PWMU.CO – Seperti organisasi lain yang memegang tradisi dan budayanya yang khas, Muhammadiyah pun memilikinya. Setidaknya ada 12 tradisi yang selama ini dipegang teguh Muhammadiyah. 12 tradisi tersebut diuraikan Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari dalam acara Konsolidasi Organisasi Seri VII Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-Jawa Timur, di Hotel Bukit Daun, Desa Semen, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Ahad (20/11).
Sebelum menguraikan berbagai tradisi Muhammadiyah, Hajri menjelaskan bahwa istilah tradisi itu sebetulnya mempunyai pengertian yang luas. “Tradisi itu bisa kita anggap sebagai nilai-nilai unggul. Bisa juga kita pahami habitus, kebiasaan-kebiasan yang dilakukan dalam sekian waktu yang panjang yang akhirnya menjadi sesuatu yang inheren dalam diri kita,” jelasnya.
Berdasarkan pengamatan Hajri, Muhammadiyah lahir dengan tradisi baru yang transformatif itu. “Nanti bapak ibu sekalian bisa menambahkannya,” jelas Hajri yang disambut gerr peserta Konsolidasi Organisasi.
(Baca terkait: Cara Buya Syafii Maarif “Besarkan” Din Syamsuddin, Begini Kesaksian Hajriyanto Thohari dan Turba PWM, Angin Segar Pemutus Polemik Muhammadiyah di Kediri)
Tradisi khas Muhammadiyah yang pertama adalah egalitarianisme. Dalam Muhammadiyah tidak mengenal darah biru.Semua orang dalam Persyarikatan itu dipandang setara. Maka, tidak heran jika Ketua Umum PP bisa berasal dari daerah atau kalangan manapun.
“Muhammadiyah itu sangat egaliter. Makanya, siapapun bisa jadi pemimpin di Muhammadiyah. Din Syamsuddin, misalnya. Beliau itu orang Sumbawa, sebuah daerah terpencil. Tapi bisa jadi Ketua Umum PP. Inilah salah satu bukti egalitarianisme Muhammadiyah,” Kata Hajriyanto. Penjelasan lebih lanjut dalam masalah ini bisa dibaca: Penjelasan Logis tentang Tradisi Muhammadiyah yang Tak Mengenal Darah Biru.
Tradisi Muhammadiyah yang kedua yaitu tak mengkultuskan individu. Dalam Memutuskan sesuatu, Muhammadiyah selalu mencari pendapat yang paling kuat. Bukan terpaku dengan pendapat tokoh-tokohnya.
”Tidak ada pengkultusan individu di Muhammadiyah. Bahkan kepada Ahmad Dahlan sekalipun. Muhammadiyah selalu mencari pendapat yang lebih kuat. Bukan melihat individunya,” tuturnya.
(Baca terkait: 283 Peserta Hadiri Konsolidasi Pamungkas PWM Jatim di Kediri dan Ketika Kultur Berhutang Dianjurkan oleh Pimpinan Muhammadiyah)
Ketiga adalah disiplin. Kedisiplinan orang Muhammadiyah dapat terlihat dari caranya berorganisasi. Mereka sangat taat dengan keputusan-keputusan organisasi. Selalu sejalan dengan kesepakatan yang dibuat oleh Persyarikatan.
“Orang Muhammadiyah tidak pernah melenceng dari garis keputusan organisasi. Kalau waktunya Musycab (Musyawarah Cabang), ya Musycab. Kalau waktunya Musyda (Musyawarah Daerah), ya Musyda. Tidak ada yang kemudian ngeyel untuk tidak mau Musyda,” terang mantan Wakil Ketua MPR ini. Selanjutnya halaman 2…