu rupa penghikmatannya, yang belum tentu bisa dilakukan para pimpinan lainnya. “Ketika berinteraksi dengan beliau, merupakan sosok yang begitu rupa dalam beramal saleh, yang inilah perlu menjadi contoh, uswah bagi anak-anak tercinta dan kader Muhammadiyah,” imbuhnya.
Haedar juga tahu bagaimana Nadjib Hamid sangat peduli terhadap adik-adik juniornya. “Sampai-sampai di rumahnya Mas Nadjib jadi markas untuk angkatan muda. Termasuk yang berjauhan, yakni mereka yang tempatnya jauh lalu datang ke Surabaya. Kemudian tinggal atau menginap di rumah beliau. Beliau begitu care, peduli pada adik-adik juniornya” kata dia.
Nadjib Hamid adalah Sosok Penulis
Tentu saja Pak Nadjib sosok yang begitu cinta ilmu dan suka menulis. Sosok penulis yang begitu rupa, tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi. Dan menggambarkan bagaimana Nadjib Hamid merepresentasikan misi dan isu-isu yang Muhammadiyah memerlukan dialog dan publikasi lewat tulisannya.
“Saya pikir Majalah Matan adalah menjadi bagian dari perjalanan hidup Mas Nadjib, yang sekarang diteruskan oleh teman-teman di redaksi. Satu bukti lagi bahwa Mas Nadjib menyinari kehidupan dan persyarikatan dengan ilmu dan tulisannya. Karena itu amal jariyah, keshalihan, dan kebaikan serta ilmunya akan terus mengalir sampai beliau ditempatkan di sisi Allah di surga jannatun naim,” terang Haedar.
Terakhir, lanjut Haedar, tentu bagi Persyarikatan Muhammadiyah adalah bagaimana mengambil tadzkirah, i’tibar dari Mas Nadjib dan kader Muhammadiyah yang telah mendahului kita, agar terus melanjutkan perjuangan. “Menjadikan persyarikatan kita sebagai harakatun dakwah wa tajdid. Untuk mencerahkan, memajukan, dan menyebarluaskan Islam sebagai Din ar-Rahmah, agama yang membawa rahmatan lil alamin,” jelasnya.
Dalam posisi ini maka, keluarga, anak-anak tercinta perlu untuk terus melanjutkan apa yang telah digoreskan sebagai al-atsar atau jejak hidup yang baik dari almarhum Mas Nadjib Hamid.
“Salah satu bukti kita mengenang kebaikan orangtua kita adalah melanjutkan kebaikan-kebaikan beliau di masa beliau hidup. Tentu akan lebih baik lagi kita menyambungnya dengan kebaikan yang lebih tinggi lagi,” papar Haedar.
Dan mutiara ini, mutiara kebaikan ini harus terus menjadi suluh, menjadi api, menjadi penyemangat anak-anak tercinta Mas Nadjib.
“Sehingga insyaallah kepergian almarhum dipanggil Allah tidak meninggalkan kehilangan yang berkelanjutan, tetapi diganti dengan semangat hidup yang terus mengalir dan menginspirasi. Bahwa biarpun beliau telah dipanggil, tetapi jejak hidupnya terus menyertai keluarga dan kita semua. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk melanjutkan perjuangannya lebih-lebih untuk keluarga, Bu Nadjib, dan anak-anak tercinta,” pungkas Haedar.
Penulis Darul Setiawan. Editor Sugeng Purwanto.