Menjadi Nabi, Keren, tapi Ini Tantangannya oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Ketika Rasulullah saw menerima wahyu pertama surat al-Alaq ayat 1-5, sesungguhnya Allah sedang menyiapkan Nabi mulia itu mengemban tugas kerisalahan. Dalam keterkejutannya Nabi Muhammad hanya menjawab, ”Aku tidak bisa membaca.”
Lalu malaikat Jibril membimbingnya. Seolah Allah berkata,”Engkau tinggal ikuti, pelajari Muhammad dan lakukan semua itu atas namaKu.”
Manakala waktu telah tiba dan sang Nabi dirasa telah siap, datanglah perintah berikutnya untuk segera bangkit dan mengemban amanah kerisalahan. ”Bangunlah!,” kata Allah. ”Bergegaslah beri peringatan. Dan agungkan Tuhanmu.” (Surat al-Mudatsir : 2-3). Inilah tugas menunaikan amanah kepemimpinan, kenabian dan perjuangan.
Lalu lelaki agung itu pun mulai menjalani takdirnya. Menjadi nabi yang bukan cita-citanya. Meninggalkan hidup mapan dan nyaman. Menghadapi tantangan dakwah, makian, dan derita.
Nabi memang tidak dibebani target dan tidak pula dibatasi dengan capaian. Yang diminta hanyalah menjalani peran (doing role). Yaa ayyuharrusul baligh maa unzila ilaika min rabbika. Sampaikan apa-apa yang diturunkan kepadamu. Yang ada adalah pemenuhan tugas dan penunaian amanah.
Selebihnya Allah mengatakan,”Wa in lam taf’al dzalika fa maa ballaghta risalatah. Ini bukan target dan bukan pula capaian, tetapi penilaian. ”Jika engkau tidak menjalankan peran dan menunaikan amanah itu, berarti engkau tidak menyampaikan risalah,” kata Allah dalam surat al-Maidah (5) : 67 itu.
Pada akhirnya sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa hanya dalam waktu kurang dari 23 tahun, keberhasilan capaian risalah melampaui seluruh jazirah Arab. Dunia membuktikan kemudian sampai abad 21 ini risalah Islam menjadi agama yang terus meningkat jumlah penganutnya di seluruh penjuru dunia.
Konsep Dunia
Dalam konsep al-Qur an, dunia ini bukan panggung sandiwara. Dunia adalah tempat singgah sementara yang nyata-nyata adanya dan segalanya dicipta untuk manusia. Maa khalaqta haadza baathila subhana wa qinaa adzaa banner. (Ali Imron: 191)
Karena itu cara menyikapinya haruslah benar dan nyata pula. Tidak boleh main-main dan asal-asalan. Dunia ini permainan tetapi bukan main-main. Dalam setiap permainan selalu ada peran, aturan dan hakim. Tanpa menguasai permainan tidak akan bisa memenangkan. Maka kata kuncinya adalah kemampuan untuk menguasai permainan.
Dalam berdakwah memajukan persyarikatan Muhammadiyah, aktivisnya harus menguasai permainan. Perlu merumuskan jati dirinya dalam organisasi dan peran apa yang akan dimainkannya. Lebih-lebih Angkatan Muda Muhammadiyah yang suatu saat akan menemukan momentum untuk meneruskan kepemimpinan umat. Penerus risalah dakwah amal usaha dan persyarikatan.
Kran dakwah telah dibuka. Medan telah disiapkan. Ibarat strategi perang, Majelis Kader telah terjun sebagai marinir untuk menyisir lokasi dan membuka jalan. Belantara telah dibabat dan peta pun dibeber. Majelis Kader telah men-share location dan menerjunkan tim pemandu bagi pasukan marinir yang akan menyasar target operasi. Pasukan marinir itu adalah Angkatan Muda Muhamamdiyah (AMM).
Sejarah kelak akan mencatat apa yang terjadi hari itu merupakan buah dari apa yang terjadi hari ini. Setiap individu memiliki kecenderungannya sendiri-sendiri. Setiap peran membutuhkan kemampuan.
Jadi Seseorang
Seringkali orang memainkan peran tidak seperti yang ia bayangkan. Tetapi bisa jadi justru di situ seseorang bisa tumbuh dan berkembang karena Allah pasti tidak salah menempatkan hambaNya di suatu keadaan bersama takdirnya. Seperti Rasulullah. Menjadi nabi mungkin tak pernah membayangkan. Tapi takdir telah menentukan.
Penting bagi setiap anak muda meningkatkan kompetensi dan kapasitas diri dengan agama, ilmu pengetahuan, dan keterampilan untuk menjadi someone. Entah apa itu, tidak penting karena hasilnya kemudian adalah menentukan masa depan. Tak perlu pula bertanya untuk apa ini semua? Karena setiap tetes ilmu dan gerak terampil adalah modal untuk meninggikan derajat.
AMM harus memiliki kesadaran bahwa masa depan dimulai dari sekarang. Maka kesiapan dan persiapan mutlak dibutuhkan. Seperti kata Nabi,”Syubban al yaum, rajaalu al ghad.” Pemuda saat ini akan memainkan perannya di masa datang.
Jangan menunggu dan menunda. Bergegaslah menjemput peran. Melewatkan momentum ini hanya akan menghasilkan penyesalan dan kenestapaan. (*)
Editor Sugeng Purwanto