PWMU.CO – Motto Jatim jadi bahan kajian Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Din Syamsuddin. Khofifah kenalkan semboyan Jatim “Jer Basuki Mawa Beya”, Jumat (23/4/21). Kemudian, Din Syamsuddin bersama istrinya, Rashda Diana, mengulasnya dalam program Mutiara Nusantara Metro TV
Pada tayangan spesial Ramadhan yang mengungkap teladan dari ajaran lokal Nusantara itu, hadir pula dua penyanyi sekaligus Orbiter (Pengikut pengajian Orbit): Indah Kusumaningrum dan Lucky Resha.
Din menyatakan, Pulau Jawa ini kaya budaya, termasuk local wisdom (kearifan lokal, peribahasa). Satu yang terkenal, bahkan menjadi motto Provinsi Jawa Timur adalah “Jer Basuki Mawa Beya“.
Semboyan Jatim
Kemudian, Khofifah mengenalkan semboyan Jawa Timur itu. “Basuki artinya kemuliaan, kesuksesan, dan capaian dari cita-cita terbaik dari kita semua,” ujarnya.
Sedangkan mawa beya berarti, kalau ingin sukses—mendapat capaian dari cita-cita tertinggi kita—maka harus menggunakan modal. “Modal ini bisa modal sosial dan finansial,” jelas Khofifah.
Oleh karena itu, lanjutnya, tidak ada kesuksesan yang dicapai secara gratis. Pada posisi inilah, kerja keras dan pengorbanan kita semua diperlukan untuk mencapai posisi tertentu, misal dalam hal pendidikan.
“Tentu membutuhkan biaya, apakah dari pribadi atau berbasis beasiswa,” kata wanita kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 itu.
Modal-modal sosial, tambahnya, juga penting untuk membangun konsolidasi kehidupan kemasyarakatan. “Bekerja keraslah kita semua, karena sesungguhnya hasil kerja keras tidak akan mengkhianati proses yang kita lakukan,” tuturnya.
Mudah-mudahan, harapnya, Allah anugerahkan kesuksesan yang memberi manfaat barokah bagi kita semua.
Kearifan Lokal Itu Masih Hidup
Menurut Din, semboyan itu mengandung dua kata kunci: keberhasilan dan pengorbanan. Keberhasilan, di dalamnya ada kebahagiaan dan kesejahteraan, itu menuntut adanya beya, “biaya”, pengorbanan.
Meski Din belum tahu persis sejak abad berapa munculnya semboyan itu, tapi dia yakin, kearifan lokal (falsafah) ini merupakan pinutur leluhur. Yaitu sesuatu yang dituturkan dan diwariskan secara turun-temurun lewat bahasa lisan.
Diana menambahkan, “Ini bisa menjadi pedoman hidup kita agar lebih hati-hati sebelum melangkah.” Lalu Din melanjutkan, semua kearifan lokal ini punya kearifan sekaligus jadi nasehat leluhur masing-masing yang harapannya bisa diamalkan.
Mendengar temuan Diana pada sebuah tesis yang membahas pepatah Jawa lainnya, Din kemudian berkomentar. “Falsafah-falsafah ini masih hidup: dipahami, dikembangkan, bahkan diamalkan,” ungkapnya.
Din pun berpesan kepada generasi penerus: “Jangan tercerabut dari akar budaya itu, luar biasa nilai-nilai keutamaannya yang perlu dihayati dan diamalkan!” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni