PWMU.CO – Azyumardi Azra mengatakan, Abdul Mu’ti jauh lebih layak menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia menggantikan Nadiem Makarim.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pertanyaan salah satu peserta dalam Pengajian Ramadhan 1442 H Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahad (18/04/2021)
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 1998-2006 itu memberikan pandangan, sejak dari pertama diputuskan, menurutnya Mendikbud ini diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.
“Pasti itu. Bukan orang yang paham pendidikan Indonesia, nggak tahu sejarah pendidikan Indonesia, tidak punya attachment atau kelekatan pada pendidikan Indonesia. Sejak awal seperti itu,” tegasnya.
Sebelum muncul Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035, Azyumardi Azra mengatakan, dirinya telah secara terbuka memberikan rapor merah pada Mendikbud sekarang ini.
“Dan pada saat itu masih 100 hari kabinet. Sekarang sudah berapa lama ini? Hampir dua tahun. Tidak berubah rapornya itu. Malah makin jelek,” tandasnya.
Pendidikan Hanya Marketplace
Menurutnya, Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 itu arah pendidikannya hanya diarahkan untuk menjawab isu-isu yang berkembang, menjawab secara reaktif distrupsi yang terjadi akibat revolusi industri, lapangan kerja dan sebagainya.
“Jadi saya menyebut, peta jalan itu hanya marketplace. Pendidikan hanya berdasarkan pasar, bukan pada caracterplace. Meskipun (karakter) itu dipakai juga, tapi hanya sekilas dan tidak jelas ujung pangkalnya,” ujarnya.
Cendekiawan Muslim Indonesia ini menganggap, jika Presiden Joko Widodo serius tentang pendidikan Indonesia, menurutnya sudah seharusnya Mendikbud saat ini diganti.
“Ini isunya kan isu reshuffle. Jadi seharusnya dia (Nadiem Makarim) terkena reshuffle. Diganti dengan orang yang lebih layak. Saya kira Prof Abdul Mu’ti jauh lebih layak bisa memperbaiki pendidikan ini,” katanya.
Profesor ahli sejarah, sosial dan intelektual islam ini mengatakan, sudah seharusnya sosok Mendikbud itu bisa memperbaiki pendidikan ini tidak hanya sekedar bisa mengembangkan pengetahuan dan kecakapan.
“Melainkan di waktu yang sama juga mengembangkan karakter. Karakter harus dibentuk melalui proses pendidikan. Tentang karakter keindonesiaan, kepancasilaan, keagamaan, termasuk di dalamnya keislaman,” katanya. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni