PWMU.CO – Dahlan Iskan Usulkan Desentralisasi Muhammadiyah Hadapi Tiga Tantangan. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara ke-7 Dahlan Iskan tawarkan model desentralisasi pada pengelolaan organisasi Muhammadiyah agar adaptif menghadapi tantangan ilmu pengetahuan, ketenteraman, dan otonomi.
Hal ini dia sampaikan pada Pengajian Ramadan 1442 Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang digelar secara daring dengan tema Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan, Sabtu (17/4/21).
Membuka pembicaraan malam itu, Dahlan Iskan menyampaikan kesannya tentang Muhammadiyah, yaitu sebagai organisasi tajdid yang terkenal melakukan banyak pembaruan.
“Yang saya kenal, Muhammadiyah sebagai organisasi tajdid, sehingga pembaharuan-pembaharuan itulah yang terkesan pada saya bahwa itulah Muhammadiyah,” ujarnya. Dia kemudian menjelaskan tiga tantangan umat beragama yang akan Muhammadiyah hadapi ke depannya.
Baca tanggapan atas usul ini: Usulan Otonomi Muhammadiyah Dahlan Iskan Dapat Respon Seru
Tiga Calon Tantangan Muhammadiyah
Tantangan yang pertama adalah ilmu pengetahuan. “Semuanya harus logis!” kata mantan CEO Jawa Pos itu.
Tapi, menurutnya, Muhammadiyah bisa mengatasi tantangan yang sudah merupakan bidang unggulan di organisasinya. “Itu keunggulan Muhammadiyah, sejak dulu dikenalnya seperti itu,” ucap dia.
Dahlan Iskan kemudian memaparkan hasil penelitian di Barat, di mana semakin banyak orang meninggalkan agama karena terlalu percaya pada ilmu pengetahuan. Untuk itu, Muhammadiyah diharapkan dapat mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan. Caranya, dengan menjaga relevansi agama Islam dengan ilmu pengetahuan.
“Relevansi agama di masa depan bagaimana bisa tetap seiring dengan ilmu pengetahuan,” tutur pria berusia 69 tahun itu.
Tantangan yang kedua adalah menjamin hidup yang tenteram. Sebab, dia menyatakan, tujuan orang hidup ke depan yang nomor satu adalah hidup tenteram.
Dahlan Iskan memperkirakan, ke depannya, pada saatnya nanti, ekonomi akan semakin baik. Sehingga, fokus Muhammadiyah perlu beralih dari mengentaskan kemiskinan ke menjamin ketenteraman hidup.
“Sebentar lagi bukan bagaimana mengatasi orang miskin, terbelakang, tapi kelak adalah bagaimana menjamin hidup bisa tenteram,” jelasnya.
Jadi, menurut Dahlan Iskan, tenteram, tenang, damai adalah inti dari tujuan hidup orang di dunia, baik sekarang maupun yang akan datang. “Damai itu tujuan hidup yang terdalam bagi manusia,” katanya.
Untuk itu, dia menyarankan agar sasaran kegiatan-kegiatan saat ini adalah mencapai ketenteraman dan kedamaian yang akan datang. Tapi sebelumnya, ia mengingatkan, tentunya tujuan-tujuan awal seperti kemakmuran harus ada dulu. Kemakmuran yang ia maksud meliputi kemakmuran jasmani rohani dan kemakmuran dunia akhirat.
“Setelah tahap kemakmuran itu tercapai, maka ke depan yang lebih panjang adalah kedamaian,” kata Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara ke-10 itu.
Maka, sambungnya, agama apapun kelak yang tidak mendukung kedamaian akan semakin tersisihkan dalam kehidupan ini. “Organisasi-organisasi tingkat ideologi dunia sudah tidak sama lagi dengan dahulu,” ujarnya.
Ia lantas menceritakan bagaimana perkembangan agama Buddha yang di Taiwan saat ini, yaitu tidak boleh ada ritual. Karena, menurut mereka, ritual hanya akan membuat kesombongan. Juga tidak boleh ada rumah ibadah, karena besar-besaran dan hebat-hebatan rumah ibadah hanya akan membuat pertengkaran antarrumah ibadah dan antarumat beragama.
Tantangan yang ketiga adalah orang-orang semakin otonom terhadap dirinya sendiri. Meskipun, menurutnya, oganisasi di Muhammadiyah terbilang sangat besar, ke depan tentu menghadapi orang-orang otonom yang hidup di tengah masyarakat.
“(Yaitu) orang yang kurang bergantung kepada siapapun, apakah itu organisasi atau pimpinan dan lainnya,” terang bapak dua anak itu.
Sumber penyebab orang itu semakin otonomi adalah pendidikan, kesejahteraan, dan yang terakhir, yang menjadi loncatan terbesar adalah teknologi. Makin tinggi pendidikannya, makin otonom orang itu.Semakin tinggi kesejahteraannya, semakin otonom orang itu. Semakin orang bisa mengakses teknologi, semakin independen.
Yang terjadi nantinya adalah ketergantungan kepada orang lain akan semakin mengecil karena masing-masing orang akan lebih otonom kepada dirinya sendiri, kepada kemampuannya sendiri.
Berdaptasi dengan Model Desentralisasi
Dahlan Iskan menyatakan, organisasi yang bisa menyesuaikan diri dengan masa depan yang lebih otonom tentu bukan organisai yang sentralistik lagi. “Maka ada kemungkinan untuk antarorganisasi lebih fleksibel, lebih lincah,” komentarnya.
Pada forum pengajian ini, dia menawarkan Muhammadiyah memperkuat model desentralisasi. “Apakah tidak mulai dicoba, organisasi yang besar atau yang action itu justru di tingkat wilayah atau di tingkat daerah. Sehingga terjadi pendistribusian orang-orang hebat. Tidak semua disedot ke pusat,” jelas dia.
Lantas ia mengajak seluruh peserta merenungkan bagaimana cara membuat kebanggaan yang sempurna, atau mendekati sempurna, pada tingkat wilayah.
Pandangannya tersebut tidak lepas dari pemahamannya pada model negara bagian. “Karena kalau kita melihat di negara-negara yang menganut negara bagian, maka kepala-kepala dinas di provinsi sekarang itu kalau di tingkat mereka sudah menteri,” terangnya.
Ia mencontohkan, kepala di pertanian adalah menteri pertanian. “Dengan penyebutan kepala dinas dibanding menteri, tentu berbeda!” ujar pria kelahiran Magetan itu.
Sekali lagi ia mengajak merenung, “Maka apakah masih baik bahwa kepengurusan di tingkat pusat itu sangat besar dan eksekutif? Apakah kepengurusan eksekutif itu berada di tingkat wilayah, bahkan mungkin untuk di Jawa (ada) di tingkat daerah, dan mendapat otonomi-otonomi yang lebih besar dan luas?”
Dengan begitu, tambahnya, sifat pengurus pusat itu sudah berbeda sama sekali. Karena pada dasarnya otonomi sudah diberikan kepada level lebih bawah dan lebih memiliki sifat eksekusi.
“Kasarnya, sebetulnya, Muhammadiyah ini cukup ada Pimpinan Pusat dan anggota. Tidak perlu ada (pimpinan) wilayah, daerah, cabang dan ranting. Karena teknologi sudah bisa mengatasi semua pekerjaan-pekerjaan birokrasi,” jelasnya.
Dia kemudian memberi gambaran dunia bisnis sebagai perbandingan. “Di dunia bisnis, sudah tidak ada agen besar, penyalur, dan pengecer. Langsung dari produsen ke pengguna atau konsumen,” tuturnya.
Menurutnya, hal ini menandai independensi sudah begitu hebat, terutama di zaman teknologi ini. “Sebab pada dasarnya, apa betul pengurus itu, masih diperlukan kalau bisa diterobos dengan organisasi? Bedanya apa pengurus dengan grup WA? Kan banyak hal bisa diselesaikan dengan grup WA. Ini ngomong kasar, tidak seperti itu!” urainya, kemudian menegaskan hal ini sebagai upaya menstimulasi bagaimana menghadapi perubahan yang deras.
Menjawab Tantangan Terbesar agar Agama Tidak Dijauhi
Bagi Dahlan Iskan, tantangan terbesar ke depan adalah bagaimana membuat agama tidak dijauhi oleh orang karena semakin mementingkan ilmu pengetahuan.
“Sekarang shalat Istikharah sudah diganti dengan survei. Kalau dulu orang akan jadi atau tidak jadi kepala daerah menunggu istikharah, tapi sekarang menunggu survei pendapat elektabilitasnya bagaimana,” jelasnya.
Mungkin, menurutnya, supaya orang tidak meninggalkan agama, tetap doktrin-doktrin lama yang doktriner terus dikembangan. “Tapi harus kita amati, apakah dengan doktriner-doktriner itu umat kita bisa maju?” imbaunya.
Karena, sambungnya, kalau di negara-negara Kristen, sudah semakin banyak orang tidak ke gereja dan ber-Tuhan tapi tidak percaya agama. Sementara di Islam, hal itu kelihatannya belum—atau tidak—terjadi.
“Sehingga di negara-negara Islam tetap masjid ramai, siar luar biasa; tapi itu tidak akan menjawab masa depan yang panjang kalau nasib negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam tidak menunjukkan kehidupan yang lebih makmur!” ujarnya memperingatkan.
Akhirnya, hal ini membuat Dahlan Iskan menyimpulkan, di negara-negera Kristen orang makmur tapi meninggalkan gereja, di negeri-negeri Islam orang tidak meninggalkan masjid tapi tidak makmur. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni