PWMU.CO – Kajian Din Syamsuddin tentang Lima Harapan dalam Rangkaian Ayat Puasa. Hal itu Prof Din Syamsuddin MA PhD sampaikan pada Kajian Jelang Berbuka Ramadhan Tahun Kedua Pandemi.
Kajian digelar Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim secara terbatas di Aula Mas Mansur Gedung Muhammadiyah Jatim dan disiarkan secara virtual, Sabtu (17/4/2021).
“Pada saat tadarus-tadabbur al-Quran tahun 2007 saya menemukan rangkaian ayat-ayat al-Quran tentang puasa dan Ramadhan yang selalu ditutup dengan kalimat raja’ (harapan). Ini merupakan harapan Allah SWT sebagai pencipta terhadap manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.” ujarnya.
Din menjelaskan, kalimat harapan yang dalam bahasa Arab disebut “la’alla” memiliki maksud harapan yang mungkin untuk dilakukan meski bukan sesuatu yang ideal.
“Harapan-harapan yang diungkapkan Allah SWT di ujung ayat ayat tentang puasa ramadhan itu adalah surat al-Baqarah ayat 183, 185, 186, 187, 189,” urai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu.
Baca berita terkait: Din Syamsuddin: Menjadi Muslim Lebih dari Sekadar to Be.
Harapan Penuh Makna
Din Syamsuddin mengaku belum selesai memahami kalimat raja’ yang diungkapkan secara beruntun dalam satu rangkaian ayat tersebut. Tapi yang pasti ayat-ayat tersebut full of meaning (penuh makna) dan kita dituntut harus mampu men-tadabburi dengan menarik korelasi maupun interrelasi hubungan antarayat-ayat atau harapan-harapan itu.
“Selama ini saya berhenti dalam pemahaman bahwa memahami makna harapan Allah itu dengan memahami awal-ayatnya,” ujarnya.
Pada ayat 183 yang diakhiri harapan agar bertakwa, berisi tentang perintah atau kewajiban menjalankan puasa:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Din Syamsuddn menerangkan, ayat 185 yang diakhiri harapan supaya bersyukur, dikaitkan dengan bulan Ramadhan dan dengan hidayah (petunjuk).
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada dibulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Selanjutnya, ayat 186 yang diakhiri harapan memperoleh kebenaran, berisi tentang doa. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”
“Ayat 187 ini agak panjang, banyak berhubungan dengan syariat dan ketentuan kehidupan,” kata Din Syamsuddin meneruskan adanya kalimat harapan pada ayat tersebut
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkan kamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.
Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa>”
“Ayat yang terakhir yaitu ayat 189, sebenarnya sudah dipisah dengan ayat-ayat Ramadhan, tetapi masih satu rangkaian. Ayat yang diakhiri harapan agar beruntung tersebut berisi petunjuk waktu,” terang Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan tu.
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.’ Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah rumah itu dari pintu pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Din Syamsuddin menggarisbawahi, “Yang menarik dari harapan-harapan tersebut, Allah meletakkan bukan pada isim (kata benda) melainkan pada fi’il (kata kerja).” (*)
Penulis Yunia Zahrotin Nisa’ Editor Mohammad Nurfatoni