PWMU.CO– Mengkaji Quran bisa menyelamatkan dari bencana alam. Sebab ada 800 ayat yang berbicara tentang alam, lebih banyak daripada ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.
Hal itu disampaikan Prof Dr Agus Purwanto, guru besar Ilmu Fisika ITS dalam Kajian Spesial Dhuha dengan tema Kapan Fenomena Alam Jadi Bencana yang diadakan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta secara virtual, Sabtu (17/4/2021).
Sayangnya, menurut dia, trilogi ajaran Islam yang terdiri Tuhan-Alam-Manusia, orang Islam banyak berinteraksi dengan Tuhan dan agama sehingga hanya fokus ibadah. Sedangkan orang Barat berinteraksi dengan alam sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
”Orang Barat ketika ada gerhana membawa peralatan untuk penelitian. Mereka juga menemukan alat yang lain. Orang Jepang, orang Cina, dan Korea juga. Sementara kita jadi konsumen,” kata Agus Purwanto yang juga anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur.
Dijelaskan, dengan astronomi, gerhana matahari sudah dapat diprediksi dengan akurat, sehingga kita dapat informasi kapan akan terjadi gerhana.
”Di Jepang ada angin tifun, angin kencang amat dahsyat diperkirakan 180 km per jam yang terjadi pada bulan Mei – Oktober, paling besar pada bulan Agustus- September. Ilmuwan Jepang sudah dapat memprediksi datangmya angin tifun, sehingga pemerintah menghentikan jadwal pesawat dan kereta api cepat itu,” kata Agus yang populer dengan bukunya Ayat-Ayat Semesta.
Dia mengajak agar mengkaji Quran yang berkaitan dengan ayat-ayat alam semesta menjadi penelitian. Dia contohkan lagi, Fakultas Farmasi disarankan meneliti jahe yang melimpah di Asia. Karena dalam al-Quran disebutkan, di surga itu mereka diberi minum segelas minuman yang campurannya jahe di surat Al-Insan:17. Bawang putih, bawang merah, adas, harus diteliti sebagaimana terdapat dalam surat al-Baqarah : 61.
Jangan Cuma Berdebat
Tentang Covid 19, misalnya, kita telah mendapatkan apa. Mestinya dapat mengambil hikmah terjadinya pandemi ini dengan meneliti virus sehingga menghasilkan vaksin. ”Kita hanya mendebatkan tentang vaksin yang diimpor halal atau haram. Padahal lebih penting meneliti untuk membuat vaksin sendiri,” tuturnya.
Gejala alam semesta, kata dia, mestinya bisa dipelajari untuk mencegah bencana. Sebab alam memberi tanda-tanda. Misalnya, kalau gunung akan meletus, biasanya hewan yang tinggal sekitarnya akan turun. Indonesia kawasan ring of fire atau cicin api yang sering menyebabkan terjadi gempa dan tsunami bisa dipelajari tanda-tanda dan kebiasaannya.
Terjadinya banjir, sambung dia, akibat resapan berkurang karena hutan gundul, dan banyak berdirinya bangunan, sehingga air sulit mengalir pada tempat penampungan.
Kalau dipikir-pikir menurut Agus Purwanto sebenarnya manusia sendiri yang mengundang bencana dengan merusak alam. Seperti dijelaskan di surat ar-Ruum : 41. ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangan manusia , Allah hendak merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Dia menyebut ada hubungan perilaku manusia dengan bencana. Misal, banjir besar di zaman Nabi Nuh karena kedurhakaan kaumnya dijelaskan di surat Hud: 44. Demikian juga terjadinya gempa mungkin ada kemaksiatan, tersebarnya minuman keras. (*)
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto