Meningkatkan Kualitas Puasa dengan Lima ‘S’, kolom oleh Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Tulisan ini hanya semacam ‘kultum’ dalam Ramadhan. Anda tentu sudah punya materi singkat untuk kultum juga. Kultum memang harus singkat dan ringan. Ada orang yang memberi kultum tapi panjangnya seperti ceramah.
Ada penceramah yang bilang “mumpung ketemu saya ingin menyampaikan banyak hal penting,” Dia lupa kultum artinya kuliah tujuh menit. Kutlum diubahnya menjadi kuliah tujuh puluh menit.
Untuk meningkatkan kualitas puasa mari kita tingkatkan hobi kita dengan meningkatkan ‘lima S’.
Shalat
Rabiah bin Ka’ab al Aslami bercerita: “Saya pernah tinggal bersama Rasulullah. Saya bantu menyiapkan wudhu dan keperluan lainnya. Suatu hari Rasulullah berkata kepadaku: ‘Ibnu Ka’ab, mintalah sesuatu kepadaku.’ Aku menjawab: ‘Aku minta kelak bisa menyertaimu masuk sorga.” Beliau bertanya lagi: ‘Ada yang lain?’ Aku jawab: “Tidak, cukup itu saja.’ Beliau lalu berkata: ‘Kalau itu yang kamu minta, maka bantulah aku memenuhi keinginanmu itu dengan kamu memperbanyak sujud.’ (HR Muslim)
Memperbanyak sujud artinya memperbanyak shalat. Tentu yang bisa diperbanyak itu shalat sunnah. Shalat wajib tidak bisa ditambah. Hanya lima kali. Maka perbanyak shalat sunnah selama ramdlan dan setelah selesai Ramadlan.
Kata Rasulullah, itulah jalan lebar menuju sorga. Kita tahu ada banyak salat sunnah. Ada salat Sunnah rawatib yaitu salat yang menyerai salat wajib. Paling sedikit 10 rakaat. Ada salat tahajud (tarwih), salat dhuha dan salat sunnah yang lain.
Jika nanti dalam hisab di akhirat salat kita kurang baik, tidak sempurna, maka Allah perintahkan malaikat memeriksa shalat sunnah kita. Salat sunnah itu dipakai untuk menambal dan melengkapai salat kita yang belum sempurna itu.
Sedekah
“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan sesuatu yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian infakkan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hal itu” (Ali Imran 92).
Setelah ayat ini turun, pengaruhnya sangat besar kepada para sahabat. Abu Thalhah, sahabat Ansar, punya kebun dekat Masjid an-Nabawi yang sangat terkenal bagusnya dan paling dicintainya.
Setelah turun ayat 92 Ali Imran ini, dia serahkan kebun itu kepada Rasulullah sebagai praktik nyata ayat ini. Dia ingin memperoleh kebaikan melalui sedekah kebun yang paling dia cintai. “Terserah Rasul mau diberikan kepada siapa,” katanya.
Nabi lalu menyerahkan balik kepada Thalhah. Nabi minta Thalkah sendiri yang menyerahkan kebun itu kepada orang lain. Disarankan diberikan kepada familinya sendiri. Lalu kebun itu diberikan kepada Zaid bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab. Kedua orang itu familinya. (HR Muslim).
Zaid bin Haristah, bekas anak angkat Nabi menyerahkan kuda gagah paling dicintai. “Terserah nabi mau diserahkan siapa,” katanya. Nabi tahu cinta Zaid pada kuda itu luar biasa. Ada air mata di pelupuk matanya karena harus berpisah dengan hewan yang sangat disayanginya. Maka Nabi panggil Ustamah, anak kandung Zaid sendiri. Kuda itu lalu diberikan kepada Ustamah. Dari ayah kepada anak.
Alangkah arifnya Rasulullah dan alangkah besar semangat sahabat untuk besedekah. Masih banyak contoh dari sahabat yang berlomba menyerahkan hartanya setelah turun ayat ini. Rasulullah sendiri bila datang bulan pausa, kegemaran seedekah berkali-kali lipat dari biasanya.
Anda sendiri bila ramadlan sering memberi iftrhar atau buka puasa kepada orang berpuasa.
Teruskanlah kebiasaan baik itu. Tidak harus lewat masjid karena masjid mungkin tidak mengadakan buka bersama karena menghindari kerumunan. Tetapi Anda sendiri tetap bisa melakukan pemberian ifthar itu dengan cara Anda sendiri. Kepada tetangga sekitar atau sasaran lain.
Senyum yang Semanak
“Jangan kamu pelengoskan pipimu dari orang lain (sikap angkuh) dan jangan berjalan di bumi dengan sombong. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang sombong dan membanggakan diri” ( QS. Lukman 18)
“Seorang laki-laki mendatangi Nabi. Ya Rasulullah, ada wanita terkenal tekun salatnya, tekun puasanya dan dermawan sedekahnya. Sayangnya dia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya. Nabi menjawab: Dia lebih dekat ke neraka” (HR Ahmad).
Semanak artinya familier, bersikap baik dengan siapa saja. Sikapnya ramah, wajahnya cerah, murah senyum, bersahabat. Tidak angkuh. Selalu berfikir positip. Itulah tampilan orang berpuasa. Ibadah tekun saja tidak cukup. Tekun dalam ibadah ritual harus disertai dengan tekun pula dalam ibadah sosial.
Wanita yang terkenal tekun salat dan puasa, terkenal dermawan, menurut Nabi dia lebih dekat ke nerakan karena lisannya tajam. Sering melukai hati tetangganya.
Suka Mengaji
“Sinari rumahmu seoptimal kemampuanmu. Rumah yang di dalamnya dibaca al Quran, maka akan melapangkan jiwa penghuninya, mendatangkan banyak kebaikan, malaikat berdatangan, dan setan menyingkir. Sebaliknya rumah yang di dalamnya tidak dibacakan al-Quran maka penghuninya terasa sempit, kabaikannya berkurang, malaikat pergi dan setan datang” (HR Dailamy)
“Bacalah al-Quran, sesungguhnya pada hari kiamat akan datang memberi syafaat bagi pembacanya (HR Muslim).
Budaya tadarrus adalah budaya menumbuhkan gemar membaca al-Quran. Ramadlan tahun lalu kita kehilangan momentum ini karena Covid-19. Semoga tahun ini tidak kehilangan lagi. Masjid dan mushalla semarak seperti dulu lagi. Tentu dengan patuh pada protokol kesehatan.
Yang sangat penting juga ialah membaca al-Quran di rumah. Supaya sinar Ilahi masuk dalam kehidupan rumah tangga kita. Supaya hidup tidak sumpek. Supaya suami tidak gampang marah. Supaya istri tidak cerewat. Supaya anak-anak hidup dalam suasana yang agamis.
Selalu berzikir
“Maka ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.” (al-Baqarah 152).
“Ketahuilah, dengan berzikir kepada Allah hati menjadi tentram.” (ar-Ra’ad 28).
Zikir itu ingat kepada Allah melalui lisan, hati dan perbuatan. Termasuk dalam zikir ialah melakukan iktikaf terutama pada sepuluh hari terakhir. I’tikaf merupakan bagian penting dalam muhasabah.
Ini kultum singkat sebagai upaya meningkatkan kualitas puasa kita. Diulangi: Lima ‘S’ itu ialah, shalat, sedekah, senyum yang semanak, suka mengaji, dan selalu berzikir.
Marhaban ya Ramadhan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni