Kita Mabuk Revolusi Industri 4.0, Jepang Gaungkan Humanisasi Teknologi. Demikian Rektor UMY Gunawan Budiyanto.
PWMU.CO – Pengajian Ramadhan 1442 Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertema Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan, Jumat (16/4/2021) diawali oleh sambutan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Ir Gunawan Budiyanto MP.
Gunawan menyampaikan pentingnya Muhammadiyah melakukan tajdid di tengah perubahan dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Termasuk di era revolusi industri 4.0 in, isu-isu internet of thing, (semuanya diinternetkan), dan munculnya artificial intelligence (kecerdasan buatan).
Di situlah, menurut dia, arti pentig tajdid yakni Muhammadiyah harus melakukan pemikiran kembali, (rethinking) terhadap suatu makna. “Rethinking terhadap suatu arti, rethinking dalam rangka untuk merekontruksi sebuah gerakan,” ujarnya.
Menurut dia, sadar atau tidak, Muhammadiyah harus berubah. Muhammadiyah akan berada pada suatu persimpangan jalan jika tidak berhasil melakukan perubahan yang mendasar karena, misalnya, masih menerapkan konsep organisasi tradisional.
Cucu Ki Bagus Hadikusumo itu menerangkan, pandemi Covid-19 sebenarnya sebuah biological tool yang luar biasa untuk mempercepat proses berlakunya industri 4.0. “Sehingga dengan gegap gempita kemudian juga dengan tergagap-gagap kita lihat bahwa organisasi kita harus bisa menyesuaikan diri, untuk melakukan perubahan yang luar biasa,” ujarnya.
Dia mencontohkan, di era pandemi ini hampir 2/3 potensi pembelajaran atau akademik pendidikan di Muhammadiyah berada pada titik yang paling rendah. “Artinya ini suatu tantangan yang memang harus segera diambil kebijakannya. Kalau kemudian kita masih menerapkan kaidah-kaidah organisasi tradisional barangkali lambat atau cepat Muhammadiyah berada di lini belakang,” jelasnya.
Revolusi Industri 5.0 di Jepang
Jika di Indonesia baru membahas revolusi industri 4.0, menurut Gunawan Budiyanto, Jepang sudah menyadari revolusi industri 4.0 akan menciptakan dehumanisasi.
“Bagaimana kemudian manusia itu diperlakukan sebagai sebuah mesin yang telah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Soal dehumanisasi oleh teknologi informasi itu dia mencontohkan fenomena jamaah masjid di Indonesia yang membawa HP. Itu menunjukkan dengan kemajuan ilmu teknologi informasi, konsep-konsep teologi menjadi berkurang atau melemah.
“Kita melihat bagaimana semua orang datang ke masjid, ketakukan untuk kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sinyal HP. Sehingga imam pun tidak berani mengatakan para jamaah tolong matikan HP, ujarnya.
Imam kita, sambungnya, masih memberi toleransi dengan mengatakan, ‘Mohon nada deringnya dimatikan’. “Seolah-olah lebih takut kehilangan sinyal atau seolah-olah lebih takut kehilangan panggilan temen dari pada takut untuk keterputusan komunikasi kita dengan Allah SWT,” ungkapnya.
“Jelas di sini bahwa kemajuan teknologi informasi harus disesuaikan. Kalau tidak konsep teologi akan semakin runtuh. Kita melihat bagaimana manusia ketakutan untuk kehilangan HP dibanding untuk kehilangan sinar ilahi,” tambahnya.
Oleh karena itu, Gunawan menyampaikan, Jepang sudah mengumandangkan sejak September 2020 tentang pentingnya revolusi industri 5.0. “Isinya apa, isinya adalah humanisasi teknologi,” ujarnya
Menuutnya, Jepang betul-betul menyadari bahwa apapun juga, konsep sosiologi, konsep kemanuasiaan, itu menjadi pilar dari semua bentuk sistem kehidupan.
“Oleh karenanya berbeda dengan Indonesia yang sedang dimabuk isu-isu revolusi industri 4.0. Justru Jepang yang merupakan sebuah negara dengan teknologi tinggi telah mulai mengumandangkan pentingnya revolusi humanisasi teknologi,” ungkap dia.
Di bagian akhir sambutannya, Gunawan juga mengajak Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah untuk mulai melakukan reartikulasi dan reformulasi kader Muhammadiyah dalam menghadapi era perubahan ini.
“Dan saya pikir perlu kita tekankan memang sudah saatnya, kita meletakkan masa depan Persyarikatan Muhamamdiyah kepada kader-kader yang kita siapkan betul, mereka ditempa untuk berada di dalam gelombang-gelombang era perubahan,” kata Gunawan. (*)
Penulis Syahroni Nur Wachid Editor Mohammad Nurfatoni