Mengaji di Masjid dengan Pengeras Suara oleh Mulyanto, penulis buku-buku inspitatif.
PWMU.CO – “Ayah-ayah, orang ngaji di masjid itu berisik banget ya,” kata seorang bocah lelaki kelas 3 SD. Ia mengatakan kepada Ayahnya selepas shalat Tarawih, setiba di rumahnya.
“Mesti setiap bulan Ramadhan ngajinya pakai speaker keras begini. Sampai larut malam lagi. Aku kan jadinya nggak nyenyak tidur, Yah,” ucapnya sambil mulut mengunyah makanan, penuh.
“Mengajinya sampai malam-malam dan tidak enak lagi. Terus pakai pengeras suara, apa memang dianjurkan agama ya Yah? Menurutku itu kan mengganggu warga sekitar yang istirahat. Lagi pula warga sekitar di perumahan kita ini nggak semuanya beragama Islam kan, Yah.”
Si bocah mengambil jeda. Lalu menyomot lagi biskuit dari kalengnya lalu mengunyahnya.
“Ini jelas mengganggu kenyamanan waktu istirahat warga Yah. Ayah kok diem aja sih?” protes si bocah.
“Itu kan Yah, ngajinya tidak enak kan? Tajwidnya kacau. Mahrajul hurufnya rusak,” katanya lagi. Anak itu mengadu ke Ayah yang lagi medaras al-Quran duduk di sofa ruang tamu.
Ayah menatap anak sulungnya itu, memberinya sebuah senyuman lalu menyudahi mengajinya. Ayah menutup al-Quran namun salah satu jemarinya menyelip sebagai batas mengaji tadi. Ayah mencopot kacamatanya juga sebelum benar-benar menanggapi curhatan sang anak.
“Abang memang anak yang cerdas. Apa malam ini sudah mengaji belum?” Si Abang menggeleng. Telunjuknya ditudingkan ke mulutnya yang penuh.
“Baiklah habis makan ini ngaji ya, Nak” pinta Ayah lantas mulai membuka al-Qurannya.
Ngaji dengan Pengeras Suara
“Oke Yah. Tapi bagaimana soal ngaji yang mengganggu orang lain, Yah? Jujur aku heran. Mestinya hati ini bergetar mendengar orang ngaji enak. Ini bukan bergetar malah menjerit, Ayah. Gimana ini?” Si Abang kembali protes.
Ayah tak jadi menyematkan kacamatanya untuk meneruskan mengaji. Ia kini meletakkan semuanya. Melingkarkan lengannya di pundak sang anak di sisi kanannya.
“Kamu memang luar biasa. Anak ayah yang hebat. Yang jelas Nak. Orang Muslim mengaji al-Quran di masjid itu adalah amalan yang baik dan sangat dianjurkan. Itu amalan yang benar dan berpahala. Itu jelas. Maka Abang wajib mengaji setelah ini. Jangan nunda-nunda. Mumpung bulan suci Ramadhan harus banyak mengaji. Banyak khatam. Pahami juga maknanya.”
“Siap Ayah. Tapi bagaimana soal ngaji tidak enak di hati?”
“Baik. Soal ngaji pakai pengeras suara dan suaranya nyaring. Atau katamu tidak enak didengar. Akibatnya mengganggu kenyamanan warga sekitar yang istirahat atau mengganggu konsentrasi orang lain beribadah di rumah, misalnya meneruskan shalat qiyamullail di rumah, itu tidak dibenarkan agama.
Dalam kitab al-Madkhal, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menegur Ali Radhiyallahu yang saat itu mengeraskan bacaan dzikir dan doanya padahal di sekitarnya banyak orang yang sedang mengerjakan shalat. Kata Nabi hal itu akan mengganggu konsentrasi orang yang sedang mengerjakan shalat.
“Membaca al-Quran dengan speaker yang nyaring—juga berdoa atau dzikir dengan nada nyaring—sehingga mengganggu orang lain yang beristirahat atau mengganggu kekhusyukan ibadah orang lain menurut Ayah ya tidak benar.
“Dalam hadits riwayat Abu Dawud dijelaskan. ‘Diriwayatkan Abu Sa’id. Ia berkata: Nabi Muhammad SAW beriktikaf di masjid, lalu Beliau mendengar para sahabat mengeraskan bacaan al-Qur’an mereka. Kemudian beliau membuka tirai sambil berkata: ketahuilah sesungguhnya kalian tengah berdialog dengan Rabb (Allah). Oleh karena itu janganlah sebagian yang satu mengganggu sebagian yang lain dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca al-Quran atau dalam shalatnya. (HR Abu Dawud).
Islam Rahmat bagi Semesta
“Jadi dilarang oleh Baginda Nabi Muhammad ya Yah?” Sela si Abang.
“Begitu pesan Nabi, Nak. Jadi idealnya seorang takmir atau pengelola masjid perlu memakai rasa dalam mengurusi masjid. Kita harus menjamaahkan aspek sosial dan aspek ibadah. Mengaji dikeraskan ya harus yang ngajinya bagus merdu. Bukan sebaliknya membuat warga sekitar terganggu. Mestinya memang orang ngaji itu merdu indah dan menggugah yang mendengarkan menggugah hati.
“Pengurus masjid perlu mengatur volume speaker. Jangan sampai terlalu keras mengaji jangan sampai larut malam. Apalagi mengaji sampai imsak. Kasihan warga. Masyarakat kita kan heterogen baik dari segi yakinan maupun agama.
“Kamu kalau jadi takmir masjid kelak ya wajib begitu. Juga mau menerima masukan positif dari masyarakat sekitar. Semua musyawarahkan. Demi kemaslahatan. Asalkan warga tidak melarang adzan dikumandangkan saja.
“Mengaji dengan speaker internal dalam masjid kan ya bisa. Mengaji yang menyejukkan yang merdu itu yang utama.
“Islam mestinya menjadi rahmatan lil ‘alamin, memberi rahmat ketenangan kesejukan bagi alam semesta ini. Bukan sebaliknya.”
“Oo.. Begitu ya Yah.”
“Iya. Sana pergi ngaji jangan o… o.. aja,”
Si Abang akas ke kamar mandi berwudhu lalu duduk mengaji bersama Ayah.
Semoga bermanfaat.
Sorbhajha, 2 Ramadhan 1442
Editor Mohammad Nurfatoni