Intoleran Teriak Intoleran, Ini Orangnya oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Politikus Ferdinand Hutahaean dalam Twitter-nya 15 April 2021 menulis: Saya sedang berpikir dan berencana mendirikan organisasi anak nusantara yang bertugas menjaga melestarikan budaya nusantara dan melawan Arabisasi yang makin hari makin menjadi-jadi.
Saya tak rela negeri indah dgn budaya luhur mulia ini dirusak oleh budaya orang asing. Apa pendapatmu kawan?
Dari susunan kalimat itu sangat terang siapa yang mau dilawan bekas politikus Partai Demokrat itu. Kenapa hanya Arabisasi yang mau dilawan? Padahal sangat mencolok mata telah terjadi Cinaisasi, Koreaisasi, Amerikanisasi, Baratisasi yang sudah menghancurleburkan budaya dan politik bangsa.
Kenapa hanya gusar dengan berkembangnya Arabisasi karena di balik Arabisasi itu ada perkembangan agama Islam. Intinya ini termasuk gerakan Islamofobia. Lebih runyam lagi dia non muslim. Jika diteruskan niatnya itu bisa memicu konflik agama menjadi makin tajam.
Meskipun Arab bukan mesti Islam tapi niatnya itu sudah tendensius yang menyinggung umat Islam. Arab memiliki akar kesejarahan bersama bangsa Indonesia. Kini aneh semakin kuat rasanya sentimen anti keislaman ini lewat anti Arab, anti radikal, bahkan isu terorisme semakin digencarkan saja. Target psikopolitis tak lain selalu umat Islam.
Tantangan bangsa ini yang harus dilawan adalah pengaruh kultur Barat yang kapitalistik, liberal, seks bebas, minum-minuman keras, narkotika, kultur yang permisif dan hedonis. Juga budaya K-Pop dan masuk program OBOR Cina.
Benci Arab
Mengapa Ferdinand Hutahaean rasis menyerang Arab? Atau mungkin dia sedang mengecilkan arti agama yang sama saja dengan mengacaukan pemahaman ideologi Pancasila. Mungkin dia sedang benci dengan Habib Rizieq Shihab, Anies Baswedan, Fadel Muhammad, Fuad Bawazier lantas berniat mendirikan gerakan anti Arabisasi.
Arabisasi seperti apa yang dimaksudkan? Kasidahan, ghamis, kerudung, jilbab, cadar, acara tahdfidh Quran di TV, adzan, puasa Ramadhan, pengajian di TV dan Youtube? Hutahaean harus jelaskan itu sebelum telanjur menjadi salah paham.
Apa yang dirugikan dengan Arabisasi bagi bangsa Indonesia dibandingkan dengan Vatikanisasi, Cinaisasi, Baratisasi?
Pikiran rasis harus dibuang jauh. Undang-undang anti diskriminasi ras dan etnis dibuat dengan maksud agar jangan ada pikiran dan pandangan politik model Hutahaean ini. Ferdinand tak pantas hidup di Indonesia meskipun berlindung di balik baju nusantara. Baju manipulasi.
Budaya nusantara yang mewujud hari ini sebenarnya tak lepas dari kristalisasi dari semua pengaruh asing yang pernah masuk dalam budaya lokal. Sehingga kalau disebut budaya luhur bangsa itu coba dibedah lebih dalam.
Orang-orang Arab yang berdakwah ke nusantara ini membawa peradaban baru seperti mengenalkan baju tertutup sebab pra Islam tanpa baju. Bahkan wanita terbuka dadanya. Orang-orang Arab itu mengenalkan penutupan aurat sebagai ajaran Islam. Begitu juga ilmu falakh, bahasa, pemerintahan, syair, perdagangan, bahkan pesantren untuk rakyat jelata hingga bebas buta huruf dan mengenal agama yang egaliter. Semua ini memengaruhi budaya lokal.
Coba cermati kosa kata Bahasa Indonesia. Ucapkan sederet kalimat, perhatikan pasti ada unsur kata Arab yang masuk. Arabisasi telah lama merasuki kosa kata Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Nama-nama lembaga negara kita juga pakai kosa kata Arab. DPR, MPR, MA, BPK, MK, BNPT. Apakah ini juga akan dilawan oleh Hutahaean?
Pikiran Ferdinand berbahaya di tengah upaya menjaga keutuhan bangsa. Dia bisa menciptakan sentimen agama. Jika dibiarkan akan muncul gerakan perlawanan tandingan anti Cina, anti Menado, bahkan anti Jawa atau anti ras lain.
Stop ide Hutahaean. Bila tetap memaksakan maka proses hukum atas dasar UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Jangan buka peluang gerombolan Hutahaean yang gemar mengadu domba dan mengacak-acak bangsa atas dasar sentimen.
Inilah contoh orang intoleran selalu teriak intoleran kepada orang lain. Bhineka Tunggal Ika hanya hiasan mulutnya. (*)
Bandung, 18 April 2021
Editor Sugeng Purwanto